10.SENDAL MISTERIUS

76 14 12
                                    

Alvis melangkah maju mengikuti arahan dari jamal yang berada ditengah-tengah para murid. Alvis maju mewakili kelompoknya, tanpa bantuan teman-temannya tentunya. Sepertinya ia akan bernyanyi. Terlihat alvis yang mulai mengambil alih mic yang berada di tangan jamal.

"cek..cek.."Alvis mengetes mic tersebut.

"suaranyaaa merduu bangett"

"duet dong sama gue"

"daftar jadi pacarnya boleh ga si?"

yaps. Lagi-lagi suara jeritan dari para wanita terdengar riuh. Alvis meliriknya seraya memberikan senyumannya sekilas.

"gue disenyumin dong"

"bukan lo, tapi gue"

"manis banget anjir!"

suara angel dan eva lah yang sangat mencolok dari yang lainnya. Seperti cari perhatian rupanya.

Nessa jengah. Ia akhirnya membentak angel yang berada tak jauh darinya."mulut lo bisa diem gak!" Tahannya untuk tidak berkata kasar pada saat ini.

"sirik lo mah" Angel menjawabnya seraya meledek.

nessa berdiri. Seluruh pasang mata menatapnya heran. Bagaimana tidak? Ia tiba-tiba berdiri tanpa alasan yang jelas. Niatnya ingin menghampiri angel, tetapi rere mencekal tangannya. Tanda ia memintanya untuk tidak berulah pada saat ini. Bukan waktu yang tepat pikirnya.

nessa diam. Ia kembali duduk dengan tatapan sinisnya yang tak lepas menatap wajah angel. Ingin sekali rasanya ia mencekek angel dan eva sampai mati.

alunan musik mulai terdengar. Suara alvis pun juga sudah mulai terdengar. Bait demi bait alvis nyanyikan secara perlahan tanpa adanya gangguan.

"Imaginationn...

"Imagination...

"ouoo..ouooo..

Tak terasa alvis sudah menyelesaikan acara menyanyinya. Tepukan tangan rupanya bergemuruh. Berasal dari mana saja. Ya tentunya dari para 'fans-fans'nya. Alvis kembali ketempatnya semula dengan perasaan senang pastinya karena telah menuntaskan acara menyanyinya.

" Wah suara alvis bagus ya ternyata, punya keahlian nyanyi juga ya kamu. kirain bapak kamu cuma bisa bikin masalah"

"cih" Renza membuang air ludahnya sembarangan. Muak sekali ia mendengar pujian yang diberikan pak jamal untuk alvis. Belum tahu saja mereka betapa busuknya alvis dan teman-temannya.

"ayo selanjutnya, kelompok mana lagi yang mau menampilkan?"

dwi dan nita mengangkat tangannya tinggi-tinggi secara bersamaan. Ia beranjak dari duduknya tak lupa juga dwi membawa gitar kesayangannya itu. Keduanya menghampiri jamal meminta alih mic tersebut. Jamal memberinya dengan senang hati. Dan mulai meninggalkan keduanya yang berada ditengah-tengah para murid kelas sebelas tentunya.

Tanpa aba-aba dwi mulai memainkan gitarnya yang dilanjut dengan suara merdu nita. Keduanya tampak menyeimbangi antara musik dan suara. Tak heran jika mereka sekarang menjadi sorotan para siswa dan siswi.

7 menit berlalu Akhirnya, keduanya telah menyelesaikan penampilannya. Nita mengedarkan pandangannya mencari jamal untuk mengembalikan mic nya. Setelah mengembalikan mic, keduanya duduk kembali pada tempatnya.

Setelah penampilan dwi dan nita, jamal terlihat kembali lagi diantara para murid-muridnya. "untuk selanjutnya, siapa lagi?" Katanya setengah berteriak.

alysa mengangkat tangannya ke udara. Seluruh pasang mata melirik ke alysa. Halah, apasih bakat alysa? paling tidak ada. yaps mereka berpikiran sama seperti itu. Memang jahat sekali mereka terhadap alysa. Padahal alysa tidak pernah mengusiknya. Tiba-tiba Seseorang melemparnya dengan sendal yang cukup tebal, sendal cowo pasti.  sebelum alysa maju kedepan. Tepat mengenai kepalanya. "aduh.." rintihnya memegangi kepalanya.

dani berdiri menghampiri alysa. Ia berdiri tepat didepan alysa takut-takut ada yang melemparnya lagi makanya ia melindunginya. "siapa yang punya sendal ini?" Tanyanya datar namun menyeramkan.

sendal berwarna hitam yang saat ini berada ditangan dani. ia memegangnya dengan cukup kuat. Hingga suara seseorang memecahkan pertanyaannya.

"woi sendal gue itu!"

dani mendapati faiz yang menuju arahnya. Ia terlihat kesal. Ko kesal? Harusnya dani yang kesal bukannya ia yang kesal.

"sendal lo?" Tanya dani memastikan.

"iye, kok ada di lo? Dari tadi sore gue cari-cari gaada" Marahnya seenaknya.

Renza menyaksikan kedua kelakuan temannya yang berada tak jauh darinya. Ia hanya diam saja menyaksikannya. Faiz kembali ketempatnya dengan membawa sendalnya. Akhirnya setelah lama hilang, ketemu juga sendalnya.

Tak habis pikir dani kalau itu sendal faiz. okelah kalau itu sendal faiz, tapi siapa yang melemparnya. Tidak mungkinkan kalau yang melemparnya faiz.

"siapa yang ngelempar?"

hening. Tidak ada jawaban dari siapapun. Semua menunduk takut.

"sudah-sudah kita akhiri saja acaranya daripada semakin kacau" Putus febry akhirnya.
---
"gue tidur dulu ya, lo jangan ngilang lagi" Katanya pada sendal kesayangannya itu sebelum ia masuk ke tenda.

"yang ngelempar sendal lo siapa emang?"

"lah gatau, kenapa lo? Pengen beli sendal kaya gue juga?"

"ganyambung lo, gue nanya apa lo jawab apa"

"masih mending gue jawab"

"keluar sana lah, berisik!"

keduanya diam. Tidak ada lagi yang berani mengucapkan satu kalimatpun. Dan akhirnya mereka memilih untuk tidur saja.
---
Bukannya tidur. Putra dan jeje lebih memilih untuk duduk berdua didekat sungai yang terletak tak jauh dari tempat perkemahan mereka. Enggan mengeluarkan suara satu sama lain, keduanya memilih diam. Memandangi deras air sungai yang beralu lalang itu. Suara jangkrik pun ikut berada disana. Cuacanya yang sangat dingin mengharuskan jeje mengusap-ngusap tangannya kasar. Tak peduli jika disampingnya ini menatapnya aneh.

15 menit terbuang sia-sia oleh jeje dan putra yang sedari tadi hanya diam satu sama lain. Sebenarnya apa yang ingin putra katakan malam ini padanya?. Tadi putra mengirimnya pesan untuk bertemu dekat sungai, tapi apa? putra hanya diam saja memandangi wajah jeje. Jeje mendengus kesal, pikirnya ia hanya membuang-buang waktu saja untuk menemui putra saat ini. "Apa?" Jeje membuka suaranya yang telah lama bungkam, kesal dengan keadaan seperti ini.

putra tersentak mengalihkan matanya mengedarkan pandangan lain yang berada disekitarnya. Tak ingin berlama-lama mentatap wajah jeje ia justru mendapat suatu objek yang saat ini dilihatnya. "Lo udah makan?" Tanyanya berbasa-basi.

jeje memutar bola matanya malas. Mengapa seseorang disampingnya ini sangat suka berbasa-basi kepadanya. Sudah tau ia sangat tidak suka orang seperti ini. "gak usah basa-basi, langsung aja" geram jeje.

"sebenernya gue... "

"ngapain lo?" Suara itu berhasil membuat keduanya menoleh secara bersamaan. Tak habis pikir mereka karena saat ini yang berdiri tepat dibelakang mereka ialah rere yang menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Menatap keduanya tajam bak elang. "pacaran?haha" lanjutnya meledek disertai senyumannya yang menyungging.

jeje meraih rumput untuk membantunya berdiri. Sekarang ia tepat berada didepan rere yang masih menyilangkan kedua tangannya.
"urusin aja hidup lo" Katanya seraya menahan emosinya.

rere kembali tertawa meremehkan. Tau apa dia tentang kehidupannya. "oh ya? Tapi kayanya gue gak ngomong sama lo, sorry" Ujarnya sembari melangkah mendekati jeje yang saat ini keduanya terlihat sangat dekat dan saling menatap sinis.

"hahaha, terus buat apa lo disini? kalo bukan buat urusin hidup orang?"

"lo ga ngerti kata 'gue gak ngomong sama lo'?

putra melihat perubahan suasana yang sangat mencekam diantara keduanya. Aura menyeramkan yang keluar dari keduanya mulai terlihat. Ia segera bangkit dari duduknya, berdiri diantara keduanya yang bisa saja tiba-tiba menyerang satu sama lain.
---

votenya jangan lupa guys!tq.

~ALTRA~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang