[8] Heart to Heart

221 22 0
                                    

Merasa bosan dalam menjalani suatu hubungan romansa adalah hal yang biasa. Di saat dirimu sudah bosan, kau mungkin ingin mengakhiri hubungan itu, tapi terbesit di pikiran kalau kau masih cinta dan takut menyesal untuk mengakhirinya. Itulah yang dirasakan sepasang kekasih yang kisah cintanya cukup rumit ini.

Mereka sudah sama-sama bosan, tapi tak ada yang berani untuk mengakhiri hubungan. Dalam hati mereka yang terdalam, mereka sama-sama menunggu hingga seseorang mengucapkan kata 'pisah'.

Jong Kook yang sudah menjebak Ji Hyo dengan kata-kata gombalannya dulu merasa tak enak jika harus mengakhiri hubungan itu hanya karena bosan.

Ji Hyo yang sudah menerima banyak kebaikan dari Jong Kook juga merasa tak enak jika harus mengakhir hubungan itu hanya karena bosan.

Satu-satunya yang bisa memisahkan mereka saat ini adalah jika perasaan mereka sudah berakhir. Tetapi rasanya tak mungkin. Cinta mereka sudah terlalu dalam, butuh waktu yang lama untuk memudarkan rasa itu.

Kini mereka sedang bertemu di suatu ruangan yang sepi. Ini adalah rutinitas mereka sekali dalam sebulan untuk mengobrol di tempat yang sepi agar bisa berbicara dari hati ke hati. Biasanya mereka mengobrol dengan semangat dan senyum lebar seolah-olah mereka benar-benar saling mencintai.

Tapi kali ini berbeda. Mereka saling terdiam. Untuk memulai topik pembicaraan pun rasanya sulit. Pikiran mereka kalut. Ada yang ingin mereka bicarakan tetapi belum sanggup untuk mengatakannya.

"Tak ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Jong Kook tanpa menatap Ji Hyo yang duduk di hadapannya.

Ji Hyo menatap Jong Kook saat mendengar suaranya. "Tak ada."

"Kalau begitu, tak ada gunanya kita berada di sini."

"Ya, kau benar."

"Ayo, aku akan mengantarmu pulang."

Ji Hyo menggeleng. Dia beranjak dari duduknya dan hendak membuka pintu ruangan itu. Keningnya mengkerut saat pintu itu tak terbuka walaupun Ji Hyo sudah berkali-kali mencoba.

"Kenapa?" tanya Jong Kook.

"Pintunya tak mau terbuka." jawab Ji Hyo sembari terus mencoba membuka pintu itu.

Jong Kook pun meminta Ji Hyo untuk menyingkir dari pintu dan ia mencoba untuk membukanya sendiri, tetap saja pintu itu tak bergeming. "Sepertinya pintunya masih macet. Padahal kemarin sudah diperbaiki." ucap Jong Kook.

Mereka berada di studio seni Jong Kook. Setiap sebulan sekali mereka ke situ hanya untuk berbicara. Ya, hanya untuk berbicara.

Jong Kook pun segera menelfon tukang yang memperbaiki pintunya kemarin. Betapa berat rasanya saat tukang itu mengatakan dia baru bisa tiba dalam waktu dua jam karena sedang berada di daerah yang jauh untuk mengerjakan sesuatu. "Dua jam lagi dia datang." ucap Jong Kook pada Ji Hyo setelah percakapan telfon itu putus.

Ji Hyo menghembuskan napas kasar, "Kenapa begitu lama." gumamnya yang mungkin tak didengar oleh Jong Kook.

Mereka pun kembali duduk berhadapan. Tak ada percakapan, yang ada hanyalah mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ji Hyo sedang berkutik dengan handphone-nya, begitupun Jong Kook.

Hingga akhirnya, Ji Hyo pun bosan dengan handphone-nya. Dia menatap Jong Kook yang masih tetap dengan kesibukannya. Rasanya sangat menyiksa tetap larut dalam suasana canggung ini.

"Apakah kau benar-benar tak ingin membicarakan sesuatu denganku?" tanya Ji Hyo yang membuat Jong Kook mengangkat kepalanya dan meletakkan handphone-nya. "Kupikir kita harus berbicara."

Jong Kook menghela napas. "Aku sendiri tak tahu harus mengatakan apa."

"Bagaimana kalau kita saling mengutarakan perasaan tanpa peduli dengan perasaan satu sama lain?"

SpartAce Oneshot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang