Trèfle Noir (ㅅ/ㅇㅇ)

163 11 78
                                    

Wooyoung menghela nafas seraya merubuhkan diri di atas tempat tidur sempit yang sudah tua. Decitan kaki ranjang yang bergesekan dengan lantai mengisi ruangan yang tak besar itu. Jam digital yang berada di atas nakas menunjukkan waktu sudah lewat tengah malam, membuat Wooyoung yang menatapnya mengerang kesal. Ia tak akan mendapat banyak waktu untuk beristirahat.

Hari-harinya memang melelahkan, tapi ia tak bisa mengeluh. Ia tidak punya pilihan, ini satu-satunya cara untuk ia bertahan hidup.

Dengan sisa tenaga yang ada, ia beranjak dari tempat tidurnya lalu melangkah ke kamar mandi untuk sekedar membasuh tubuh dan wajahnya kemudian mengganti pakaian. Tanpa memeriksa barang-barangnya seperti biasanya, Wooyoung segera mematikan lampu ruangan sebelum kembali ke atas tempat tidur, mencoba mengumpulkan tenaga untuk kembali bertahan hidup.

***

Di salah satu lorong gelap dan kotor tak jauh dari klub malam, terdengar sayup-sayup suara geraman, ada tubuh yang sudah menyentuh aspal sedang dihantam benda tumpul. Helaan nafas keluar dari mulut seorang pria bermata rubah, asap putih terlihat saat ia melakukannya. "Jongho, perhatikan kekuatanmu. Seonghwa Hyung akan membunuhmu jika kau lepas kendali," ujarnya seraya menginjak sisa rokok yang ia hisap tadi.

Decakan kesal menjadi awal balasannya, "si brengsek ini berani menyentuh milikku, Hyung." Gema suara kayu membentur aspal teredam oleh musik dari dalam klub, "ia membuat kekasihku menolak untuk kusentuh. Masih bagus aku hanya menghajarnya dengan pemukul baseball, bayangkan jika bajingan ini menyentuh Seonghwa Hyung. Aku pasti harus membereskan hasil amukan Hongjoong Hyung."

Kekehan keluar dari mulut yang lebih tua, ia berjalan mendekat lalu berjongkok tepat di depan kepala pria yang sudah babak belur. "Jadi, bisa beritahu alasanmu menyentuh apa yang menjadi milik anggota Trèfle Noir?" Suara terbata menghampiri telinganya, membuatnya mendengus lalu menarik rambut korban temannya dengan cukup keras. "Aku tak suka dengan alasan hampa, apalagi kebohongan. Kau ingin mengatakan kau tak melihat tanda yang dipakai pria manis itu, hmm?" Ia merasakan gerakan kepala si korban dan ia menggeleng pelan.

"People are not good at lying when they're scared, huh?" Pria itu melepaskan genggaman pada rambut orang itu, "tanda itu dirancang sendiri oleh orang yang kau sentuh. Aku sangat yakin jika design itu cukup mencolok untuk dijadikan tanda, tak mungkin tak ada yang tahu." Si pria bermata rubah mengeluarkan bungkus rokok dari dalam jas, mengambil satu batang lalu menyulutnya, menghisapnya sebentar lalu menghembuskan asap putih ke atas. "Kecuali kau tak pernah berurusan dengan dunia hitam, and I think you know what I'm talking about very well, don't you, Yeo Jinseok?"

"San! Jongho!" Sebuah suara khas yang sangat mereka kenal terdengar, membuat para pemilik nama menghela nafas. Bukan pertanda baik bagi keduanya jika si pemilik suara memanggil mereka seperti itu. "Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melakukan apapun hingga dua minggu ke depan? Kenapa kalian berdua malah ada disini?" Suara derap langkah kaki semakin terdengar, "Jongho, kenapa kau.. What the hell?"

Jongho berdecak seraya melepas sarung tangan lalu memasukkannya ke kantong jaketnya, "HE is the reason why I left your cousin alone, Hyung." Ia sudah tidak bisa melakukan lebih dari ini jika pria yang baru saja datang ada dalam jangkauannya. "Aku baru ingin menghubungimu setelah aku selesai dengannya, tapi kau sudah menemukanku lebih dulu." Lawan bicara Jongho kemudian menoleh menatap San yang masih dengan santai menghisap rokoknya, "dan kau, San?" Yang ditanya mengangkat kedua bahunya, "menjadi Hyung yang baik dan mengawasi agar adik tersayang kita tidak lepas kendali?"

Yang paling tua diantara mereka menggeleng, "bereskan semua. Kita pulang sekarang."

"Tapi Hyung.."

"Lakukan!" perintah yang paling tua seraya memasang sarung tangan. Ia tidak bisa membiarkan kedua adiknya melakukan kesalahan saat membereskan hal seperti ini. Satu alisnya terangkat saat ia mengambil sebuah dompet lusuh, jelas sekali bukan milik korban Jongho. "San," panggilnya seraya membuka dompet dan memeriksa isinya. "Ada apa, Hyung?"

My ATEEZ Stories (a very slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang