Kepada kita yang saling mengingkari.
Terima kasih atas waktu yang tidak sebentar. Waktu yang cukup mendewasakanku dan juga waktu yang cukup untuk menyadarkanmu. Bahwa pada akhirnya semesta telah memiliki cara sendiri, untuk memberi sebuah arti perjalanan hidup antara kau dan aku.•••
“Udah mendingan? Udah diobatin?”
“Udah kok, tapi badannya masih sedikit sakit,”
“Kasih tau gue, kenapa lo bisa kayak gini?”
Reina menatap Candra tajam. Entah mengapa dia mau bersama Candra, peduli dan menolongnya. Tidak seperti hari-hari yang lalu, bersikap dingin, acuh tak acuh.
“Aku juga masih bingung, Re. Tadi pas lagi dijalan tiba-tiba ada yang ngehadang aku,”
“Maksud lo?”
“Aku enggak tahu persis mereka siapa. Pakaian serba hitam Re, motor ninja merah,” jelas Candra.
“Helmnya?” tanya Reina mengintimidasi.
“Full face hitam semua.”
“Zafran?” gumamnya.
“Gue pergi dulu,”
“Mau kemana? Aku anter,” cegah Candra.
“Gausah, gue bisa sendiri.” Reina berjalan begitu saja.
Dia sempat berhenti, dan membalikkan badannya.
“Satu lagi, gue ga suka cara lo. Gue maafin lo yang dulu, tapi jangan bawa-bawa orang tua gue buat ngehasut tunangan sama lo,cuma gara-gara perusahaan. Pemikiran lo kurang dewasa.”
Lalu Reina berjalan dengan cepat keluar dari rumah sakit, dan memesan ojek online untuk pergi kesebuah tempat. Dia sempat menelfon seseorang, entah dengan siapa.
“Halo? Dimana?”
“Biasa, kenapa?”
“Oke, gapapa.”
Ia menutup sambungan teleponnya begitu saja.
•••
“Zaf, sadar! Yang lo tampar Reina, cewek lo sendiri!”
Brian coba menenangkan Zafran, membuat Zafran sadar apa yang dia lakukan kepada Reina. Zafran tak menghiraukannya, dia tetap menatap tajam Reina.
“Na, lo pulang dulu aja. Besok bisa gue jelasin,” ucap Brian.
“Tampar lagi Zaf! Tampar! Pukul sekalian!”
Reina justru meninggikan suaranya, dan memarahi Zafran sambil menunjukkan pipinya, bekas tamparan Zafran lagi.
“Arrrrggghh!!!”
Tangan Zafran yang mengepal nyaris saja memukul wajah cantik Reina. Ia justru melencengkan pukulannya pada sebuah kaca yang berada disamping Reina.
Reina yang melihatnya hanya menatap terkejut, ketakutan.
“Zaf.. Maaf,” lirih Reina.
“Pulang! Gue ga butuh lo!”
Zafran mengambil jaket dan kunci motornya, memasangkan helm full face nya, dan pergi begitu saja, menghiraukan panggilan dari teman-temannya.
“Gue anter pulang ya Na?” tanya Brian.
“Yan?”
“Iya kenapa?”
“Gue bener-bener gatau soal tunangan ini, gue gatau Yan. Bilangin ke Zafran.”
Reina menangis, dan memukul-mukul dada bidang Brian. Brian yang kewalahan menghadapi pasangan ini hanya bisa pasrah, dan membuat Reina tenang.
“Duduk dulu Na. Biar kita jelasin kenapa tadi.” ucap Leon pada Reina, dan menuntunnya untuk duduk di sofa.
“Tadi itu kalian kan? Apa Zafran?” tanya Reina penuh penasaran.
“Itu gue sama Leon. Sebelumnya sorry Na. Tapi kenapa lo malah ngebelain dia?” jawab Brian.
“Tapi ga kayak gini caranya. Nanti kalo papa gue tahu gimana? Zafran bisa kena. Kalian tau kan papa gue gimana?” ucap Reina cemas.
“Dia ngelakuin ini demi lo, Na. Dia gamau hubungan yang udah dibangun bertahun-tahun hilang begitu aja cuman gara-gara masa lalu lo,” jelas Brian.
“Dia udah cukup lama mendem amarahnya yang ditahan selama ini ke lo juga Candra Na,” lanjut Leon.
“Ga cuma Zafran, gue juga. Gue juga gatau harus gimana, gue juga bingung kenapa harus kayak gini. Kenapa ga Kak Rey aja?” jelas Reina.
“Maksud lo, Na?” tanya Brian.
“Papa gue udah ngerencanain udah lama, dia mau gue tunangan sama Candra. Cuma karena papa gue rekan bisnis keluarga Candra, dan dia mau perusahaan berjalan baik dengan adanya acara tunangan ini.” jelas Reina.
Reina tertunduk, menahan air matanya yang akan jatuh membasahi pipi halusnya itu. Reina tidak tahu jika semua akan terjadi seperti ini. Akankah dia menuruti kemauan papanya? Atau akan tetap mempertahankan Zafran dan memperjuangkannya?
Ah.. Rasanya sulit berada diposisinya. Semakin kesini, Zafran terlihat ganas, menyeramkan bagi Reina.
Tidak pernah ada waktu untuknya. Bahkan memberikan kabar pun jarang sekali. Reina tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk membuat laki-laki itu berubah seperti dulu. Rasanya seperti disia-siakan perjuangannya, dibuang begitu saja seperti sampah.
Entahlah kesabaran Reina akan habis atau tidak, hanya untuk Zafran. Reina selalu memendamnya sendiri.
Orang lain yang melihat mungkin baik-baik saja, tapi tidak didalam kehidupan dan perasaannya, hancur, sehancur-hancurnya orang hancur.
“Mau kita bantuin, Na?” tanya Brian menenangkan.
“Kalian emang bisa apa? Gue aja gatau mau gimana, kita masih sekolah. Mau ngehadepin orang dewasa kayak mereka? Gatau punya perasaan apa enggak? Hahaha..” jawabnya dengan nada tertawa tapi menangis.
“Kita emang masih bocah, Na. Seenggaknya kita berjuang, temen kita susah, semuanya juga. Kita bantu,” jawab Leon.
“Thanks ya, seneng bisa kenal kalian,” ucap Reina sambil menghapus air matanya.
“Not bad.”
KAMU SEDANG MEMBACA
HESITANT
Teen FictionMasa lalu atau masa depan apakah sama? Mengandung luka namun banyak arti atau menyimpan banyak kenangan indah namun menyakitkan? Dengan kehadiaran kedua lelaki dikehidupan yang baru, sungguh menyulitkan. Antara harus tetap bertahan dengan yang sekar...