"He Arjun! Lo kemarin sore kemana?! Gue sama yang lain nungguin tau!" Selly yang melihat Arjun baru memasuki kelas sudah teriak-teriak dipagi hari, membuat murid lain langsung menoleh kesumber suara.
Arjun terkejut. Kemarin dia sama sekali tak sadar bahwa sorenya akan ada kerja kelompok, padahal dia sendiri yang menyuruh kelompoknya untuk mengerjakan tugas bersama selepas pulang sekolah.
"Eh, gue lupa. Langsung balik kemarin gue, maaf, maaf.." Arjun menghampiri Selly, pun menghampiri Irene yang disamping Selly, kini sudah menatapnya sinis.
"Ah terserah deh!" Gadis yang diajak berbicara oleh Arjun itu langsung pergi keluar kelas, entah kemana. Sementara Arjun menghela napas, merutuki dirinya sendiri kenapa bisa melupakan hal itu, padahal nilai-lah yang Arjun kejar saat ini.
Akhirnya, sebagai imbalannya, disinilah mereka sekarang. Dikelas yang sepi karena murid lain sudah pulang, walaupun masih ada beberapa yang terlihat, mungkin niat mereka pun sama: kerja kelompok.
Selly sudah mengeluarkan laptop. Hayi bertugas mencari materi dibuku, sementara Yuta bertugas mencari materi diinternet. Sementara Irene menyiapkan buku catatan untuk segera menulis ringkasan materi oleh Hayi dan Yuta. Lalu Arjun bertugas mengerjakan tugas bersama Selly, saling bekerja sama.
"Kalo dibuku kurang nih, gue cuma dapet definisi sama tahap-tahap nya aja." Irene mengarahkan buku tulis miliknya yang sudah digaris bawahi menggunakan stabilo.
"Yuta?" Arjun menoleh. Yuta mengangguk, namun ekspresi-nya agak kurang meyakinkan. "Kurang paham gue sama yang beginian, dapetnya juga cuma arti sama jenis-jenis nya aja."
Arjun menghela napas, sementara Selly membaca tulisan yang Irene tulis dibuku catatannya saat beberapa minggu yang lalu. "Lagian lo kenapa milih depresi, sih? Padahal gampang kalo soal kekerasan," kata Selly yang kini mulai mengeluh.
"Kan udah diambil yang lain, lagian gue ngeh nya itu doang." Arjun membela diri.
Tok tok!
Mereka yang didalam kelas seketika menoleh dengan kompak, membuat seorang perempuan yang kini berada didepan pintu kelas sambil membawa buku agak terlonjak kaget melihat sudah ada lima orang yang menatapinya dengan wajah datar.
Arjun berdiri, menghampirinya. "Ngapain, Ca?" tanya Arjun agak memelankan suara agar teman-temannya tak terganggu.
Zuyuna yang mendadak mendatangi kelas X IPS 1, jelas saja membuat teman-teman Arjun penasaran, pun Arjun sendiri seperti itu. Perempuan itu agak grogi, kemudian memberikan sebuah buku paket berwarna hijau muda dan putih yang sudah agak usang.
"Tolong kasih ini ke Moulyn, ketinggalan ditas aku kemarin," katanya seraya memberikan buku yang ia pegang kepada Arjun.
Arjun mengangkat alisnya sebelah, tak langsung diterima. "Kenapa nggak besok aja?" tanyanya heran.
"Besok aku nggak masuk, Moulyn bilang suruh taruh aja dikolong meja nya, tapi aku nggak tau dimana," jawab Zuyuna dengan santai.
Arjun mengangguk-angguk, kemudian langsung memegang buku milik Moulyn tersebut. "Lo mau pulang?" tanya Arjun lagi, walau sebenarnya ini benar-benar jauh berbeda dari topiknya barusan.
Zuyuna mengangguk. "Dulua—"
"Bantuin gue."
"Kalian bisa bikin soal 'apakah depresi masih dianggap tabu oleh masyarakat?' mungkin nggak semua masyarakat, tapi faktanya, beberapa masyarakat di negara Korea memang masih menganggap hal tabu, tapi aku kurang tau kalo di Indonesia sendiri." Zuyuna menjelaskan sembari menaruh tas ransel berwarna biru pastel-nya itu diatas meja dibelakangnya, kemudian menduduki kursi yang sudah ia ambil.
Selly setuju, kemudian angkat bicara. "Kayaknya sama juga kaya Korea. Beberapa orang tua jaman dulu juga kadang suka anggap kurang iman atau mitos," jelas Selly yang membuat teman-teman disampingnya juga mengangguk setuju.
"Terus, kita juga bisa bikin pertanyaan apa kemungkinan, seorang ibu yang baru melahirkan itu bisa terkena depresi atau enggak. Kalian bisa cari jawaban itu di internet," kata Zuyuna lagi menjelaskan, sementara Arjun disampingnya malah fokus menatapnya, merasa bangga bisa membawa Zuyuna untuk membantu kelompoknya.
Yuta bertepuk tangan sembari menunjukkan gigi putihnya. "Keren, gue nggak kepikiran soal itu," kata Yuta yang secara tak langsung memberikan pujian terhadap Zuyuna. Hayi disebelahnya memukul kepala Yuta menggunakan pulpen hitamnya dengan pelan. "Lo emang lemot sih."
Zuyuna hanya tersenyum, kemudian mengangguk dan mengucapkan sama-sama walau dengan suara pelannya, tapi Arjun yang disampingnya bisa mendengar hanya dari pelafalan bibirnya.
***
Arjun mengemas buku-bukunya, setelah beberapa kali ditinggalkan oleh teman-temannya setelah mengerjakan tugas kelompok. Pun Zuyuna sudah pulang setelah dia menjelaskan bagaimana dengan pertanyaan yang akan mereka buat untuk mempresentasikan tugas mereka. Arjun menghadap kejendela, menyadari bahwa langit sudah gelap, bahkan angin pun mulai terasa lebih kencang. Waktu menunjukkan pukul lima sore, laki-laki itu harus cepat pulang.
Ia melangkahkan kakinya keluar kelas, tak lupa mematikan lampu dan menutup pintu kelas, menyadari bahwa sepertinya hanya dirinya-lah yang tersisa diruangan ini selain guru-guru yang masih bertugas atau berjaga. Arjun berjalan didalam lorong, kemudian melihat kearah lapangan yang sudah tak ada murid kecuali dirinya. Namun langkahnya terhenti ketika laki-laki itu melihat kedalam kelas yang pintunya tertutup, namun Arjun yakin, dia mendengar suara dari dalam situ.
Arjun pelan-pelan membuka pintu, dugaannya benar. Ia melihat seorang perempuan yang rasanya ia kenal, tengah duduk dikursi depan seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Ca, lo kenapa?!" Arjun masuk kedalam kelas, langsung membuka kedua tangan Zuyuna dan melihat wajahnya yang sembab, memerah.
Tak ada jawaban.
Arjun menghela nafas, kembali menutup pintu, kemudian pergi melangkahkan kakinya kearah Zuyuna dan membelakanginya.
"Kadangada waktunya kapan lo harus pergi dan pulang."
--- To Be Continued ---
a/n:
ayo guys jangan lupa vote, comment and share :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (Tzuyu TWICE - Jun SEVENTEEN) ✔
Teen Fiction[TAMAT] Diharap follow sebelum membaca, ya! "Mulai sekarang, lo bisa jadiin gue rumah untuk pulang. Supaya lo nggak sedih terus dan nggak kesepian lagi. Biarin gue jadi rumah lo."