Daffodils

143 12 107
                                    

Choi Jongho, anak bungsu keluarga Choi. Keluarga besar Choi sendiri merupakan salah satu keluarga terkaya, memiliki beberapa usaha dengan berbagai bidang. Karena kekayaan keluarga besarnya itu, banyak orang berlomba-lomba mencari muka, berharap mendapat perhatian lebih, bantuan finansial, bahkan menjadi bagian dari keluarga Choi.

***

"Kau masih disini?" Choi San, kakak sepupu Jongho masuk ke ruang kerjanya dan bertanya tanpa basa-basi. Jongho menatap yang lebih tua dengan bingung, "memang kenapa, Hyung?" San menghela nafas, matanya melirik ke arah jam dinding ruangan. "Shit!" Dengan gerakan tergesa, Jongho merapihkan dokumen di mejanya. "Pelan-pelan. Aku yakin tak terjadi apa-apa," ujar San.

Jongho mengambil kunci mobil dan ponselnya yang berada di dekat komputer, "aku duluan, Hyung. Sampaikan salam untuk Wooyoung, kami akan mampir akhir bulan nanti." Tak menunggu jawaban, Jongho berlari keluar, tak melihat San yang terkekeh.

Mobil Jongho melaju dengan kecepatan sedang, jalanan cukup ramai, tapi tidak terlalu padat. Bibir Jongho banyak mengeluarkan rutukan dan kekesalannya, bagaimana bisa ia sampai lupa waktu? Disisi lain, rasa khawatir tak bisa ia singkirkan. Empat puluh menit perjalanan, akhirnya Jongho tiba di tempat tujuan. Sebuah bangunan berukuran sedang dengan taman kecil di kedua sisinya, beberapa tanaman hias di satu sisi dan beberapa tanaman sayur dan buah di sisi lain.

Si pria Choi melangkah masuk ke dalam bangunan, tak lupa melepas sepatu begitu akan melangkah lebih jauh ke dalam. Kakinya berjalan menuju salah satu ruangan dengan pintu berwarna hijau muda, Jongho menghela nafas lega saat melihat ke dalam ruangan. "Hadon," panggil Jongho setelah mengetuk pintu. Si pemilik nama menoleh, senyumannya merekah saat Jongho berdiri di depan pintu menatapnya. "Appa!" Bocah kecil yang genap berusia empat tahun seminggu yang lalu itu berlari menuju Jongho seraya mengulurkan kedua tangannya.

Bocah itu ditangkap lalu diangkat tinggi oleh Jongho. "Maafkan Appa, ya. Appa terlambat menjemputmu," tutur yang lebih tua seraya mendekap Hadon. Hadon menggeleng cepat, "tak apa. Ada Yeo Ssaem yang menemani Donie bermain."

"Yeo Ssaem?" Hadon mengangguk imut, satu tangannya terangkat dan jemarinya menunjuk seorang pria manis yang berjalan menghampiri mereka. Ia membungkukkam badannya, "selamat sore, Tuan Choi. Saya Kang Yeosang, pendamping baru di daycare ini." Jongho menganggukkan kepalanya, kemudian menurunkan Hadon. "Ambil tasmu lalu pamit pada Yeo Ssaem," ujarnya pada si anak. Hadon mengangguk kemudian berlari ke tempatnya tadi untuk mengambil tasnya. "Maaf, saya terlambat." Yeosang menggeleng pelan, "tak apa, Tuan. Saya senang menemani Hadon, dia anak yang penuh rasa penasaran, selalu tersenyum pada teman-temannya, dan juga sopan pada yang lebih tua."

Rasa bangga hadir dalam hati Jongho, senyumannya semakin merekah ketika Hadon kembali padanya seraya membawa selembar kertas. "Appa, lihat. Tadi Yeo Ssaem membantu Donie menggambar," ujar Hadon seraya menyerahkan kertas yang ada di tangannya. Jongho menurunkan dirinya, menyetarakan tinggi sang anak. Sebelah alisnya naik walaupun senyumannya tak luntur, "pantai?" Hadon mengangguk, "waktu itu Appa mengajak Donie bermain ke pantai. Donie suka, jadi Donie menggambar pantai."

"Lalu yang ini?" Kekehan khas anak kecil mengalun dari mulut Hadon, "Yeo Ssaem membantu Donie untuk menggambar apa yang kita lakukan disana. Waktu itu Appa mengajak Donie membuat istana pasir." Jemari kecil Hadon bergerak di atas kertas, "Donie juga suka ketika laut ingin menenggelamkan matahari. Kata Yeo Ssaem itu disebut sunset dalam bahasa Inggris, warna mataharinya adalah orenji." Yeosang terkekeh pelan, "orange, Donie."

"Ah, iya, itu. Orenji," ucap Hadon. Yeosang mengusak rambut Hadon karena gemas, kekehannya berubah menjadi tawa kecil. Hadon kemudian menarik Yeosang untuk menyetarakan tinggi mereka. Sebuah kecupan mendarat pada pipi Yeosang, membuat si pemilik membelalakkan matanya. Jongho pun terkejut, meskipun Hadon dikenal sebagai anak yang cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang sekitar, anak itu tak terbiasa melakukan kontak fisik dengan orang baru.

My ATEEZ Stories (a very slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang