Benar, memangnya dia siapa? Pacar? Bukan. Teman? Belum kenal sampai sebulan. Tapi tiba-tiba merasa kalau dirinya dikhianati? Sungguh, kenapa Arjun merasa hari ini berjalan lambat sekali? Padahal tadi pagi, cowok itu ingin segera pergi ke sekolah lantaran untuk mengembalikan handphone miik Zuyuna. Tapi kini, rasanya ia benar-benar ingin menghilang dari muka bumi ini.
Setelah bertemu Adit, laki-laki itu tak membantu. Yang ada malah menciptakan jalan buntu. Arjun benar-benar bingung sekarang. Ia ingin tahu semua hal tentang Zuyuna, tapi rasanya kenapa sesulit ini?
Ah, sejak kapan seorang Arjun Pratama benar-benar memperdulikan seorang perempuan sehingga harga dirinya seakan dibuat jatuh seperti ini?
Ia melihat ke arah jam dinding, bel pulang akan berbunyi beberapa menit lagi. Ia mengantuk setelah mendengarkan ceramah dari guru Agama, selalu seperti itu ketika sudah memasuki jam pulang. Ketika Bu Anis memberi materi sembari ceramah, Arjun sebenarnya tak mendengar. Cowok itu sibuk menatap kearah luar jendela, melihat sebuah lapangan besar yang sepi. Pikirannya dibuat menjelajah daripada harus mendengarkan Bu Anis kali ini.
Tepat ketika pukul tiga, bel pulang berbunyi dengan keras. Membuat seluruh murid X IPS 1 berteriak riuh, padahal Bu Anis belum menyelesaikan materinya, tapi beliau langsung meninggalkan kelas sembari mengucap salam. Murid lain keluar dengan cepat, namun ada dari mereka yang harus piket sebelum pulang. Sementara Arjun, kini rasanya benar-benar malas berjalan. Bisa tidak, sih, dia menggunakan teleport saja? Ya, kalau bisa.
Setelah ia keluar kelas, ia melihat seseorang yang membuat pikirannya kacau. Ia menghembuskan nafas berat, berjalan malas kearah lorong tanpa memperdulikan Zuyuna yang sebenarnya tengah memperhatikan Arjun. Zuyuna tampak biasa, malah heran melihat Arjun yang tiba-tiba melewatinya. Padahal ia kira, Arjun akan menyapanya.
Gadis itu segera berjalan meninggalkan temannya, menghampiri Arjun dan melangkah disampingnya. Tapi Arjun tetap fokus pada langkahnya, seakan tak melihat ada seseorang yang memperhatikannya dari samping. Zuyuna melambaikan tangan kanannya kedepan wajah Arjun, tetap tak ada reaksi. Akhirnya, gadis itu mempercepat langkah kaki dan mendadak berhenti didepan Arjun, membuatnya mendadak berhenti.
Zuyuna memicingkan mata, lalu berkacak pinggang. "Aku kesini mau minta balikin hape. Mana?"
Arjun tak menjawab, laki-laki itu langsung membuka tas hitamnya, mengambil sesuatu dari dalam sana dan memberikannya pada Zuyuna, kemudian kembali memakai tas ranselnya. "Lain kali jangan titip ke gue lagi," katanya yang langsung pergi meninggalkan Zuyuna.
Arjun bukan membencinya. Hanya saja, ia butuh waktu untuk memahami semuanya. Memahami dunia Zuyuna yang begitu luas dan susah untuk ia hafal.
Zuyuna makin merasa aneh, langsung saja berlari lagi menghampiri Arjun. Menyamakan langkah kakinya dengan laki-laki disebelahnya. Hanya berjalan beriringan, tanpa sebuah pertanyaan, sapaan atau candaan. Saling hening. Dan tentu saja, situasi itu benar-benar membuat Arjun canggung. Hingga akhirnya ia menoleh, melihat Zuyuna yang berjalan sambil menundukkan kepalanya.
"Ngapain lo liat kebawah? Baca doa?" tanya Arjun dengan khas nya yang bercanda, membuat Zuyuna disebelahnya jadi menengok, kemudian menatap lurus ke depan.
"Kamu kayaknya lagi ngejauh?" tanya Zuyuna yang langsung ke inti tanpa basa-basi.
Arjun menghela nafas. "Ngejauh gimana? Emangnya kapan kita deket?" Pertanyaan yang dilontarka Arjun berhasil membuat Zuyua berfikir. Iya juga, memangnya sejak kapan mereka menjadi dekat? Bukankah Arjun hanya sebatas kenalannya saja?
"Bukan karna semalam, kan?" Zuyuna menoleh, Arjun mengerti maksudnya apa, kemudian menggeleng dengan percaya diri.
"Maaf, aku kira kita itu teman. Kalo kamu mau ngejauh karna hal semalam, silahkan. Aku nggak maksa." Setelah Zuyuna mengatakan kalimat seperti itu, ia mempercepat langkahnya, pergi meninggalkan Arjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (Tzuyu TWICE - Jun SEVENTEEN) ✔
Teen Fiction[TAMAT] Diharap follow sebelum membaca, ya! "Mulai sekarang, lo bisa jadiin gue rumah untuk pulang. Supaya lo nggak sedih terus dan nggak kesepian lagi. Biarin gue jadi rumah lo."