Song of Love part 10

10 0 0
                                    

Entah sudah untuk yang ke berapa kalinya Gabriel melirik ke arah jam yang bertengger ditembok kelasnya. Hampir tiga jam berlalu semenjak Rio meninggalkan jam pelajaran biasanya tak perlu waktu selama ini untuk sahabatnya itu memulihkan keadaannya topeng tegarnya selalu mampu menutupi keadaannya yang sebenarnya. Perasaan tak enak langsung menyergapnya.

Tanpa pikir panjang Gabriel mengangkat tangannya, meminta perhatian ibu Rowina yang sedang mengajar.

"Ma'am.."

"Yes, Gabriel? What's up?" Tanggap Ibu Rowina sambil menurunkan letak kacamatanya.

"May I go to rest room?" Ijin Gabriel, jelas ia berbohong, kebohongan klasik paling jitu dan paling aman saat akan membolos.

"Yes, but you just have a few minutes." Tak peduli dengan syarat yang diberikan wali kelasnya, Gabriel segera berlari keluar kelas menuju sebuah tempat yang ia yakini dimana Rio berada sekarang.

****

Ruangan besar yang biasanya sangat sunyi kecuali saat digunakan untuk pelajaran seni Musik ini kini dipenuhi isakan Ify dengan Sivia yang terus mencoba menenangkannya. Ruangan ini kedap suara tak perlu khawatir ada orang lain yang akan mendengar percakapan keduanya. Pelajaran kosong dikelasnya dipilih Ify untuk menceritakan semua masalahnya dengan Rio pada Sivia berharap sedikit bebannya akan terangkat.

"Vi, gue kangen kak Rio." Tangis Ify. Matanya sudah terlihat sangat bengkak karena tak henti-hentinya menangis.

Sivia dapat merasakan tubuh Ify yang semakin bergetar. Ia benar-benar tak tega melihat sahabatnya sekacau ini. Benar-benar bukan Ify yang ia kenal. Ify yang dulu selalu terkesan jumawa selalu ceria tak ada lagi kini. Ia bisa membaca betapa besar cinta Ify untuk Rio, bagaimana Ify hancur tanpa pangeran itu telah membuktikan segalanya.

"Come on, Fy! Lo kuat, gue yakin sebentar lagi kak Rio akan datang buat lo. Gue percaya apa pun dan kapan pun lo berdua ditakdirkan menjadi satu." Ujar Sivia lembut sambil mengusap punggung Ify berharap sahabatnya itu akan menjadi lebih baik.

"Atau enggak selamanya dan gue jadi milik orang lain yang sama sekali nggak gue cinta?" Timpal Ify yang terdengar sangat putus asa.

"Fy.. please, lo kayak nggak kenal kak Rio. Gue percaya dia akan lakuin apapun untuk elo." Ify diam mencerna perkataan Sivia. Menyadari mengapa justru ia kembali meragukan Rio saat ini. Ia menatap Sivia yang sedang tersenyum. Sebuah senyuman tulus yang memberinya secerca ketenangan dan kehangatan khas persahabatan. Kedua ujung bibirnya tertaris membentuk seulas senyuman. Tanpa menunggu komando lagi Ify berhambur memeluk Sivia.

"Thanks, Vi! You're the best!" Sivia hanya membalas pelukan Ify.

"Fy, menurut gue ada masalah lain yang mendasari permusuhan Haling dan Umari." Sivia mulai mengungkapkan apa yang mengganjal fikirannya setelah mendengar semua cerita Ify tentang hubungannya dengan Rio yang begitu ditentang.

"Have you ever thought 'bout the other problem of it?" Ify menggeleng karena memang ia tak pernah memikirkan dasar semua masalahnya selain karena persaingan bisnis antara dua perusahaan besar yang selalu ingin menjadi yang terbaik.

"Orang tua lo, orang tua kak Rio, semuanya selalu memikirkan bagaimana cara memperbesar dan memperkokoh perusahaan mereka masing-masing, and bukankah seharusnya akan sangat menguntungkan untuk mereka kalau kalian berdua bersatu? Kecuali ada masalah lain yang memancing perseteruan itu."

"I got it!" Tanggap Ify cepat. Pemikiran Sivia begitu skematis dan logis untuk disanggah oleh pemikirannya. "I think so, but what's that?"

"Dunno. Mungkin papa lo atau salah seorang dari keluarga elo punya masalah yang belum terselesaikan dengan keluarga kak Rio." Tebak Sivia lagi.

Song of LoveWhere stories live. Discover now