Jam olahraga kelas XII IPA 3 sudah berakhir lima menit yang lalu, bersamaan dengan bel istirahat. Dengan asal-asalan Rio merebahkan tubuhnya di bawah pohon yang tumbuh lebat di tepi lapangan sekolah. Beberapa kali lari mengitari lapangan sekolah yang luasnnya sekali di kelilingi saja bisa membuat napas putus-putus membuatnya kepayahan juga.
Dengan kondisi yang tak jauh berbeda Gabriel menghampiri Rio dan melakukan hal yang sama di samping kanan sahabatnya. Ujian praktek olahraga hari ini rasanya benar-benar serupa dengan romusha pada jaman Jepang.
"Dapet berapa kali, Yo?" tanya Gabriel sambil mengatur napasnya.
"Lima--"
"Wahh, berarti banyakkan gue! Akhirnya!" potong Gabriel cepat dan semangat. Merasa bangga akhirnya bisa mengalahkan Rio yang dikenal memiliki kekuatan yang benar-benar gila.
"--belas." lanjut Rio enteng dan otomatis membuat Gabriel melongo lebar-lebar.
"Lo tiap hari makan daging kuda ya? Gue delapan kali aja mau mati gini?! Lo lima belas, Yo? Ajaib lo!"
Rio tak menyahut sama sekali dan memilih menutup matanya dengan lengannya. Mencuri waktu untuk menutup matanya barang beberapa menit.
"Hai kakak-kakak!" suara cempreng milik Ify itu membuyarkan kedamaian yang sudah tercipta karena Rio dan Gabriel sudah sama-sama diam sejak tadi.
"Apaan sih lo, Fy!" gerutu Gabriel seraya bangun dari tidurnya.
"Ganggu orang istirahat aja lo!"
"Apaan? Gue cuma mau ngasih ini!" jawab Ify tak mau kalah dengan Gabriel sambil mengulurkan botol isotonik yang di bawanya ke hadapan wajah Gabriel.
"Makasih!" jawab Gabriel cepat di barengi gerakan tangannya merebut botol tersebut dari Ify.
"Itu buat kak Rio!" celetuk Ify jengkel.
Akhirnya terjadi keributan karena Ify dan Gabriel justru asik berebut mendiamkan Rio dan Sivia. Yang sudah menatap kesal pada mereka berdua yang kelakuannya seperti anak kecil.
"Buat gue ya, Yo!" ijin Gabriel kemudian menegak seluruh isi botol hingga tandas tanpa sisa sebelum Rio menjawab.
"Ck!" decak Rio kemudian bangkit dan melangkah pergi menuju kelasnya.
"Nah tu kan! Elo sih kak! Cemburu tuh si Rio melihat kedekatan kita!" cerocos Ify dengan percaya dirinya.
"Amit-amit lo, Fy!" Gabriel melengos dan tak sengaja matanya menangkap sosok Sivia yang berdiri diam di samping kanan Ify.
"Mending gue sama Via dari pada elo, setidaknya normal!" lanjutnya sambil memainkan alisnya naik turun menggoda Sivia.
Sivia hanya tersenyum malu mendengar rayuan gombal Gabriel yang ternyata mampu membuatnya terbang juga.
"Tobat dulu lo baru boleh pacarin temen gue!" gertak Ify dan sejurus kemudian menarik pergelangan tangan Sivia pergi meninggalkan Gabriel sendirian.
****
Dari depan pintu perpustakaan, Shilla yang semenjak insiden dengan Ify beberapa waktu sebelumnya belum beranjak sedikit pun dari tempatnya, hanya bisa melihat adegan-adegan yang dilakukan Ify dan Gabriel. Emosi di dadanya semakin membuncah dan tak kuasa lagi di tahannya.
Bahkan ia sama sekali tak peduli dengan setiap pasang mata siswa-siswi yang lalu lalang di sekitarnya. Membiarkan mereka leluasa melihat setiap air mata kesakitan yang menetes dari matanya tanpa bisa ia bendung lagi.
Sebuah buku tebal di tangannya menjadi korban. Di remasnya kuat-kuat buku itu hingga banyak kerutan-kerutan tercipta di sampulnya. Membayangkan jika buku itu adalah Ify, gadis yang menurutnya harus menjadi lebih hancur dari buku itu.
