22 - Virus Merah Jambu

41.5K 2.7K 114
                                    

Dari kejauhan, Gus Alif melihat Nayya yang sedang melakukan tugasnya sebagai pengurus OSIS. Ia dan teman-temannya sedang menyiapkan keperluan acara peringatan isra' mi'raj yang akan santri-santri lainnya.

"Senyum-senyum terus sampean, Gus?" Gus Alif menoleh ke arah kiri.

"Eh, Kang Basyir, tak kira siapa. Sampai kaget ini lho," jawab Gus Alif diakhiri dengan kekehan.

"Sampean terlalu fokus sama bidadari surga, Gus," goda Ustadz Basyir pada Gus Alif sambil menaik turunkan kedua alis tebalnya, juga disertai gelak tawa. Yang digoda semakin memalingkan mukanya karena ketahuan sedang memperhatikan nayya. Lihat saja wajah Gus Alif, bersemu merah jambu.

Ustadz Basyir adalah salah satu ustadz yang gaul. Bahasanya mengajar seringkali seperti sedang mengobrol dengan teman sebaya. Sehingga, banyak murid yang menyukai metode belajar dari Ustadz Basyir, karena dianggap tidak membosankan.

"Apa sih, Kang." Gus Alif mencoba mengelak.

"Wis tha, Gus. Wong raine sampeyan wes abang ngunu kok ora ngaku." gelak tawa Ustadz Basyir terdengar lagi. Pribadinya yang humoris membuat ia seringkali dijadikan hiburan bagi teman-teman sesama pengajar di kala suntuk. (Sudah dong, Gus. Mukanya sudah merah gitu kok masih gak ngaku.)

"Sampun tha, Kang, isin aku." Gus Alif tersenyum malu, sedangkan Ustadz Basyir sudah tertawa puas karena berhasil menggoda Gus Alif. (Udah dong, Kang, saya malu.)

"Ternyata sampean ya bisa isin juga, Gus." Kang Basyir menepuk pundak Gus Alif sebelum berlalu pergi dari tempatnya sekarang.

Di aula tengah riuh dengan segenap pekerjaan masing-masing. Farhana tengah mengumpulkan anak-anak yang bertugas mengisi acara nanti malam. Mulai dari tilawah al-quran, pembacaan sholawat rajabiyah, hingga acara-acara selanjutnya. Tidak lupa grup hadrah As-Salam yang turut memeriahkan acara nanti malam. Untuk mauidzah hasanah akan diisi oleh muballigh kondang asal Jogjakarta.

Panggung sudah didekor sedemikian rupa, snack sudah ditata di luar aula, pengisi acara sudah clear, semua sudah beres. Farhana menutup brieffing dengan bacaan tasbih dan hamdalah, dengang harapan semua acara berjalan dengan lancar seperti yang direncanakan sebelumnya.

"Sudah lengkap semua mbak?" ustadzah luluk selaku penanggung jawab acara dari pihak santri putri bertanya pada Farhana.

"Sampun (sudah), Ustadzah. Tinggal jalan acara saja." Ustadzah Luluk tersenyum dan mengangguk paham.

Sholat isya sudah selesai, jamaah pun sudah kembali ke asrama untuk bersiap-siap menghadiri acara peringatan isra' mi'raj. Panitia sudah berada di tempatnya. Semua bertugas pada bagian masing-masing. Bahu-membahu demi berjalannya acara pondok mereka ini.

Di ndalem sendiri Gus Alif tengah bingung akan memakai baju apa untuk datang ke acara. Padahal acaranya tidak formal-formal sekali, tapi ia bingungnya bukan main akan memakai baju apa.

"Yang ini, apa ini?" Gus Alif bermonolog sambil mengangkat kedua baju yang ada di kedua tangannya. Batik pekalongan dengan warna biru dongker di tangan kanannya, sedangkan di tangan kirinya ada koko berwarna hijau lumut.

"Pakai batik kayak acara resmi, kalau ini udah sering dipakai juga." Gus Alif masih bingung dengan pilihannya.

Pintu kamar Gus Alif tak tertutup rapat. Nyai Farida yang tak sengaja lewat depan kamar Gus Alif pun mengintip putra sulungnya itu. Beliau terkekeh melihat kelakuan putranya.

"Sampean iki arep pengajian, Lif. Ora arep lamaran." Gus Alif membalik badannya menghadap asal suara. Ia menemukan ummahnya sedang berdiri di ambang pintu. (Kamu ini mau pengajian, Lif. Bukan mau lamaran.)

Assalamualaikum, Gus ✔ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang