BAB 7

367 82 40
                                    

Jangan remehkan orang yang selalu ada dan selalu menuruti kemauanmu. Dia melakukan itu karena dia tulus kepadamu.

•••

Zafran melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Pulang sekolah tadi ia langsung pergi ke Waping untuk menongkrong bersama kawan-kawannya seperti biasa. Entah lelaki itu sedang memikirkan apa, karena dilihat dari tingkahnya sudah jelas terlihat seperti orang yang sedang ada masalah. Tidak seperti biasanya ia seperti ini, menjadi seorang yang banyak berfikir apalagi ini tentang 1 cewe.

Ya! Reina. Semenjak kenal dan berpacaran dengannya banyak sekali yang berubah dikehidupan Zafran. Entah itu hal baik atau buruk. Tapi baginya, Reina adalah segalanya yang mampu merubah dirinya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Seseorang tentu akan sangat diprioritaskan di kehidupannya bila seseorang itu sangat penting untuknya.

Namun, saat Zafran akan melangkah memasuki Waping, langkahnya terhenti ketika mendengar suara langkah kaki seseorang dan menoleh ke arah kebelakang.

Dimana ia melihat Reina tengah berlarian, entah itu karena apa. Tanpa berfikir panjang, Zafran kemudian mengejarnya, baru beberapa langkah ia berlari, lalu berhenti begitu saja, dimana mobil sport berwarna merah baru saja melintasinya.

“Candra?” gumamnya.

Zafran akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengejar Reina. Ia lalu masuk kedalam Waping dengan wajah dingin, menahan amarah yang ia tahan saat ini.

Zafran lalu mendudukan tubuhnya pada kursi panjang yang ada dibelakang Waping. Ada Brian dan Leon yang sedang bermain gitar kesayangannya.

Entah mereka menyadari kehadiran Zafran atau tidak, mereka tetap cuek saja. Zafran merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan membuka kontak untuk menelfon seseorang.
Tak lama seseorang yang ia telfon mengangkat telfonnya.

“Gausah lari. Ikutin aja.” ucapnya pada seseorang tersebut.

“Tapi, Zaf. Aku jaga semuanya buat kamu. Aku ngebuktiin omongan aku biar kamu percaya dan ga marah.”

“Perintah papa lo. Turutin aja. Tadi dia udah nelfon gue.”

“Tapi Zaf...”

Tut..

Zafran mematikan sambungan telefonnya
begitu saja. Jadi benar yang dikatakan papa Reina tadi saat menelfon Zafran. Candra menjemput Reina.

Zafran tidak bisa berbuat apa-apa jika sudah mengenai orang tua Reina, karena papa Reina bisa dikatakan mempunyai sifat keras kepala dan egois. Zafran menghembuskan nafasnya kasar.

“Kenapa lo Zaf?” tanya Brian pada Zafran saat mendengar suara hembusan nafas kasar Zafran.

“Biasa.” jawabnya cuek.

“Okey.”

Brian mengangguk paham apa yang diucapkan Zafran. Lalu ia memetik senar gitarnya lagi. Sambil berdehem untuk menyanyi mengiringi alunan gitarnya. Berdehem? Nisa Sabyan? Hmm.. Hmm.. Hmmm..

“Sekarang lo mau gimana, Zaf?” tanya Leon tiba-tiba.

“Maksud lo?” jawab Zafran sambil mengangkat satu alisnya tanda ia tidak mengerti.

“Candra bakal menetap disini asal lo tau. Dia kerja diperusahaannya papa Reina.”

“Tau darimana lo?”

“Yaelah Bambang. Bokap gue kan kerja disana juga.”

“Jadi gini cara mainnya Candra?” ucap Zafran sambil melipat kedua tangannya di dada.

HESITANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang