"Mau mangga?"
Perempuan didepan Arjun hanya diam, membuat Arjun agak celingukan setelah menatap lekat-lekat wajahnya yang memerah dan sembab. Arjun menghela napas, memundurkan langkah kakinya sedikit dan duduk didepan perempuan tersebut. Menaruh mangga didepannya, dan dia merogoh sakunya, kemudian berhasil mendapati apa yang ia cari, sebuah cutter kecil berwarna hijau muda. Laki-laki itu pun mengupas satu mangga yang dia ambil, hanya kecil, mungkin cukup untuk dua orang.
"Kenapa dikupas?" tanya perempuan didepannya yang kini sudah duduk manis didepan Arjun sembari menatap tangan Arjun yang dengan lihai-nya mengupas sebuah mangga hanya menggunakan cutter kecil.
"Buat lo." Arjun menjawab dengan tenang tanpa melihat kearahnya.
"Aku kan belum bilang iya," jawabnya yang kini membersihkan matanya. Arjun memberhentikan gerak tangannya, mengambil sesuatu lagi dalam sakunya, sebuah tissue. "Lap pake ini, jangan pake tangan. Kotor." Arjun sudah mengulurkan tangannya dengan satu bungkus tissue, kemudian perempuan didepannya langsung menerima, mengambil satu tissue dan mengembalikannya pada Arjun. "Kamu belum jawab yang tadi."
Arjun tertawa kecil, menyunggingkan senyumnya, lantas menatap wajahnya sebentar sebelum kembali fokus mengupas mangga dan memotong-motongnya menjadi kecil, kemudian ditaruh-nya diatas beberapa lembar tissue. "Lo bilang belum, berarti mau." Tangannya berhenti, menaruh biji mangga diatas lembar tissue yang lain, kemudian membersihkan tangannya menggunakan tissue yang lain. "Nih, makan. Kalo nggak manis, liat gue aja."
Perempuan didepannya mendecih, tanpa malu, dia mengambil satu mangga yang sudah dipotong, kemudian disusul oleh Arjun yang ikut menyantapnya juga. "Nama gue Arjun." Arjun memperkenalkan diri tanpa diminta oleh perempuan yang ada didepannya.
"Udah tau."
"Kok bisa? Cenayang lo?"
"Aku gini-gini juga nggak kurang pergaulan."
"Kayak lambe turah ya berarti." Arjun tertawa kecil sebelum melahap satu potongan mangga lagi. "Kalo nama lo?" tanyanya setelah membersihkan tangannya menggunakan tissue.
"Zuyuna. Biasanya dipanggil Caca kalo buat yang deket, tapi orang lain yang nggak deket mah selalu panggil lengkap, Yuna." Perempuan yang memiliki nama Zuyuna itu menjawab sembari memakan lahap mangga.
"Kalo gitu gue panggil lo Caca aja, biar kayak orang deket." Arjun membersihkan sampah-sampah tanpa menatap kearahnya.
"Sok deket kamu."
"Aku orangnya dekat sama siapa aja, Pak Supe aja aku ajak temenan, kemarin aku ajakin dia buat ke club, tapi nggak mau, katanya mending uangnya dipake buat beli beras." Arjun bangun dari duduknya sembari membawa sampah mangga dan tissue, beranjak dan membuang sampahnya kedalam tong sampah yang tak jauh dari tumpukan meja dan kursi yang jadi tempat persembunyiannya tadi.
Zuyuna ikut bangun, kemudian berjalan kearah bawah pohon mangga yang terdapat kursi kayu panjang. Sementara Arjun kembali membawa mangga dan berjalan kearah Zuyuna juga, lantas duduk disebelahnya.
"Kamu suka ke club?" tanya Zuyuna penasaran setelah mendengar cerita Arjun tadi.
"Kata siapa?" Arjun bertanya balik.
"Tadi kamu bilang kemarin ngajakin Pak Supe ke club," jawab Zuyuna yang sudah mengerutkan dahinya, bingung.
"Aku bercanda." Arjun menunjukkan senyum lebarnya, merasa berhasil telah membohongi Zuyuna.
Perempuan disebelahnya menghela napas. "Kenapa mendadak ngomong aku-kamu?" tanyanya lagi.
"Nyesuain sama kamu, biar lebih sopan."
Hening.
"Kamu nggak bareng temen yang lain?" Zuyuna kembali bertanya, membuat Arjun menolehkan kepalanya dan mengangkat satu alis. "Cita-cita kamu jadi wawancara?" Arjun bertanya balik.
"Bukan. Kenapa?" Kini Zuyuna malah bertanya balik lagi sembari menggelengkan kepalanya.
"Nanya terus. Kali-kali aku yang tanya," jawab Arjun yang langsung tertawa kecil. Zuyuna hanya menjawab dengan ber-oh panjang sembari manggut-manggut.
"Maaf, tadi aku nggak sengaja denger omongan kamu sama Adit." Arjun menoleh, memasang wajah datar, namun dalam hati sudah ambyar. Sementara orang disebelahnya hanya menggeleng, kemudian tersenyum. Gadis itu menunduk, mengayunkan kedua kakinya, lalu menghela napas.
"Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya." Zuyuna memohon dengan senyumnya, namun wajahnya nampak tak melihat kearah Arjun. Arjun mengangguk.
"Aku nggak bakal macem-macem, tapi kalo kamu ngerasa ada yang nggak beres, cerita aja sama aku. Aku orangnya suka denger cerita orang lain, tapi bukan pemberi saran yang hebat." Arjun sudah menjelaskan panjang lebar, berharap Zuyuna mengerti dengan ucapannya. Sementara dia mengangguk. "Makasih."
Hening. Tak ada pembicaraan lagi setelah akhirnya Arjun mendengar bahwa suaranya terpanggil. Mereka berdua menengok. "Dicariin, malah pacaran! Mangga nya mana anjir?" Naufal terengah-engah, disusul oleh Imam dibelakangnya yang kini sudah jongkok.
"Gue makan satu." Arjun menjawab tanpa dosa, kemudian memberikan dua mangga yang dipegang olehnya kearah Naufal. "Bilang aja cuma dua. Bohong dikit-dikit mah nggak apa-apa," kata Arjun sekali lagi.
Naufal terdiam, membuat Arjun mengerti ekspresi wajahnya. "Ca, aku ke kelas ya?" Arjun meminta izin, sadar bahwa setelah ini Naufal akan banyak bertanya melebihi Zuyuna.
"A-ah, iya. Aku juga mau ke kelas," jawabnya dengan tersenyum dan bangun dari duduknya.
"Yaudah, duluan!" Arjun kini berlari, disusul oleh Naufal dan Imam, meninggalkan Zuyuna sendirian yang tengah melambaikan tangannya sembari tersenyum.
--- To Be Continued ---
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (Tzuyu TWICE - Jun SEVENTEEN) ✔
Teen Fiction[TAMAT] Diharap follow sebelum membaca, ya! "Mulai sekarang, lo bisa jadiin gue rumah untuk pulang. Supaya lo nggak sedih terus dan nggak kesepian lagi. Biarin gue jadi rumah lo."