Nadia sekarang lagi nangis, maniknya yang selalu menjadi candu buat Rey mengeluarkan butiran-butiran cairan bening kini. Kepalanya tertunduk, bahunya bergetar, membuat sang teman hanya bisa mengelus-elus pundaknya iba.
"Gua juga diceritain sama Jeje, Nad," ujar sang teman, Haya.
"Jahat banget, ya gue, Hay?" ujar Nadia masih terisak.
"Lo 'kan gak tahu, wajar aja lo minta kepastian sama dia. Cewek mana coba yang kuat bertahan di hubungan yang gak jelas sama sekali? Lo gak boleh nyalahin diri lo sendiri kaya gini, karena ini emang bukan salah lo, Nad," Haya menasehati Nadia, sungguh ia tak tega melihat sang teman terisak begini. Hati Haya ikut pedih melihatnya.
"Gue takut, Hay," ada jeda dalam kalimat Nadia, "gue takut jadi beban buat Rey."
"Nad, dengerin gua, ya," Haya segera memutar badan Nadia agar melihatnya, "kalau lo jadi beban buat Rey, gak mungkin dia mau capek-capek bikin lo kembali. Gak mungkin juga dia cerita masalah ini ke teman-temannya padahal dia udah nyimpan ini begitu lama. Karena apa? Karena itu lo, Nad. Orang yang buat dia bangkit, yang tanpa lo sadari kalau lo adalah orang yang paling dia butuhkan, yang tanpa lo sadari senyum lo udah bikin motivasi sendiri untuk dia, dan satu lagi, Nad... lo bukan beban buat Rey."
---
Sore ini Nadia memutuskan untuk bertemu dengan Rey, pemuda yang menyimpan sejuta luka yang tak pernah ditunjukkannya.
Taman hiburan menjadi pilihan Nadia, dari pandangnya kini dapat dilihat beberapa orang tua yang menemani anaknya bermain, para pedagang yang tersenyum riang karena dagangannya laku, dan juga corak bahagia yang terlukis diwajah anak-anak. Kurva sabitnya terangkat, seolah ikut merasakan kebahagiaannya.
Sesosok bayangan menghalangi pandangnya yang asik mengamati sekitar. Yang bahkan hanya dengan bayangannya, Nadia amat mengenali itu siapa. Pemuda dengan netra tak kalah indahnya, bahkan bayangannya saja sangat indah. Nadia tertegun melihat sosok tersebut, sampai sebuah suara mengakhiri kegiatannya.
"Udah lama?" tanyanya dengan suara yang sudah sejak lama menjadi favorit Nadia.
"Baru aja," jawab Nadia. Pemuda tersebut duduk disamping Nadia, ikut menatap corak-corak bahagia yang ada didepan mereka.
"Mau ngomong apa? Sampai bertemu disini segala," iya, Rey adalah pemuda itu. Pemuda yang menjadi candu buat Nadia.
"Maaf," ujar Nadia pertama kali, kepalanya menunduk.
"Maaf kenapa?" tanya Rey tak mengerti, tapi juka boleh ia menebak, ini tentang masalah yang kemarin. Sepertinya Nadia sudah mengetahuinya.
"Karena egois, karena memaksakan kehendak, karena tak mau mengerti," kali ini manik kecoklatan itu menatap sendu kearah mata Rey, maniknya mengisyaratkan penyesalan.
"Hei," panggil Rey, kemudian menyisipkan anak rambut Nadia yang menghalangi wajah indahnya, "aku yang minta maaf karena enggak jujur, hingga membuat kamu salah paham."
Nadia tatap manik itu dalam-dalam, manik itu lagi-lagi menghanyutkannya. Membuat Nadia kehilangan arah, sungguh ia menyukai tatapan teduh seorang Reynaldi, "aku mau," putus Nadia.
"Mau apa?" tanya Rey bingung.
"Menjalin hubungan meski tak ada status."
"Nad..."
"Asal aku gak kehilangan kamu, asal kamu gak pergi," lolos sudah air mata yang sedari tadi Nadia tahan. Tanpa aba-aba segera saja Rey tarik Nadia ke pelukannya.
Sungguh Nadia, Rey juga tak ingin kehilanganmu.
Aku sadar aku mencintaimu setelahnya, tapi kau takkan pernah tau.
Karena aku terdiam saat aku takut akan kepergian.
Aku sadar aku membutuhkanmu, tapi aku tak pernah tunjukkan.
Namun aku mau tetap tinggal bersamamu.- Say You Won't Let Go by James Arthur -
---
HAPPY BIRTHDAY HUANG RENJUN 🎉💓
Jangan lupa vomment yaa 🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
After HTS ✓
Ficção Adolescente#10ChaptersProject seri #2 Tentang Rey yang berjuang kembali untuk mendapatkan Nadia. ©winniedepuh, 2020