Gabriel berlari menuju kelasnya. Hanya ada Rio yang duduk dengan mata terpejam dibangkunya. Sepasang headset yang masih menggantung di kedua telinganya. Beberapa bungkus makanan ringan dan satu kaleng softdrink berserakan tak karuan di hadapannya.
"Rio!!" Seru Gabriel sambil menepuk bahu Rio. Tanpa menunggu Gabriel berbuat lebih anarkis lagi Rio membuka matanya untuk merespon panggilan sahabatnya itu.
"Yo, gue dapet apa yang selama ini gue cari! Bidadari gue!" Cerita Gabriel semangat.
"Hmm sukur deh! Siapa?" Tanya Rio sambil membuka segel minumannya. "Favia? Prisa? Vlo? Rene? Atau siapa itu sohib Ify?"
"Keterlaluan lo, Yo! Sohib cewek sendiri nggak tau?!" Tanggap Gabriel keras. Spontan Rio menutup mulut Gabriel dengan sebuah snacknya yang masih utuh.
"Jaga tu mulut!" Perintah Rio kemudian menegak minumannya.
"Jawabannya Shilla!" Ucap Gabriel mantab. Rio yang sedang minum otomatis tersedak. Ia tau sahabatnya itu tidak sedang bergurau apa lagi bermain-main.
"Yakin?" Tanya Rio sedikit tidak percaya namun sekaligus juga tak ingin menyinggung perasaan Gabriel.
"Yap!" Jawab Gabriel mantap. "Gue tau lo nggak percaya, terserah! Itu hak lo tapi gue tau pasti di diri Shilla gue tau apa itu cinta yang sebenarnya."
Rio tersenyum kemudian menepuk pundak Gabriel. Tanda ia percaya dengan semua perkataan Gabriel. "Good luck!" Ucapnya.
"You too, ya! Gue yakin lo sama Ify juga bakal bahagia."
"Amin."
Keduanya kembali diam. Gabriel merogoh laci Rio untuk mencari komik yang biasa dibawa sahabatnya itu. Setelah menemukan satu ia tenggelam dalam cerita yang disuguhkan oleh sang author.
Sementara itu, Rio menatap keluar menatap titik jauh dilangit mencari satu kepastian tentang apa yang harus menjadi ekspektasi utamanya selanjutnya. Sampai kapan ia mampu menyembunyikan identitasnya hanya untuk bersama Ify.
Dan sebuah kemungkinan terburuk yang harus ia pikirkan meski sering ia tampik jauh-jauh apa yang akan terjadi bila harus mereka terpisah. Saat ini saja belum berganti bulan sejak komitmen itu tercetus. Keduanya seperti hutan dan hujan, tak ada yang satu maka musnahlah yang lain.
Rio mendengus, ujung kanan bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman hampa. Seperti bermain menjadi seorang intelegent, ia harus berpura-pura tak mempunyai hubungan apapun dengan Ify saat di sekolah dan menyembunyikan identitasnya sebagai putra mahkota kerajaan bisnis Haling saat bersama Ify. Dimana kisah manis khas cinta remaja yang banyak tertulis itu? Mengapa tak berlaku untuknya? Sampai ia sadar jika seluruh bangku dikelasnya sudah kembali dihuni pemiliknya. Dua menit lalu bel tanda berakhirnya jam istirahat sudah berbunyi.
Ibu Rowina, wali kelas mereka masuk. Sosok wanita berusia menjelang setengah baya namun masih begitu cantik dan awet muda. Setelah meletakkan beberapa buah buku yang tertumpuk rapi dimeja guru. Ia melangkah anggun kebagian depan tengah kelas mencermati siswa-siswinya satu persatu dan memastikan tak ada yang absen dari jam pelajarannya. Rutinitas yang selalu ia lakukan setiap akan memulai pelajaran.
"Kelas ini akan bertambah satu penghuni." Kata ibu Rowina jumawa khas seorang guru yang selalu ingin disegani.
"Silahkan masuk!" Perintahnya sambil menoleh ke arah pintu.
Dari bangkunya, Rio terhenyak mendapati siapa yang sedang berdiri didepan kelas. Sosok tegap dan berkulit putih itu. Alvin. Ia benar-benar membuktikan ucapannya untuk mencari tau siapa Rio atau ia ingin mempersempit pergerakan Rio dan Ify. Rio tetap diam, tak ingin Alvin melihatnya kalang kabut.
![](https://img.wattpad.com/cover/217795164-288-k105cf3.jpg)