Ify masih diam ditempat. Melipat kedua tangannya didepan dada seraya memasang wajah tak sukanya. Matanya yang menyimpan kekesalan masih menatap arah lain tak ingin melihat Rio yang kini terus merengek dan memohon ijin padanya untuk mengikuti balapan diarena yang tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.
"Ayolah, Fy!" Bujuk Rio sekali lagi. "Dua leg!"
"Enggak! Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa!" Jawab Ify tegas.
"Aku jamin aku nggak akan kenapa-kenapa."
Ify masih tak bergeming, tak juga menjawab Rio. Sebelumnya ia sama sekali tidak menyangka akan diajak Rio ke tempat seperti ini. Sebuah arena balapan liar. Yah, walaupun memang tempat ini sudah menyerupai sebuah sirkuit balap bersertifikat namun tetap saja tak ada jaminan yang memadai kalau tak akan terjadi apa-apa setelah kekasihnya itu menancap gas motornya kencang-kencang diarena itu.
Dua hal yang ada diotak Ify kini tentang Rio. Yang pertama Rio tak mau jauh darinya namun ia egois dan yang kedua Rio sayang padanya namun ia tetap egois.
Rio berdecak kesal. Barisan kata yang ada diotaknya telah habis juga ia keluarkan untuk merayu Ify atau mungkin ia memang tak pandai dalam hal itu. Kini tersisa ide terakhir diotaknya dan yang paling ia harapkan berhasil. Perlahan Rio memutar bahu Ify dan membuat gadis itu menghadap padanya. Mata sayunya menatap dua mata bening Ify memohon.
"Please." Pinta Rio sekali lagi lebih tegas dari sebelumnya mungkin kali ini lebih terdengar memaksa Ify untuk berkata 'iya'. "Aku akan baik-baik aja. Kamu percaya kan?" Ify menghela nafas.
Curang sekali Rio menggunakan mata yang selalu berhasil meluluhkan hatinya itu. Mana mungkin ia sanggup menolak. Itu alasan mengapa sedari tadi Ify tak mau menatap Rio. Akhirnya Ify menggangguk lemah.
"Makasih, sayang!" Ucap Rio semangat sambil menepuk pelan puncak kepala Ify.
"Ehhemm." Dari balik punggung Rio, Gabriel mendehem memberi signal pada Rio dan Ify bahwa ada dirinya disitu dan tidak ingin melihat adegan atau pembicaraan yang lebih frontal dari sepasang kekasih baru itu.
"Ganggu lo!" Sungut Rio kemudian menaruh tas ranselnya diatas bangku disamping kiri tempat Ify duduk sekarang.
Gabriel duduk disamping kanan Ify. Sambil menyeringai pada Rio ia merangkul pundak Ify. Ify hanya diam karena masih menyimpan rasa kesal pada Rio. Selain ia juga tau betapa gilanya Gabriel.
"Have you already taken by this price ice, miss?" Tanya Gabriel menggoda Ify.
"Yes, maybe." Jawab Ify acuh.
"Urusan balapan?" Gabriel menyadari ekspresi jengah dari nada bicara dan wajah Ify mencoba menebak pangkal masalahnya. "Tenang! Rio juga jago urusan ini, yah biar gue yang lebih."
"Terserah! Udah sana pergi!"
"Kamu nggak mau liat?" Tawar Rio.
"Kamu pikir aku tega?" Masih juga dijawab dengan nada sinis oleh Ify.
Rio tersenyum kecil. Berusaha menenangkan gadisnya. Sungguh sebenarnya ia tak ingin membuat Ify khawatir padanya namun ada sebuah ego dan kerinduan pada euphoria tempat itu yang membuatnya tak ingin melewatkan kesempatan. Toh Rio sangat percaya tak akan terjadi apapun padanya setelah ini.
"Kak Rio!" Seru Ify memanggil Rio yang sudah berada beberapa meter darinya. "Take care, ya." Pesan Ify sedikit berat. Rio hanya membalasnya dengan sebuah senyuman kecil –lagi- sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
****
Suara deru motor yang berjajar digaris start terus mengaung. Dilihat dari tipe dan modelnya jelas menggambarkan setiap motor adalah milik orang-orang berkantong tebal. Sambil membenahi jaketnya Rio melirik Gabriel yang berada disebelahnya. Tatapan menantang dan penuh kemenangan. Menjelaskan kalau Rio yakin dirinya akan menang kali ini melawan Gabriel.