Insane

874 80 50
                                    

Jinnam/Namjin

.

Angst

.

Summary: Namjoon hanya ingin melarikan diri.

.

.

.

.

.

Suara tapakan kaki yang tergesa-gesa bergema di sebuah lorong gelap. Seorang pemuda berlari, menggerakkan kakinya secepat mungkin. Menghindari apapun yang mungkin mengejarnya di belakang sana.

Nafasnya yang memburu menyesakkan dada, namun ia tak berniat untuk memelankan gerakan kakinya sama sekali. Meskipun telapak kakinya yang telanjang kesemutan karena dinginnya ubin yang ia injak.

Dari belakang terdengar suara seseorang yang terus memanggil namanya, membuat dadanya berdentum kuat.

Ia takut. Sangat takut.

Tak lama kemudian setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, terlihat sebuah pintu keluar di ujung lorong. Jendela berbentuk persegi di pintu itu menguarkan cahaya terang dari dunia luar. Netra sang pemuda bersinar melihatnya. Ia merasakan harapan. Sebentar lagi ia akan bebas.

Ia memaksa kakinya bergerak hingga batas maksimum. Mulutnya menyunggingkan senyum senang sembari tangan kanannya direntangkan ke depan. Bersiap menyambut dunia yang tidak ia ketahui di luar sana.

Semakin dekat.....

Tinggal sedikit lagi....

Namun miris.

Sesaat sebelum tangannya menyentuh permukaan besi pintu tersebut, sepasang tangan menahan bahunya dan menariknya ke belakang. Punggungnya membentur dada seseorang.

"AARGH... LEPAS!!"

Ia sontak panik dan mulai memberontak. Tetapi tubuhnya yang kekurangan asupan gizi tentu takkan menandingi kekuatan orang di belakangnya yang mencengkram dia dalam kungkungan sekeras baja.

Namun semua kepanikannya langsung sirna begitu suara seseorang yang begitu ia kenal menyapa gendang telinganya. "Ini aku, Namjoon."

Air mata sang pemuda―Namjoon seketika luruh, "Seokjinnie...."

Seseorang bernama Seokjin itu membalikkan tubuh Namjoon hingga keduanya berhadapan. Ia menangkup pipi yang lebih muda dan memberikan kecupan singkat di bibir Namjoon yang berdarah karena digigit terlalu kuat. "Jangan menangis, aku disini." Ujarnya kalem.

Namjoon menggenggam kedua tangan Seokjin yang berada di pipinya, tersedu tanpa suara. "Aku t-takut. Sekali. Ku-kukira mereka mengejarku...."

Seokjin menggeleng, menempelkan kening keduanya. "Tidak apa-apa Joonie, tidak perlu takut. Mereka sudah lenyap. Mereka takkan mungkin menyakitimu, percayalah padaku."

"T-tapi aku mendengar suara mereka! Mereka bilang, a-aku bersalah, aku harus di hukum, AKU PANTAS MATI!! Mereka bilang begitu!!"

"Suara-suara itu hanya ada di kepalamu!" Tukas Seokjin tegas. Tangannya perlahan naik hingga menangkup telinga yang lebih muda, seolah ingin melindungi dari suara apapun yang hendak menyakitinya. "Hanya aku yang bersamamu. Hanya aku yang berbicara padamu. Jangan takut dan dengarkan suaraku. Konsentrasilah padaku seorang."

Seokjin mengulangi kalimat itu beberapa kali hingga tangisan Namjoon perlahan mereda. Namjoon menarik nafas panjang. Berusaha menenangkan diri. "B-baiklah."

AgapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang