"Dari mana saja kamu? Pergi dari siang pulang tengah malam. Anda ini masih punya tanggung jawab di rumah. Anda adalah istri, dan masih punya anak untuk di urus." Cahyo menatap Mira dengan tatapan mengintimidasi.
Rara terbangun dari tidurnya. Jam menunjukan pukul 23.00 malam. Ia beranjak turun dari kasur, tadi seperti mendengar suara sang papa dari luar. Ia menggeser sedikit pintu, ternyata benar, ada papa dan mamanya di depan pintu utama.
"Suka suka saya mau pergi kemana dan pulang kapan saja." Jawab Mira "Lalu apa? Tanggung jawab? Memang nya selama ini kamu sudah bertanggung jawab sebagai suami? Menafkahi satu anak saja kamu tidak bisa." Lanjut Mira lantang. "Sudah lah saya butuh istirahat." Mira pergi ke kamarnya begitu saja. Meninggalkan Cahyo yang terdiam, dan tidak menyangkal perkataan Mira.
Rara menutup pintu kamarnya kembali. Ia terdiam. Mendudukkan diri di lantai. Tatapannya menyayu, yang kemudian kelopak matanya basah.
Kata orang, kamu akan merasakan sakit yang begitu mendalam ketika patah hati karna kekasih. Tapi bagi Rara, sakit yang begitu mendalam adalah ketika orangtuanya bertengkar dan ia hanya bisa melihat, tidak berbuat apa apa.
Saat ini pun mereka kembali seperti masa dulu. Saling berselisih dan menyalahkan. Mereka hanya bisa mencari kesalahan satu sama lain.
Sifat mama yang arogan dan sombong, membuat sang papa merasa di kucilkan.
Rara sering bertanya pada dirinya sendiri. Kapan semua ini berakhir? Kapan keluarganya kembali harmonis seperti saat ia kecil dulu. Bahkan sekarang, melihat orangtuanya berbicara bersama saja sudah tidak pernah .
Rara hanya ingin mendapatkan kebahagiaan dari orangtua seperti temannya yang lain.
Rara selalu berdoa untuk kebahagiaan orangtuanya.
Tuhan, jika memang mereka masih saling mencintai dan menyayangi, maka dekatkanlah kembali hati mereka agar bisa saling mengerti perasaan masing masing. Tapi jika memang mereka sudah saling berbeda perasaan dan tidak saling mencintai, maka pisahkan saja mereka. Sungguh, Rara tak apa. Asal mereka bisa menemukan kebahagiaannya masing masing.
***
*kringg *kringg
Rara mematikan alarmnya yang terus bunyi. Ia membuka mata dengan berat, sepertinya matanya masih sembab akibat menangis malam tadi. Jam menunjukan pukul 06.00 pagi. Ia melangkah dengan malas ke kamar.
Selepas mandi ia langsung memakai seragam dan keluar kamar menuju meja makan.
"Mamah sudah siapkan sarapan, uang saku kamu sudah mamah taruh di atas kulkas. Mamah berangkat kerja dulu." Kata Mira kepada Rara yang baru sampai di meja makan. Rara menyalimi tangan sang mama. Lalu Mira pergi begitu saja.
Selalu saja seperti ini. Setiap Rara baru sampai di meja makan, Mira pasti langsung pergi. Padahal Rara juga ingin makan bersama dengan sang mama ataupun papa.
Rara hanya kesepian. Ia seringkali merasa lelah. Andai saja ia mempunyai adik atau kaka, pasti senang bisa saling menukar cerita.
Karna selama ini Rara selalu sendiri.
Berdiri tanpa penopang.
Melangkah tanpa pendorong.
Kokoh tanpa pelindung.
Tangguh tanpa orang lain.
Berhasil tanpa dukungan.
Rara... selalu seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARUI KUMO
RomantizmRania Rahmata, atau yang biasa disapa Rara itu bukanlah siswi populer di sekolah ataupun murid kebanggan guru. Ia hanya seorang perempuan yang biasa biasa saja. Apalagi sifatnya yang tidak mudah berbaur, membuat ia sulit mendapatkan teman. Terbiasa...