8. Harus Bagaimana?

188 61 197
                                    

Suara dari benda yang terlempar keras sangat menganggu pendengaran Alvi, takut jika hal itu terulang kembali. Dirinya tak bisa menghentikan perdebatan antara dua orang itu.

Gadis mungil mendekatinya dan bertanya padanya, "kak, Ayah kenapa harus begini? Tania takut".

Tania naik ketempat tidur Alvi lalu memeluknya. Alvi memejamkan matanya mendongak ke langit-langit atap, dirinya merasakan kesakitan ini sudah lama sebelum Tania ada, ia menderita sendirian tak berani mencurahkan isi hatinya pada siapapun. Pria itu selalu saja membuat Alvi semakin membencinya.

Setetes air mata terjatuh di pipinya, Alvi menangis namun ditutupi dengan tawanya, "bodoh, tiba-tiba teringat masa lalu". Alvi mengusap matanya yang basah mengusap puncuk kepala Tania lalu menciumnya. Ia tak boleh lemah, ia masih punya seseorang yang harus ia lindungi.

Suara gaduh dari luar sana masih terdengar jelas, tetapi Alvi berusaha tidak menghiraukannya. Jika ia meluapkan amarahnya sekarang, dia tak ingin Tania takut padanya. Karena marahnya Alvi setara dengan pria itu. Sebuah perkelahian mungkin akan terjadi jika dirinya benar-benar sudah kehilangan kesabaran.

Usai Tania terlelap pulas di kasurnya, Alvi mulai beranjak pergi keluar kamar. Suara-suara itu sudah tidak ada.

Pemandangan dari pecahan vas bunga yang berserakan di lantai adalah hal pertama yang di lihat, orangtuanya tengah berada di dapur. Bukan, hanya ada ibunya seorang.

"Bu, ayah kemana?" Tanya Alvi disambut hangat oleh Tina. Senyum dari wanita itu sangat terlihat terpaksa, haruskah dia menyembunyikan semua masalah ini seakan tak pernah terjadi? padahal perdebatan mereka tadi begitu terdengar jelas.

"Ayah mengambil uang ibu lagi?" Tanya Alvi lagi, menebak yang mungkin benar adanya.

Tina hanya diam. Alvi tersenyum miring, menarik napas beratnya. Sebentar lagi mungkin amarahnya akan meledak tetapi sebisa mungkin ia tahan. Takut jika adik kesayangannya terbangun dari tidurnya.

Tina terlihat sibuk membalut tangannya yang terluka. Tetapi ia menyembunyikan kegiatannya dari Alvi dan terus membelakanginya.

"Alvi, lebih baik kamu tidur. Besok kamu harus sekolah" kata Tina lembut.

"Ibu jawab pertanyaan Alvi dulu, benerkan pria brengsek itu mengambil uang ibu lagi!?".

Tina masih bungkam dengan pertanyaan anaknya, sejujurnya dirinya sangat enggan membahas masalah itu.

"Ibu jawab Alvi" Alvi mendekat pada Tina, kian menuntut. Secepat mungkin wanita itu menyembunyikan kain putih berserta alkohol di balik toples-toples.

"Iya"

Hanya jawaban singkat itu saja yang terdengar dari telinga Alvi, dirinya langsung berlari ke garasi. Tidak di temukan keberadaan mobil hitam yang biasa dia bawa di sana.

Alvi berdecak mengambil kunci sepeda motor, menyalakan dan mulai mengendarainya.

"Pria itu harus perlu dihajar" kecamnya.

Angin malam sangat menusuk bulu kuduk Alvi di tengah perjalanannya menuju sebuah tempat. Amarahnya sangat tidak tertahan, sumpah serapah terus keluar dari mulut Alvi.

"Kenapa gue harus hidup seperti ini?", Dada Alvi begitu sangat sesak sedangkan air matanya mulai menganggu penglihatannya.

***

Flashback On

"ANAK KURANG AJAR! DIMANA PERILAKU SOPAN SANTUNMU!" Pria itu baru saja mendorong tubuh kecil Alvi. Untuk pertama kalinya Alvi berontak dengan hal ini.

LOOK AT ME (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang