8. Mereka Pernah Saling Mencintai

133 29 0
                                    

Paginya, Arjun tetap tak bisa fokus. Bahkan kini ia memilih untuk mengerjakan soal matematika yang diberikan Bu Dini daripada harus berbaur bersama teman-temannya yang tengah bermain game. Beberapa soal yang sudah ia kerjakan, rasanya waktu terasa lama. Laki-laki itu ingin segera bel istirahat berbunyi, segera berlari kearah kelas Zuyuna dan memberikan handphone yang belum ia kasih semalam.

Ah, kejadian itu.

Kenapa sepertinya Arjun seakan ingin ikut campur hanya karena tak bisa melupakannya?

Ia terlalu takut untuk bertanya apa alasannya.

"Jun, ntar ke warung pinggir, ya. Bosen gue sama makanan kantin." Imam yang sebenarnya juga ikut mengerjakan tugas matematika, kini laki-laki itu memilih menyerah dan langsung menyender ke kursi, melihat Brian dan Naufal yang asyik bertempur didalam game.

Arjun menoleh, kemudian menggeleng dengan cepat. "Nggak bisa, gue ada urusan." Ini bukan jawaban pertama kali Arun menolak ajakan temannya untuk ke warung pinggir. Tapi sungguh, kali ini bukan karna ia tak mau berkumpul bersama tiga temannya, tapi memang ada hal yang harus ia lakukan. Mengembalikan handphone Zuyuna dan bersikap biasa saja, seakan tak terjadi apa-apa.

"Yah, padahal katanya Adit mau kesitu." Jawaban Imam kali ini berhasil membuat Arjun tertarik. Matanya membesar seketika, tubuhnya langsung tegap dan memiringkan kepalanya. "Adit? Anak IPA 1?" tanya Arjun penasaran, membuat Imam disebelahnya menoleh dan mengangguk, kemudian kembali menghitung soal matematika.

"Oke, deh. Gue ikut."

Belum sampai semenit ia mengatakan itu, bel istirahat jam pertama berbunyi. Arjun mendadak berdiri, membuat tiga temannya itu menatap Arjun bingung. Bahkan Imam yang tergolong tipe mager, dibuat bingung oleh sikap Arjun yang seperti terburu-buru.

"Katanya mau ke wagir?" tanya Arjun menatap bergantian ketiga temannya itu.

Brian menoleh kearah Naufal, kemudian mengangguk ragu. Heran sebenarnya ada apa dengan Arjun. Tak seperti biasanya, baru kali ini Arjun bersemangat untuk pergi ke warung pinggir atau yang sering disebut wagir.

Mereka bertiga pun berdiri, meninggalkan aktifitas masing-masing dan segera meninggalkan kelas. Melewati lorong kelas IPA, membuat Arjun penasaran apakah Zuyuna hari ini masuk atau tidak. Saat melewati kelasnya, Arjun sedikit menongolkan kepalanya, mencari seorang Zuyuna. Nihil, batang hidungnya pun tak terlihat. Tapi Arjun cuek, ia lebih memilih berjalan dibelakang Imam, kini ada hal yang harus ia selesaikan sebelum mengembalikan handphone.

Setelah melewati lapangan, mereka berbelok kebelakang gedung kelas, lalu memanjat tembok yang hanya setinggi Brian. Mereka memanjat pohon mangga yang tak terlalu tinggi, kemudian meloncati tembok melalui pohon tersebut. Arjun melompat paling akhir, setelah mendarat dengan sempurna, matanya fokus mencari-cari seseorang.

Tak sedikit murid yang berkumpul di wagir saat jam istirahat. Karena hanya disini, mereka bisa merokok, bermain uno dan bebas melakukan apa saja. Tentu saja, ini alasan Arjun tak pernah ingin kesini, karena sebenarnya ia bukan tipe murid nakal. Begitu juga dengan Imam, teman sebangkunya. Hanya saja, walaupun Imam sering nongkrong disini, tapi sama sekali tak pernah memegang sebatang rokok atau melakukan hal aneh karena ia juga sama seperti Arjun. Katanya, bosan dengan makanan dikantin. Berbeda di wagir, mereka ingin memesan mie dengan kopi hitam pun bisa dan tentunya tak saling berdesakkan.

Setelah Arjun mendaratkan pantatnya diatas kursi panjang disebelah Brian, ia menemukan sosok yang ia cari tengah melompati tembok bersama dua orang lainnya yang Arjun pikir mereka berdua adalah kakak kelas. Terlihat Adit yang berjalan santai kearah warung, entah memesan apa, kemudian berjalan kearah pos sembari mengeluarkan sebuah rokok dari dalam kotaknya. Diam-diam, Arjun memperhatikan. Jadi, inikah sosok Adit yang sebenarnya?

Home (Tzuyu TWICE - Jun SEVENTEEN) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang