"Saya terima nikah dan kawinnya Fatimah Azzahra binti Muhammad Ibrahim dengan seperangkat alat shalat dan cincin 5 gram dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah!!"
"Alhamdulillah..."
Arsy Allah baru saja terguncang karna kalimat sakral yang terucap dari bibir pria yang kini telah menyandang gelar suami dipundaknya. Kini tanggung jawab yang ia tanggung bukan lagi sesuatu yang bisa disepelekan, tapi tanggung jawab yang akan membawa nya kelak ke surga atau ke neraka, tergantung pada langkah dan kepemimpinannya sebagai suami dan nahkoda rumah tangga yang akan mereka jalani. Segala sesuatu menyangkut perempuan yang bergelar istri sudah berpindah seluruhnya dari pundak sang ayah ke pundaknya. Begitu suci dan sakral nya janji yang baru saja terikrarkan, tidak hanya dihadapan manusia yang menjadi saksi, tapi dihadapan Allah, yang memiliki kerajaan dilangit dan dibumi, yang Maha pembolak balik hati.
Raut kebahagiaan tak dapat disembunyikan semua orang yang hadir baik di acara akad maupun walimahan mempelai. Betapa membuncah kebahagiaan saat itu, ketika dua insan ini bersatu. Rupa tak usah diragukan, akhlak pun InsyaaAllah tercermin dari bagaimana kedua keluarga mempelai memperlakukan para tamu undangan. Buktinya sekat yang memisahkan antara tamu laki laki dan tamu perempuan cukup menggambarkan begitu kuat pegangan tuan rumah dengan agama Allah.
Namun nyatanya, raut bahagia tidak hinggap diwajah elok kedua mempelai, seakan pernikahan ini bukan sesuatu yang istimewa, hanya hal biasa. Senyum memang terpatri indah dibibir mempelai, tapi tampak hambar. Entah apa yang terjadi, namun nyatanya, kebahagiaan tak begitu erat melingkupi kedua mempelai. Tidak banyak yang menyadari hal itu, bahkan mungkin tidak ada. Kecuali seorang wanita yang cukup berumur namun masih terlihat cantik dan rupawan diumurnya yang hampir setengah abad. Entah mungkin naluri keibuannya yang sangat kuat atau memang raut tak bahagia jelas tampak diwajah putri semata wayangnya.
"Zahra, kamu kenapa sayang? Kamu terlihat tidak nyaman. Coba cerita sama Ummi, ada yang mengganggu pikiran mu, Nak? Atau kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini??" Ucap sang ibu pelan ketika dirasa tamu undangan sudah mulai hilang satu persatu, entah pulang atau untuk menghadiri undangan lainnya.
"U-ummi ngomong apasih, ya jelas Zahra bahagia Mi, inikan pernikahan Zahra. Umi ada ada ajadeh. Intinya, Ummi jangan khawatir, InsyaaAllah Zahra bahagia dan akan selamanya bahagia bersama suami Zahra. Suami pilihan Abi dan Ummi. Zahra yakin, pilihan Abi dan Ummi adalah yang terbaik untuk Zahra."
Entah kenapa kalimat tersebut keluar dari mulut Zahra. Ucapannnya mengandung keyakinan yang sangat, dia pun tak tau darimana kata kata itu berasal. Yang pasti, keyakinan yang berusaha ia tunjukkan kepada malaikat tak bersayapnya itu, dia sendiri pun tidak yakin.
'Astaghfirullah, ampuni hamba Ya Allah. Ampuni Hamba yang berhasil membohongi Ummi dan bahkan diri hamba sendiri. Tapi hamba bermohon kepada mu Ya Allah, jadikanlah kalimat tadi sebagai do'a untuk hamba. Kabulkanlah perkataan hamba ya Allah, agar hamba bisa meyakinkan diri hamba dan kedua orang tua hamba. Sejatinya hamba yakin, takdirmu adalah skenario terbaik yang telah engkau gariskan untuk Hamba.' Munajat Zahra didalam hati.
"Yasudah kalau begitu, sekarang kita menemui suami mu ya. Acara sudah selesai, tamu undangan juga sudah pada pulang. Saatnya ratu sehari ini istirahat, kamu pasti capek kan?" Ucap sang Ummi dengan nada yang dibuat seceria mungkin.
"Masyaa Allah, Ummi emang paling ngertiin aku. Syukron ya Ummi, aku bersyukur banget punya malaikat tak bersayap seperti Ummi." Ummi hanya tersenyum menanggapi ucapan putrinya itu.
****
Disinilah Zahra sekarang berada. Sebuah kamar yang sudah disulap sedemikian rupa mampu membuat Zahra speechless. Saking menikmati dekorasi kamar, sampai sampai Zahra tidak sadar kalau sang pemilik kamar telah keluar dari kamar mandi.
"Kamu ga mandi?"
Sontak suara tersebut menyadarkan Zahra bahwa dikamar ini dia tidak sendiri. Memilih untuk membalikkan badan untuk melihat orang yang baru saja bersuara, pupil mata Zahra melebar seketika. Sepersekian detik kemudian Zahra membalikkan badannya kembali dengan rona merah yang kentara diwajahnya.
"Ehh i-iyaa, Gus. Saya ma-mau mandi kok" ucap Zahra terbata.
Bagaimana tidak terbata, Si Gus keluar ga kira kira. Masa cuma pake handuk dililit dipinggang sih, apa kata orang nanti kalo ngelihat sepasang anak adam didalam kamar dengan pakaiannya seper-
Dasar bodoh. Ini kan kamar Gus. Lagian orang mau bilang apa, wong udah sah. Alias suami istri. Zahra Zahra. Mau leb- astaghfirullah aku mikir apa.
Selagi Zahra berperang dengan bathinnya, sang empunya kamar hanya memperhatikan dengan alis yang menukik tajam. Mulut komat kamit sendiri ditambah tangan yang memukul mukul kepala pasti membuat Gus bertanya tanya. Ada ala dengan istrinya?
"Kepala kamu sakit?" Suara Gus kembali menginterupsi kegiatan Zahra.
"Hah? Af-afwan Gus. M-maksudnya?" Dahi Zahra berlipat bingung mendengar pertanyan Si Gus.
"Ya itu, kamu mukul mukul kepala, kepala kamu sakit?" Ucap Gus memperjelas.
"O-oh, gak kok Gus. Cum-cuma pusing sedikit. Mungkin kecapean."
"Gak jadi mandi?" Pertanyaan Gus kesekian kalinya.
"Eh, iya. I-ini mau mandi"
Tanpa aba aba, Zahra berlari menuju kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, Zahra merutuki kebodohannya sambil berdiri di belakang pintu. Entah kemana perginya otak pintar yang selama ini mampu membanggakan orang tuanya. Entahlah, berhadapan dengan Si Gus membuat pembendaharaan katanya lenyap seketika.
Baru satu hari jadi istri orang aja aku udah kayak gini, dasar Zahra.
***
Assalamu'alaikum teman teman. Perkenalkan, aku caa. Ini cerita pertama rohani ku. Ada beberapa karya sih, tapi belum sempat terselesaikan. Mungkin karena kehabisan ide, huhu. Semoga kalian suka sama karya ku ya ini ya.Kalau berkenan follow juga akun aku di @khairulannisaaa . Dan jangan lupa tinggalin jejak juga, boleh kasih saran, masukkan, atau semangat juga, hehe. Terimakasih sebelumnya🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
When Gus Meet Ning
SpiritualKetika perjodohan mengawali segalanya. Pertemuan Gus Yas dengan Zahra membalikkan kehidupan keduanya. Perkenalan di awal pernikahan? Not bad. *** Cerita spiritual dan pernikahan pertama saya. Jika berkenan, boleh tolong follow akun saya, dan mohon t...