PART 10

1.1K 156 22
                                    

Daniel menekan-nekan permukaan tas yang sudah penuh. Ditumpuknya lagi dengan barang lain sampai tas tangan yang ukurannya tak seberapa itu menggembung. Namun alih-alih berhenti, ia justru berusaha menyelipkan bungkusan-bungkusan pipih di antara celah segunung makanan yang dimasukkannya bersama Yoongi.

"Hentikan, sudah tak muat." Yoongi menyela.

Daniel membuang napas kasar, merasa tak puas. Mereka butuh lebih banyak makanan dari ini. Jumlah botol air mineral yang muat saja dapat dihitung jari. Ia enggan menggunakan kantong plastik yang menumpuk di rak penyimpanan. Suaranya terlalu berisik. Yoongi pun setuju dan hanya tas kain ini satu-satunya yang ia bawa.

"Ini takkan cukup," keluh Daniel.

"Aku tahu, aku tidak buta." Yoongi membalas tak acuh.

Pemuda berparas jutek itu hanya duduk bersandar membiarkan Daniel mengubek-ubek tas kecilnya. Makanan-makanan berbungkus plastik ditusuk dengan jarum, mengepasnya masuk ke dalam tas dan saku seragam. Keduanya setuju untuk membawa sisa botol air mineral di tangan saat bus datang. Masing-masing dua berukuran besar.

"Kita pakai saja plastiknya," usul Yoongi.

"Kita setuju untuk tidak menggunakan plastik." Daniel mengusap wajahnya frustasi.

"Mudah. Keluarkan semuanya di dalam bus, mereka takkan mendengarnya. Mesin bus terlalu berisik." Yoongi menghela napas. "Kita berencana untuk kabur, bukan piknik."

"Aku tahu, aku tidak bodoh."

"Kita berdua bodoh. Kenapa tak memikirkan ini sejak awal." Yoongi menyambar tumpukan plastik di rak, melemparnya sebagian pada Daniel. "Kita pakai saja tasnya untuk menyimpan minuman dan obat-obatan."

Sekejap saja keduanya menjadi sibuk. Daniel meraup jajaran roti di rak dengan tangannya. Tak lupa mengobrak-abrik laci berisi plester dan obat merah sebanyak yang ia temukan. Yoongi menghitung jumlah botol air mineral yang masuk ke dalam tas. Ia perlu memperhitungkan beban yang akan mereka bawa saat berlari nanti. Tasnya bisa saja robek, atau justru membuatnya terjungkal karena terlalu berat, menghambat pelariannya dan tersandung. Mungkin masih bisa diakali jika seandainya mereka punya tas punggung.

"Kau dengar?" Daniel menginterupsi.

Yoongi mengepak botol terakhir. "Dengar apa?"

Keduanya diam selama beberapa saat. Yoongi berjalan menuju pintu, menempelkan daun telinganya di sana. "Ada yang datang." Ia membungkuk, berusaha mengintip keadaan di luar lewat lubang kunci.

Kumpulan zombie di depan pintu mendadak pergi, bersama kawanannya di lapangan menuju sumber suara yang terdengar timbul tenggelam. Irisnya seketika melebar begitu melihat bus kuning kumal melesat ugal-ugalan di tengah lapang, membunyikan klakson berkali-kali sengaja memancing para zombie menjauh dari kawasan gedung.

"Busnya ada di luar." Yoongi menoleh ke arah tumpukan makanan mereka. "Ayo kita pergi sekarang."

"Kau yakin?" tanya Daniel ragu. "Bawaan kita banyak."

"Karena itu," Yoongi menyodorkan plastik-plastik penuh berisi makanan pada Daniel, "daripada terlunta-lunta berlari di lapangan hingga halaman depan dengan membawa barang-barang ini, lebih baik jika busnya datang pada kita, bukan kita yang datang pada busnya." Yoongi mengalungkan tas kain di kedua bahunya, menjadikannya seolah tas punggung.

Daniel kehabisan kata-kata. Jadi ia menurut saja saat Yoongi menyodorkan plastik terakhir. Mereka membawa setidaknya lima bungkusan berisi makanan dan minuman. Tangan-tangan keduanya penuh dan berat—yang berpotensi memperlambat lari mereka.

"Begitu pintu kubuka, segera lari."

"Hei, tunggu, kita akan lang—"

Tanpa aba-aba, Yoongi sudah menarik gagang pintu. Daniel yang belum mencerna sepenuhnya terkesiap ketika Yoongi lari lebih dulu. Ia mengeluh. "Tunggu aku!" serunya buru-buru menyusul. Bungkusan berbalut plastik di tangannya menggerisik heboh seiring langkahnya yang dibuat lebar-lebar.

Dead Attack I : The Tragedy [REVISI VER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang