Kenapa sih semuanya jadi makin ruwet?
Semakin hari rasanya semakin berat. Banyak sekali kerikil yang membuatku harus merasakan sakit begitu banyak. Masalah sepertinya sedang suka denganku. Satu selesai lalu muncul dua, tiga, empat. Istilahnya mati satu tumbuh seribu.
Aku jadi ingat apa yang dipesankan Ibu beberapa waktu lalu. Semuanya akan semakin berat dan aku harus lebih kuat. Kata Doren juga, kalau menikah itu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Karena belum tentu setelah menikah lebih bahagia.
Aku tidak bilang jika aku tidak bahagia. Rasanya terlalu sempit mengukur kebahagiaan dengan masalah yang datang dalam hidup. Tapi bukan berarti aku bisa bilang aku bahagia, tidak. Entahlah, semuanya ruwet, seperti benang bundet.
Belum selesai tentang ibu mertua yang semakin hari semakin membuatku naik pitam. Ini lagi anaknya—yang jadi suamiku malah ketahuan bohong menyembunyikan identitas mantannya. Padahal ya, aku sudah terlanjur dekat dengan Mbak Raya. Kalau sudah begini gimana bisa aku benci dia?
Bisa-bisanya Jeffrey bilang dia tidak berniat bohong. Kejadiannya sudah lewat kok bilang tidak ada niat? Dimana-mana apapun yang dilakukan itu kan diawali dari niat. Masa iya tiba-tiba mengejan tanpa ada niat mau boker.
"Sya, maafin ya."
Aku masih diam seribu bahasa bahkan setelah sepiring nasi padang dengan lauk rendang, ayam kecap, udang balado, cumi cabai hijau, perkedel, dan dua bungkus kerupuk di hadapanku ludes. Salah siapa jadi laki-laki mudah sekali di sogok. Lagian aku tidak benar-benar ingin memaafkan Jeffrey walaupun acara ngidam nasi padang ini sudah ditunaikan berkat Jeffrey.
Bukan ngidam sih sebenarnya, orang sebulan lagi mungkin aku sudah melahirkan. Itu hanya kamuflase agar Jeffrey itu tetap menuruti keinginanku meski aku sedang kemusuhan dengannya. Supaya semakin dimanja, mumpung sedang ngambek.
Aku sebenarnya menyesali acara menampik piring pisang goreng pemberian Mbak Raya tadi. Aku sedikit berlebihan memang, seharunya aku tidak sekasar itu. Bagaimana pun Mbak Raya itu lebih tua dariku. Ya meskipun setiap mengingat lagi kebohongannya yang berkomplot dengan Jeffrey ini tetap saja membuatku kesal.
Aku mungkin tidak bisa membenci Mbak Raya, tapi aku juga tidak bisa berhenti su'udzon dengannya. Mau sebaik apa niatnya, kalau berhubungan dengan Jeffrey aku bisa aja berubah jadi macan. Pokoknya aku tidak akan membiarkan Mbak Raya dapat Jefrrey yang kedua kalinya.
Yang aku heran sampai sekarang, kenapa aku tidak bisa paham padahal banyak sekali clue yang ditunjukkan Mbak Raya. Tentang dia yang berasal dari Solo, pekerjaannya juga PNS, belum lagi Jeffrey dan dia sama-sama enggan bertemu satu sama lain setelah pertemuan pertama mereka waktu itu.
Meski tidak ingin bertemu, aku masih bisa lihat tatapan Mbak Raya itu menyiratkan hal lain. Aku masih bisa lihat ada secercah harapan setiap melihat Jeffrey. Aku bukan sok tau, tapi aku ini wanita. Kalian juga setuju kan kalau firasat wanita itu kadang banyak benarnya, apalagi menyangkut pasangan.
Aku pikir itu hanya tatapan kagum karena Alhamdulillah tampang Jeffrey memang luar biasa tampan. Aku pikir Mbak Raya juga hanya sekedar fallin' in love at first sight, seperti kebanyakan perempuan yang kalau lihat orang tampan langsung oleng. Ternyata eh ternyata, tatapannya itu hasrat yang muncul kembali setelah lenyap bertahun-tahun.
"Sayang..."
"Nggak!"
Jeffrey melotot kaget. "Padahal udah makan nasi Padang segini banyaknya. Katanya mau maafin kalau udah kelar makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE | Jaehyun
Fanfiction°kita dipaksa semesta untuk hidup di lingkaran takdir yang sama'' 18+