20

4.6K 447 20
                                    

"Acaranya udah selesai kan? Nesya boleh istirahat?"

Aku tidak menunggu jawaban dari Ibu. Anggukan dari Mama sudah membuatku berjalan pergi dari ruang tengah.

Aku melangkah pergi. Tidak memperdulikan lagi semua orang yang menatapku kaget karena nada bicara dan raut wajahku yang mungkin sangat kenatara kalau aku marah.

Kenapa sih Ibu itu orangnya kuno sekali? Kenapa sih harus ribet? Kenapa sih aku harus begini? Kenapa aku harus begitu?

Aku capek.

Setelah banyak berselisih paham dua hari hari yang lalu, akhirnya acara tujuh bulanan ku tetap di adakan sesuai adat Jawa. Jelas itu kemauan mutlak Ibu dan aku sangat tidak setuju awalnya. Tapi ya apa boleh buat, aku sama sekali tidak punya suara setiap Ibu menyampaikan gagasannya.

Bukannya tidak ingin menghargai adat leluhur atau tidak suka dengan budaya Jawa, bukan. Aku hanya ingin semuanya sederhana saja. Tidak perlu mengadakan acara yang harus di datangi oleh semua tetangga.

Aku tidak masalah soal harus mandi kembang malam-malam. Atau harus ganti kemben sebanyak tujuh kali. Aku tidak papa. Yang jadi masalah adalah, kenapa Ibu harus mengundang banyak orang.

Lagi pula apa sih yang diharapkan dari tetangga? Uang? Lagi pula dengan tetangga memberi uang, Jeffrey juga tetap harus keluar biaya untuk kasih hantaran. Bahkan aku yakin, bukannya untung Jeffrey bisa saja rugi.

"Mau kemana, Sya?"

Jeffrey menahan tanganku saat tidak sengaja kita bertemu di dapur. Aku baru saja mengisi botol Tupperware ku dengan air putih. Dan dia baru saja meletakkan piring kotor di wastafel.

"Tidur." Jawabku dingin.

Aku segera melangkahkan kaki ku untuk masuk kamar. Rasanya badanku capek pikiranku lelah. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan apa yang aku tahan selama beberapa hari ini. Aku ingin sendirian dan menangis semauku di kamar.

"Kamu nggak makan dulu?" Jeffrey mengikuti ku. Ia membuka pintu kamar saat aku baru saja ingin merebahkan diriku di tempat tidur.

Aku menggeleng. Tidak bersuara untuk menjawab pertanyaan nya.

Jeffrey tahu, keputusan Ibu dua hari lalu itu tidak sesuai mauku. Dia juga sadar jika semua acara yang diadakan hari kemarin dan hari ini jelas aku lalui dengan berat hati. Tapi dia tetap saja tidak bisa menentang Ibu dan bilang kalau aku tidak mau.

Jeffrey kesal denganku. Sebuah dentuman pintu kamar itu terdengar begitu keras. Ia mungkin juga kesal karena aku terus merajuk padanya. Sabarnya mungkin habis karena aku kesal pada Ibu tapi terus melampiaskan amarah ku padanya.

Aku tidak peduli. Biar dia ikut memusuhi ku sekarang. Aku sudah lelah berpura-pura baik di depan semua orang selama di Solo. Aku capek.

"Nesya..."

Aku mengelap mataku yang basah. Bukannya berhenti menangis, suara Mama malah membuatku semakin terisak.

"Aku mau pulang." Kataku saat Mama sudah duduk di belakangku.

"Jangan ngambekan ah. Kasian Jeffrey."

"Aku mau pulang!" Kali ini suaraku mungkin terdengar lebih keras. Aku tidak peduli jika semua orang tahu aku sedang marah.

"Ayo pulang!" Jeffrey tiba-tiba muncul di balik pintu. Dia berjalan memasuki kamar. Memasukkan beberapa baju tanpa ia lipat ke dalam koper.

Jeffrey marah.

"Besok aja. Ini udah jam sembilan." Ibu berdiri. Mencoba memberitahu Jeffrey jika keputusannya menuruti kemauanku itu salah.

Jeffrey tidak menyahut. Ia masih sibuk membereskan semua barang-barang yang aku bawa. Ibu mendekat ke arah Jeffrey, menyentuh lengannya.

CIRCLE | JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang