ㅅ / ㅇㅇ (2)

139 11 38
                                    

Hangyul memarkirkan motornya sembarang. Ia segera berjalan menaiki tangga menuju unit Wooyoung. Jika hitungannya dan Changbin benar, maka saat ini Wooyoung sudah dalam keadaan mabuk. Semoga saja Hangyul memilih tempat yang tepat dan tak terlambat. Baru saja menapaki kaki di lantai tempat Wooyoung berada, telinga Hangyul mendengar suara benda menghantam sesuatu. Ia setengah berlari, tidak menghiraukan penghuni yang lain yang keluar mencari sumber suara.

"Wooyoung! Buka pintunya! Jangan berbuat gila! Wooyoung!" Hangyul memukul pintu dengan kepalan tangannya. Penghuni lainnya, begitu tahu sumber suara hanya kembali ke dalam unit masing-masing, tak peduli dengan apa yang terjadi di dalam unit Wooyoung. "Ada apa?" Hangyul berbalik, dengan cepat membungkukkan badan saat melihat Jongho dengan wajah datarnya. "Maaf mengganggu, Tuan. Tapi tem.." Belum selesai Hangyul menjelaskan, teriakan nyaring datang dari dalam unit sahabatnya.

Hangyul mengumpat, ia lalu menghantam pintu menggunakan sisi tubuhnya. Ia tak sadar jika Yeosang yang ditahan oleh Jongho, sudah berdiri di sebelahnya. Entah setelah berapa kali Hangyul mendobrak, pintu akhirnya terbuka. Yeosang segera melesat masuk, tapi Hangyul dengan spontan menarik tubuh mungilnya. Sesuatu pecah menghantam dinding di dekat mereka, Hangyul melindungi Yeosang dengan tubuhnya dan segera di dorong pada Jongho. Hangyul berlari menghampiri Wooyoung yang menangis dan berteriak.

"Wooyoung, tenangkan dirimu! Ini aku, Hangyul!" Ia memeluk tubuh Wooyoung yang menggila. Membisikkan kata-kata penenang seraya mengeratkan pelukannya sampai Wooyoung tak lagi meronta dan berteriak. "Hangyul.. disini sakit.." Wooyoung meremat dadanya. "Kenapa aku merasa sakit? Aku tak mau merasakan sakit lagi," isaknya. Hangyul mendudukkan dirinya dan Wooyoung di lantai tanpa melepaskan pelukannya. Keduanya tak menyadari tatapan Jongho dan Yeosang, juga kehadiran Changbin.

Sesuatu yang dingin menyentuh bagian belakang leher Hangyul tapi ia tetap memeluk Wooyoung. "Kau harus mengganti pakaianmu setelah ini," tutur Changbin yang menyeka darah pada tengkuk Hangyul. Setelah selesai dengan luka sahabatnya, Changbin menatap ruangan kecil itu. Benar-benar berantakan, pecahan piring dan gelas berserakan, satu-satunya cermin di ruangan itu juga sudah tak lagi berbentuk sempurna. Changbin meringis mendapati pecahan botol yang hilang dari bilik bar, seingatnya isi botol itu tinggal setengah, namun mengingat kondisi Wooyoung, ia yakin sahabatnya sudah sangat mabuk hanya dengan takaran itu.

Changbin menghampiri Yeosang dan Jongho, "maaf, tapi sepertinya kalian harus kembali."

"Tapi Wooyoung.." Changbin menggeleng menanggapi lirihan Yeosang, "biarkan saya dan sahabat saya yang menemaninya untuk sekarang." Jongho dan Yeosang sudah akan masuk ke unit Yeosang saat Changbin memanggilnya. Ia mengulurkan tangan pada Yeosang, yang segera menengadahkan telapak tangannya. "Maaf, sampaikan pada Démon, ia boleh mengambil nyawa saya, tapi tolong jangan sakiti sahabat saya." Jongho dan Yeosang menatap pin yang retak di bagian tengah yang kini berada di telapak tangan Yeosang, "pin ini ada di dekat pecahan botol. Sepertinya Wooyoung ingin menghancurkannya dengan membanting botol alkohol langsung ke benda itu." Changbin sedikit membungkukkan badan, lalu kembali ke unit Wooyoung dan menutup pintu walau tak rapat.

***

Pukul tiga pagi, San yang baru tertidur satu jam harus membuka matanya dengan terpaksa karena suara pintu dipukul kencang yang bersahut beriringan dengan dering bel yang terus menerus ditekan. Ia merutuk kasar, belum sempat ia mengajak Wooyoung berbicara tentang apa yang terjadi di ruang VIP, ia tak menemukan Wooyoung atau pun Changbin di klub saat ia keluar dari ruangan itu. Mencoba menghubungi Changbin dan Yeosang pun percuma, panggilannya langsung terhubung ke kotak suara. Kini ia harus berurusan dengan siapapun itu yang mengganggu waktu tidurnya.

Sesuatu segera menghantam pelipis San setelah ia membukakan pintu. Ia tentu terkejut, namun hanya perih sesaat yang ia rasakan. Matanya menatap pin dengan bagian tengah yang retak lalu beralih pada si pelaku pelemparan. "It's three in the morning, Belle. What makes you think you can bang my door at this hour and throw me, my own pin?"

My ATEEZ Stories (a very slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang