Sudah tiga hari sejak Jeffrey pergi dan aku memilih untuk tinggal di rumah Mama sementara. Selama itu juga aku hanya banyak mengurung diriku di kamar bersama Aska. Jeffrey sama sekali tidak khawatir tentang aku dan Aska karena sampai sekarang dia tidak berusaha menghubungiku.
Ibu yang datang kemarin. Ibu yang cerita ke Mama tentang semua yang terjadi antara aku dan Jeffrey. Mulai dari aku yang bertemu Doren di Mall, tentang aku yang bertengkar dengan Jeffrey sampai akhirnya kabur ke rumah Mama dan Jeffrey yang pergi entah kemana. Namun sayangnya ada satu yang tidak diceritakan Ibu, tentang Jeffrey yang mengataiku murahan.
Aku tidak pernah semarah ini dengan Jeffrey. Bahkan saat pertama kali dia merenggut hal paling sakral bagiku sampai akhirnya aku menyadari ada makhluk lain di dalam diriku, aku ikhlas. Aku berusaha berdamai dengan diriku sendiri untuk menerima semua yang sudah terjadi. Karena aku sadar, aku begitu mencintai Jeffrey.
Tapi untuk kali ini, entah kenapa aku sulit berdamai dengan diriku sendiri. Aku gagal untuk tidak egois dan memilih untuk tidak memaafkan Jeffrey. Rasanya ada luka yang tertinggal jauh di lubuk hatiku. Sebuah goresan yang Jeffrey ukir karena cemburunya yang tidak berdasar.
Aku sampai sekarang tidak habis pikir siapa yang mengambil fotoku bersama Doren di Mall kemarin. Tapi aku sedikit yakin itu semua ulah dari Mbak Raya. Entah siapa yang dia suruh, tapi aku bisa lihat jika foto yang Jeffrey tunjukkan kemarin ada di roomchat-nya dengan Mbak Raya. Itu berarti mungkin Mbak Raya menyuruh seseorang untuk membuntuti ku.
Aku tidak mau su'udzon, terserah siapa yang membuntuti ku kemarin. Lagi pula memang aku juga turut bersalah disini. Pikiranku yang selalu menganggap Jeffrey akan selalu mengerti ternyata salah. Dia mungkin sudah lelah dengan sifatku yang manja, kekanakan dan kadang terlampau egois ini. Kelakuanku selama ini sudah membuatnya diambang kesabaran.
Jeffrey itu seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Dia tidak banyak mengeluh, tidak juga banyak melayangkan argumen-argumen disaat aku tidak sepaham dengannya. Dia memilih diam, mengalah dan menahan. Dan kemarin itu mungkin sudah waktunya Jeffrey melepas semua kekesalannya.
Dan solusi saat semuanya sedang meledak-ledak adalah untuk saling menjauh. Membiarkan bom itu berhenti meledak. Karena jika kita masih berdekatan, kita hanya akan semakin melukai satu sama lain.
Aku ingin seperti ini dulu. Mungkin masing-masing dulu untuk sementara waktu. Jeffrey butuh menenangkan segala sesuatu yang sedang berkecamuk dalam dirinya. Dan aku, aku akan berusaha untuk memulai percaya lagi jika Jeffrey adalah laki-laki yang baik, seperti dulu.
---
Seminggu sudah aku tidak bertemu Jeffrey. Entah bagaimana kabarnya saat ini. Mungkin dia sedikit lebih bahagia tanpa aku. Mungkin dia lebih bisa menikmati hidupnya tanpa harus susah payah mengurus Aska. Aku paham, Jeffrey juga lelah.
Yang aku takutkan disini adalah, aku mulai terbiasa tanpa Jeffrey. Aku takut jika Jeffrey tidak segera mencari ku, aku akan merasa nyaman hidup tanpa dirinya. Terlebih lagi banyak orang di sekitarku yang membuat aku lebih bahagia akhir-akhir ini. Aku takut jika tanpa Jeffrey aku masih bisa hidup dengan baik.
Meski aku masih belum bisa berdamai untuk melupakan semua yang aku alami waktu itu, aku tidak bisa pungkiri jika ada segilintir rasa rindu untuk Jeffrey. Aku rindu harus buru-buru bangun pagi padahal belum lama terlelap. Kesusahan menyiapkan segala keperluan Jeffrey sambil menggendong Aska. Semuanya, semua kegiatan yang aku lakukan di rumah itu.
"Ngelamun aja!"
Aku menyunggingkan senyum saat Vinia duduk di hadapanku dengan segelas air putih. Aku melirik Haikal yang sedang misuh-misuh karena bermain game. Rasanya begitu membahagiakan melihat mereka. Sekarang kita bertiga lengkap lagi setelah sekian lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE | Jaehyun
Fanfiction°kita dipaksa semesta untuk hidup di lingkaran takdir yang sama'' 18+