BAB 13 - MAUNYA APA

265 22 27
                                    

Aku lelah. Sangat lelah. Ingin menyerah, tapi keadaan menuntutku untuk terus bergerak. Berjuang maju. Namun hatiku, perasaanku sungguh aku tidak tahu.

•••

Ya, ini adalah sebuah perasaan yang tak seharusnya dia rasakan, sebuah emosi yang seharusnya dilupakan. Sangat menyakitkan jika harus mencintainya, yang ada hanya menyebabkan masalah yang tak terduga.

Masa lalu? Seharusnya biarlah berlalu. Namun, apa daya jika hadir kembali? Mengungkitnya kembali. Apakah pantas kita terima lagi? Bagaimana jika masa lalu itu menyakitkan, sangat menyakitkan? Rasanya, ingin membuangnya jauh-jauh.

“Reina?”

“Hm?” jawabnya dengan sebuah deheman.

“Kenapa? Sakit? Lesu banget kelihatannya,” tanya Viona.

“Gak apa-apa, Ma. Cuma capek aja seharian sekolah,” jawabnya dengan letih.

“Senyum dong. Kita mau ke acara makan malam, ini juga investor Papa kamu,” pinta Viona.

“Jangan buat Papa kecewa Reina,” cetus Bima.

“Iya, Pa,” jawabnya pasrah.

“Gak apa-apa. Ada gue, tenang aja,” bisik Reyhan sambil menggenggam tangan Reina.

Hari ini, rasanya Reina ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya. Namun acara menggagalkannya dan dia harus menghadirinya. Jika saja bukan kemauan Bima, papa Reina, dia ingin sekali pergi jauh dari rumah.

Reina harus ikut kembali ke acara makan malam bersama keluarga Candra, karena berhubungan dengan bisnis perusahaan. Reina selalu mendumel kesal, kenapa tidak mencari investor lain? Kenapa harus keluarga Candra?
Namun hatinya jauh sedikit lebih tenang, karena ada Reyhan, kakak laki-lakinya yang ikut menghadiri acara. Perasaannya saat ini jauh tidak baik-baik saja. Walau terlihat lesu dan tidak semangat, namun wajah cantiknya tetap berseri.

Bahkan Reyhan terus menggenggam tangan Reina, mengisyaratkan semua baik-baik saja.

“Hai Bima! Kabar baik?” sapa Gio.

“Baik-baik saja. Alhamdulillah bisnis juga berjalan lancar,” ujar Bima.

Mereka pun saling bercipika-cipiki, saling menyapa dan tersenyum ramah. Lain lagi dengan Reina, hanya tersenyum secara paksa dan langsung mendudukkan pantatnya pada kursi yang sudah disediakan. Reina menatap Candra tidak minat, walau kemarin sudah terlihat akrab dan baik-baik saja. Namun hati dan perasaan Reina masih mengganjal.

“Reina, tambah cantik ya?” puji Grisel, mama Candra.

“Makasih, Tante,” jawab Reina.

“Candra juga kelihatan tambah dewasa ya, ganteng,” puji Viona.

“Makasih Tante, nurun dari Papa soalnya,” ujar Candra.

Mereka semua pun tertawa dan berbincang satu sama lain. Sesekali Candra menatap Reina dan tersenyum kepadanya. Namun Reina menghiraukannya, tidak peduli sama sekali. Reyhan yang mengerti bagaimana kondisi mood Reina, dia lalu berbicara supaya acara makan malam dipercepat.

“Bagaimana kalau kita langsung mulai ke intinya, dan menikmati hidangannya?” ungkap Reyhan.

“Ah, ya benar kamu Reyhan,” jawab Gio. “Penerus kamu yang sangat sesuai. Persis dengan kamu, Bim,” lanjutnya.

“Pasti dong.”

“Wisuda kapan Rey?” tanya Gio.

“Tahun depan Om, pas Reina lulus sekolah,” jawab Reyhan ramah.

HESITANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang