Chapter 6

19 5 2
                                    

Langit sore itu masih ditutupi awan Kumolonimbus. Kali ini, pria berambut ikal dengan iris mata terang sedang melintasi jalanan stapak dengan langkah berat. Raut wajahnya dipenuhi kesedihan. Seragam dan tasnya dibiarkannya basah bersama tangis awan saat itu. Akhirnya, dia memberhentikan langkahnya tepat didepan rumah yang cukup besar. Memasukinya dan duduk diatas sofa di ruang tamu bertema monokrom itu membuat orang tahu itu rumahnya.
   "Josh, kau kenapa pulang basah?" Tanya seorang wanita tua dengan kacamata dan rambut beruban yang dikonde.
   "Vio, nek. Dia..." sepertinya pria itu tak dapat meneruskan kata-katanya lalu menuangkan emosinya saat itu. Wanita tua didepannya itu memaklumi cucunya itu. Saat umur 6 tahun , Ibu kandungnya meninggal dan dia harus tinggal dengan Ayah tiri yang cukup sibuk. Ditambah kabar kematian kekasihnya yang neneknya dengar dari lingkungannya.
   "Ya ampun... Josh tasmu basah. Apa buku-bukunya juga?" Tanya wanita tua itu sembari mengeluarkan buku-buku dari dalam ransel hitam yang tadi dibawa cucunya yang kian basah. Neneknya mengelus-elus pundak pria bernama Josh itu, mencoba menenangkannya.
   "Sudah... sudah... gantilah pakaianmu dan jangan sampai Ayahmu tahu ya?" Pintah neneknya
   "Dia bukan Ayahku nek!" Kata Josh dengan nada tinggi
   "Jangan bicara begitu Josh. Bagaimanapun, dia..."
   "Sudah menikahi Ibuku dan menjadi Ayah tiriku. Aku tahu, tapi dia hanya sebagai Ayah tiriku. Nenek harus tahu itu" kata Josh yang memotong perkataan neneknya sembari pergi ke kamarnya. Neneknya menarik nafas panjang, cucu satu-satunya dia tidak bisa hanya dengan didikan lembut darinya selama ini. Ditambah pergaulannya yang salah, walau sebenarnya anak itu cukup pandai di bidang matematika dan olahraga.

...

Josh menyeburkan diri kedalam bathup berisi air dingin di kamar mandi yang terletak didalam kamarnya. Saat umur ke-5, kakeknya dibunuh dengan tidak wajar, dan tidak sampai setahun diumurnya yang ke-6, Ibunya juga dibunuh dengan cara yang sama. Ayahnya selalu sibuk dan terkadang terlalu keras padanya, neneknya yang selalu ada untuknya tapi memiliki aturan yang terlalu banyak buatnya walaupun itu demi dirinya. Yang mengerti dirinya hanyalah Viorenza, pacarnya sebelum gadis itu meninggal dengan tidak wajar pula.
   Josh menenggelamkan wajahnya didalam bathub-nya sebelum menyadari sesuatu. Mereka semua dibunuh dengan cara tidak wajar, bukan begitu? Dia menarik wajahnya dan menarik nafas sebanyak-banyaknya.
   "Aku harus mencari tahu apa yang terjadi." Tekadnya pada dirinya sendiri

...

Cklek
   Tesa membuka pintu rumahnya yang dicat putih itu, lalu merebahkan diri diatas sofa merah muda dan meletakkan tasnya diatas meja. Dari sisi dapur, Yoanna datang sambil membawa kopi hitam untuk Ibunya itu.
   "Tumben sekali kau sudah membuatkan Ibu kopi" kata Tesa sembari meneguk minuman itu.
   "Bu, kami melakukannya" kata Yoanna. Ibunya hampir tersedak lalu meletakkan cangkir putih itu di meja kembali.
   "Jadi, kalian sumber berita di media itu?" Tanya Ibunya yang menyadari maksud perkataan Yoanna itu
   "Ya Ibu. Kata Cici, dia juga ingin mengurung orang-orang dan melihat kanvas yang bersih akan dibiarkan hidup" kata gadis yang berkulit mirip Ibunya itu
   "Wah,wah... akhirnya dia mengikuti saran Ibu selama ini. Tapi, kenapa tiba-tiba?" Kagum Tesa yang diikuti pertanyaan itu
   "Katanya, supir ojek mesum tadi sangat melecehkannya. Dan... aku juga setuju karena Jullie masih menggangguku. Vio musuh Cici sudah kami habiskan. Kini, untuk membalas Jullie kami mengadakan sedikit aturan main yang baru. Intinya, mulai sekarang basement itu akan menjadi tempat tinggal mereka sekarang." Kata Yoanna menjelaskan yang mengundang senyum bangga di pipi Tesa. Wanita paruh baya itu meneguk kopinya lalu bertanya
   "Apa kalian menggunakan sarung tangan tadi?" Tanyanya
   "Ya" jawab Yoanna
   "Apa ada orang lain disekitar sana?" Tanya Ibu dua anak itu
   "Tidak. Dan tentu saja, kami mengikuti cara pemotongan yang diajari Ibu." Jawab Yoanna yang seolah sudah mengetahui apa yang akan ditanyakan Ibunya selanjutnya
   "Hmmm.... bukankah menjadi seorang perawat yang menguasai anatomi ada gunanya?" Tanyanya pada dirinya sendiri
   "Tapi Bu, aku lapar" rengek anak itu
   "Ya, Ibu akan memasakan sup hati babi untukmu dan adikmu. Bangunkan dia saat makan malamnya sudah selesai" suruh Tesa
   "Dia belum tidur Bu, dia mengatur rencananya untuk besok. Dan... oh ya, kata Iblis itu ada yang mulai curiga dengan kami. Tapi, Ibu tenang saja. Jika kami tahu siapa dia, dia adalah penduduk basement yang ketiga." Kata Yoanna

...
  

   Tesa memotong-motong bawang, sayur-sayuran dan merebus hati babi di dalam sebuah panci. Setelah selesai membuat sup itu, dia memecahkan telur mentah keatasnya kemudian menyajikannya. Mereka makan dengan tenang, kemudian memberi makan sisanya ke burung gagak di ruang bawah tanah, lalu menempel foto baru di basement sebelah ruang bawah tanah itu.

...

Jam digital di meja kamar Josh telah menunjuk angka 01.15. Pria tampan itu terlihat telah terbaring diatas kasurnya dengan mata yang tertutup rapat. Dia tahu jam segini Ayahnya baru pulang dan akan mengecek dirinya apabila telah berada di alam bawah sadar atau belum. Ya, kedengarannya seperti anak-anak bukan? Itulah yang dipikiran Josh. Dan benar saja itu terjadi. Ayahnya membuka pintu kamarnya memastikan dia telah terlelap. Begitu melihat Josh telah tertidur, Ayahnyapun pergi dari sana. Josh membuka mata indahnya yang ternysta belum tidur
   "Sekarang, waktunya aku menyiapkan segalanya" katanya. Dia mengambil perban, pemukul baseball, dan beberapa peralatan lain yang Ia masukkan kedalam ranselnya yang telah kering. Ia melihat bayangannya di jendela lau melemparkan bola baseball untuk memecahkannya. Oh tidak, bunyinya bisa mengundang Ayah masuk.
   "Jeffrey, jangan bermain di dapur!" Terdengar suara Ayah tirinya dari kamar milik pria setengah baya itu yang mengira kucing mereka yang memecahkan sesuatu didapur. Josh menarik nafas lega lalu mengambil pecahan kaca jendela yang agak besar dan memasukannya kedalam sebuah tas plastik, lalu baru dimasukkan ke ranselnya.

...

Disisi lain, terlihat Ayah Josh yang sedang mengintipnya dari lubang pintu.
   "Pergilah nak, cari tahu siapa yang membunuh Ibumu" kata Ayah tirinya itu. Nenek Josh kemudian memegangi pundak Ayahnya mencoba membuat pria itu bersabar.

...

Pagi biasa di sekolah menengah. Josh menggandeng ranselnya di pundak kanannya sambil menyusuri jalan koridor sekolah. Tiba-tiba, dia menyambar pundak Christina yang sedang berjalan bersama saudaranya Yoanna, membuat sebuah potongan kain merah dari saku rok wanita itu terjatuh.
   "Uh... maafkan aku. Ini!" Kata Josh sembari memberikan potongan kain merah itu. Dengan takut, Christina mengambil kain itu dengan cepat
   "Iya, tak apa" kata Christina lalu pergi bersama Yoanna.
   "Bukannya Christina pergi ke toilet sebelum Viorenza?" Tanya Josh dalam batinnya
   "Mereka sering mengatakan mereka berdua adalah kembar. Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Josh lagi

...

Jullie terlihat sedang mencari sesuatu di dalam toilet, lalu menemukan sebuah benang merah didekat wastafel. Gadis itu keluar dari toilet wanita dan memberikan penggalan benang itu kepada Josh
   "Boo!" Kata Josh

...

Plastic GoatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang