HeeB : Kanvas Kosong (WARN ⚠️)

28.7K 1.3K 59
                                    

Ini adalah malam pertama aku mengalami terjun bebas. Rasanya seperti itu. Setelah sesi melihat lukiasan ku yang terdahulu. Kini dengan lampu belajar yang menyala aku terduduk di atas ranjang sambil menggigit jari.

Bukan lukisan ku yang membuat ku terjaga dengan perasaan cemas seperti ini. Namun, perkataan guru itu setelah membahas kanvas kosong ku. Padahal aku ingat dengan jelas jika kanvas tersebut ku lukis tiga anak kucing.

"Kau perlu ahli psikologi, Heeseung."

Kaki ku terasa dingin jadi aku menggesekannya dengan sprei secara gusar. Perkataan guru itu sama dengan perkataan Sunoo terakhir kali. Bedanya kali ini setelah mendapat saran tersebut aku langsung pergi dengan membanting pintu.

Aku benci mendapat saran yang tidak masuk akal itu. Diriku memang berada pada sebuah tekanan yang Ayah ku berikan. Namun, bukan berarti aku perlu pergi untuk melakukan tes konyol tersebut.

Semakin ku ingat perkataan itu. Semakin cemas pula diriku. Malam ini sangat dingin, namun keringat bercucuran deras pada dahi. Aku terus mengigit kuku yang sudah kandas. Hingga beberapa jemari mulai berdarah.

Ternyata yang aku cemaskan adalah ketika seseorang berfikir jika aku gila. Kepala ku mulai sakit karena berfikir terus-menerus. Aku memikirkan alasan kenapa diriku bisa mencemaskan hal tersebut.

Hingga sebuah cutter pendek— biasa aku gunakan untuk menajamkan ujung pensil yang kurang tajam seusai diserut menarik perhatian ku. Aku meraih benda mini tersebut dari nakas.

Mulai mendorong maju dan mundur untuk melihat mata pisau yang muncul dan menutup. Hingga sebuah perasaan kesal karena tidak bisa menemukan alasan kenapa aku merasa cemas, membuat ku menggoreskan cutter tersebut pada engsel tangan.

Satu goresan.

Tidak ada bekas apapun di sana. Tergores-pun tidak. Pada goresan percobaan ke dua kalinya aku mulai menekan lebih dalam cutter tersebut.

Sret... Tes.

Darah menetes dari pergelangan tangan ku. Mata ku mulai berair. Sambil terisak aku kembali menekan cutter agar menggores nadi ku secara dalam.

Aku mulai merosot kan diri untuk terbaring pada ranjang. Dengan darah yang mengalir pada tangan. Netraku terasa berat tiba-tiba hingga akhirnya aku sepenuhnya terlelap.

•••

Manik ku mulai terbuka perlahan dan merasakan cahaya yang begitu terang menelisik ke dalam. Sambil berusaha untuk beradaptasi, aku menutup korden yang separuhnya terbuka.

Mataku menyipit, aku melirik ponsel yang sekarang dalam keadaan menyala. Sudah pukul 1 Siang, dan ada 281 panggilan dari tiga orang yang berbeda.

Perhatian ku teralihkan pada dua goresan pada lengan ku. Tidak sedikit darah yang mengotori sprei, namun aku masih sehat.

Aku beranjak dari ranjang dengan membawa gumpalan sprei untuk segera aku cuci. Rumah ini lebih kecil dari rumah ku sebelumnya. Jadi, suasana sepi nya lebih terasa. Namun, untuk 3 anggota keluarga aku rasa cukup ramai jika sedang berkumpul semua.

Tidak tahu kemana Ibu dan Ayah tiri ku pergi. Namun, Ibuku tidak melakukan rutinitas memberikan ku teh hijau saat pagi hari. Serta, saat diriku mulai membuka kulkas. Hanya ada air putih di sana. Ibuku bahkan tidak memasakan ku sayuran rebus dengan telur rebus juga.

Air mengalir mulai membasuh lengan ku. Setelah aku bilas bercak darahnya, goresan di tangan ku tidak terlalu ketara. Tiga harian pasti akan menghilang dengan sendirinya.

Aku berjalan cepat menuju kamar saat suara dering telepon berbunyi. Muncul nama Jake dan Kazuha secara bersamaan. Tiba-tiba kepalaku sakit. Aku bersikeras untuk memilih mana panggilan yang sebaiknya aku angkat.

Kemudian ada panggilan lagi muncul, dari guru melukis ku. Kepala ku tambah sakit mendengar dering tersebut. Hingga tubuh ku tumbang di tepi ranjang.

Aku harus segera mengangkat salah satunya. Namun, siapa?

Jake? Dia teman ku. Sepertinya dia akan menyampaikan hal penting padaku.

Kazuha? Seseorang yang aku sukai, aku berfikir jika dia akan meminta bantuan.

Guru melukis? Aku penasaran apa yang akan dia bicarakan.

Ayolah! Siapa yang harus aku angkat!

"Hallo?" Aku memilih Kazuha.

"KEMANA SAJA?! PERLU WAKTU LAMA UNTUK MENGANGKAT TELEPON? AKU MENELEPON MU DARI SEMALAM!"

Kemarahan Kazuha dari balik telepon membuat ku segera meminta maaf. "Aku sudah bilang ada les melukis tadi malam, sepulangnya aku langsung tidur."

Dari sana terdengar dia menghela nafas kesal. "Lalu pagi ini? Apa kau selingkuh?"

"Apa maksud mu? Aku hanya baru terbangun siang ini," ada jeda sebelum akhirnya aku melanjutkan. "Bukan kah kita belum resmi menjalin hubungan?"

Setelah perkataan ku itu, terdengar suara berisik dari seberang sana. Mereka yang terdengar seperti teman Kazuha berbisik-bisik secara samar. Beberapa kata seperti 'pembohong' dan 'dia sudah sombong' berhasil aku cerna dari bisikan mereka.

Tut.

Telepon terputus.

Satu menit setelah berakhirnya telepon. Notif pesan dari Kazuha terlihat dari layar ponsel.

Bajingan! Jangan temui aku lagi!

tbc...

Heebreath ๑ HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang