Suara-suara senjata api dan erangan zombie tak lagi terdengar. Hanya bunyi angin dan dedaunan kering terinjak sepatu menyambut kedatangan mereka sore itu. Kumpulan awan kelabu bergerak menutupi sisa-sisa cahaya dari langit mendung. Entah sudah berapa jauh mereka berlari hingga menyisakan peluh dari tubuh mereka yang lelah dan berkeringat.
"Lebih baik kita beristirahat di sini saja." Somi membentur pelan punggungnya pada batang pohon dengan napas terengah. Anak rambutnya berhamburan menutupi wajah penuh keringat. "Kita sudah cukup jauh."
Eunwoo duduk bersandar pada batu besar di samping pohon sembari melepas rangkulan tangannya dari bahu Yoongi. Pemuda tersebut meringis, memandangi kakinya yang pincang dan berdenyut sakit. Napasnya pendek-pendek, betul-betul kacau keadaannya yang kotor, berantakan, penuh darah dan luka di sana sini.
"Kau baik-baik saja?" tanya Lisa dengan suara serak.
Eunwoo hanya mengangguk pelan. Bulir keringat turun lewat pelipisnya yang berdarah. Semua orang terluka. Tetapi Eunwoo benar-benar membutuhkan obat untuk luka di kakinya. Untuk saat ini saja, pemuda itu sudah kewalahan untuk berjalan. Ia menengadahkan kepala sembari memejamkan mata, tak henti-hentinya meremat rerumputan di sampingnya untuk menahan sakit.
"Tahanlah sebentar, aku akan melihat lukanya."
Perban yang melilit sekitar betisnya berubah merah. Eunwoo mendesis ketika Somi berusaha menggulung kain celananya dengan hati-hati. Napasnya terengah. Mati-matian ia menahan sakit sepanjang pelariannya menuju kemari. Mungkin setelah ini ia akan betul-betul kesulitan berjalan. Sementara mereka harus berlari sewaktu-waktu bahaya datang.
"Kau tertembak?" tanya Yoongi.
Eunwoo menggeleng di tengah rasa sakitnya. "Bukan luka tembak." Ia memandangi luka di betisnya yang mulai membengkak dengan pandangan ngeri. "Sepertinya aku tergores sesuatu saat berusaha menghindari tembakan."
Kakinya berdenyut ngilu. Tampak luka memanjang di sepanjang betisnya dengan darah yang terus memancar dari sela lukanya yang terbuka. Tampaknya goresan itu cukup dalam. Ia sampai tidak yakin sebesar apa lukanya karena darah menutupi lukanya. Cukup terlihat mengerikan bagaimana luka ini memungkinkan mengundang zombie untuk menghampiri mereka. Mereka sudah tidak punya tenaga untuk berlari saat ini.
"Apa lukanya perlu dijahit?" tanya Lisa cemas.
"Aku tidak yakin," ujar Somi. "Kita butuh obat-obatan itu."
"Kita bisa kembali," usul Lisa. "Ambil obat-obatan, makanan, dan busnya."
"Tidak." Yoongi memotong. "Tidak dengan keadaan yang seperti ini." Pemuda itu menghela napas sejenak. "Aku saja yang pergi. Untuk saat ini, obat-obatan dan sedikit makanan saja cukup, bukan? Jika sempat aku akan memeriksa mobil-mobil itu dan busnya ...."
"Aku ikut. Terlalu berbahaya sendirian." Somi mengajukan diri.
Yoongi menggeleng. "Seseorang harus berjaga di sini." Ia memandang Eunwoo dan Lisa bergantian. Untuk saat ini, mereka yang paling butuh pertolongan. "Aku takkan lama. Saat matahari terbenam, mungkin sudah tak ada siapa-siapa di sana."
"Tapi—"
"Tidak boleh," potong Yoongi tegas. "Kudengar kau hampir mati saat memaksa untuk ikut Mingyu turun ke bawah. Lihat keadaanmu sekarang, kau bahkan tidak akan sanggup berlari lebih dari lima menit."
Lisa terdiam, mendadak ciut karena perkataan Yoongi benar adanya. Ia memandangi lengannya yang penuh goresan dan darah. Bekas membiru mulai nampak di sekitar lengan berikut wajahnya yang pucat. Pasti karena ia berguling di bebatuan saat hendak menolong Sowon. Kakinya memang bukan terkilir atau terluka seperti Eunwoo, tapi di sisa-sisa akhir perjalanannya sebelum sampai ke sini, ia sudah berjalan tertatih-tatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Attack I : The Tragedy [REVISI VER]
Fanfiction⚠️ CERITA BERBEDA DARI VERSI LAMA⚠️ Dead Attack I: The Tragedy Peristiwa itu mengubah segalanya. Peristiwa pada sore hari itu akan selamanya terus membekas di ingatan mereka yang berhasil melarikan diri dari sekolah. Lapangan yang penuh dengan tawa...