6. UN Village

398 75 10
                                    

Nadia kembali menerawang, pikirannya bercabang-cabang beberapa hari ini. Memikirkan tugas yang menumpuk, kerjaan dirumah, program ekskul, serta tuntutan-tuntutan lainnya yang harus dirinya penuhi seorang diri.

Buktinya sekarang ia tertidur bersama tumpukan buku-buku tugasnya. Tersentak dari tidur, Nadia melihat lagi kearah tugas kimianya yang masih tersisa 2 nomor. Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB, sudah tengah malam. Orang dirumahnya pasti udah pada tidur.

Gadis dengan piyama polos berwarna navy itu berjalan kearah kulkas, mencari sekumpulan camilan yang bisa ia makan. Tak lupa mencuci muka dan membuat kopi dulu biar gak ketiduran lagi.

Setelah membawa dua bungkus doritos dan segelas kopi susu favoritnya, gadis itu kembali duduk di karpet kamar tidurnya. Menyusun buku yang sudah siap ia kerjakan dan memisahkan yang masih harus dikerjakan. Kepala Nadia benar-benar hampir meledak kini.

Baru saja tangannya menulis NH3, ponselnya mengeluarkan bunyi. Nama pemuda yang akhir-akhir ini sering mengganggu pikiran dirinya tertera disana.

Reynaldi is calling...

"Hallo, Rey?" jawab Nadia dengan tangan yang masih sibuk menuliskan rumus.

"Masih bangun?"

"Iya, masih bikin tugas soalnya."

"Oh, gitu. Kalau aku suruh ke balkon kamar kamu, ganggu gak?" Nadia sontak menghentikan aktivitas menulisnya, keningnya memunculkan kerutan disana.

"Nga... pain?" tanya Nadia ragu.

"Cuma sebentar," Nadia berjalan kearah balkonnya, netranya yang damai menatap kearah luar. Disana berdiri Rey yang menyandar pada mobilnya, tangan kiri pemuda itu memegang telepon, dan tangan kanannya melambai kearah Nadia.

"Ngapain malem-malem kesini?" panik Nadia, dapat Nadia lihat Rey terkekeh.

"Pengen ngeliat wajah kamu. Kalau gitu aku balik deh, udah liat soalnya."

"Tunggu jangan pergi, aku kebawah."

"Gak usah, hei. Udah malem."

"Duh diem," Nadia sempat-sempatnya merapikan rambutnya dan memakai lipbalm biar bibirnya gak kering-kering amat.

Langkahnya cepat sekali menuruni tangga, sedikit menghilangkan suara agar tak didengar orang rumah. Nadia dorong perlahan pagar rumahnya. Disana berdiri Rey yang masih menempelkan ponsel ada telinganya.

"Ngapain coba turun segala?" tanya Rey saat melihat Nadia tepat didepannya.

"Ngapain coba kesini malem-malem?" balas Nadia lagi.

Kemudian keduanya terkekeh, Nadia sedikit merasa bahagia. Oh, ternyata begini rasanya disamperin 'kekasih' malem-malem cuma karena kangen? Lengkung pada bibirnya tak berhenti. Rey merentangkan tangannya, kode minta dipeluk sama Nadia.

Dengan ragu, gadis itu menghampiri Rey. Menelesup kedalam jaket denim milik pemuda itu, wangi jantan parfum Calvin Klein milik Rey menguar di indera penciuman Nadia. Begitupula wangi stroberi dari sampo yang nadia pakai.

"Untung aku keramas tadi," ujar Nadia. Sementara Rey terkekeh sambil menelusup kedalam perpotongan leher Nadia, benar-benar ia tak habis pikir. Mengapa gadis ini candu banget buat dia.

Badan mereka sedikit bergoyang karena Rey menggoyangkannya dengan sengaja ke kanan dan ke kiri, membuat Nadia terkekeh. Tapi satu hal yang Nadia tahu bahwa sikap Rey tidak biasa.

"Something wrong?" tanya Nadia masih memeluk Rey.

"Nothing, i just miss you."

"Really? Tell me the truth."

After HTS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang