"Masih dingin?" sebuah suara mengagetkanku.
Aku pun segera menoleh dan menjawab dengan anggukan. Kemudian Bio memberikan sebuah jaket padaku.
"Kalau aku pakai ini, kamu yang bakal kedinginan, Bi. Aku gak apa-apa kok. Serius," tolakku halus.
"Lebih baik aku yang kedinginan, Ra. Karena sepertinya tubuhku lebih tahan dengan udara dingin dibanding kamu," ungkapnya.
"Serius gak usah, Bi. Hmmm... haattcii," aku bersin.
Kenapa sih bersinnya harus muncul sekarang? Bikin malu aja, gumamku.
"Udah bersin gitu masih aja bilang gak apa-apa." Dengan sigap Bio langsung memakaikan jaketnya padaku meskipun tanpa persetujuanku.
"Makasih, Bi." ucapku malu-malu.
Dikarenakan semua sudah makan malam tadi, jadi panitia langsung bergegas untuk melaksanakan api unggun ini. Nyanyian serta obrolan ringan turut menjadi pengisi di sela-sela acara api unggun.
Rasanya kehangatan yang aku dapatkan malam ini tidak hanya dari satu sumber saja. Tidak dari api unggun saja. Melainkan dari jaket Bio yang sedang kukenakan. Sesekali tercium aroma parfum dari jaket ini.
Malam pun larut bersama dengan kayu yang berubah menjadi arang. Acara api unggun telah usai.
Semua kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
"Ra, itu yang kamu pakai jaketnya Bio kan?" tanya Gina.
"Iya, Gin," jawabku singkat.
"Loh kok bisa sama kamu?" Gina kembali bertanya.
"Iya dia kasih aku ini biar gak kedinginan tadi," jelasku.
"Duh kok dia sok so sweet gitu hahaha," tawa Gina.
"Sok so sweet apaan. Biasa aja kali. Lebay kamu ah," balasku.
"Udah cuma gitu doang? Dia gak ada ngomong apaan gitu, Ra?" Gina mencoba menginterogasiku.
"Ya gak ada. Emang mau ngomong apaan coba? Udah yuk tidur, capek banget nih," ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ah si Bio gimana sih, jalan di tempat terus deh perasaan," oceh Gina.
Gelap malam sedikit demi sedikit memudar. Cahaya matahari pagi mulai mengintip dibalik jendela. Tetesan embun pagi sudah berkumpul. Waktu menunjukkan pukul 06.20 pagi.
Aku dan sebagian teman-teman jogging di sekitar penginapan.
Pada pagi hari pemandangan disini sangat bagus dan rasanya cukup tentram karena jauh dari polusi udara, tidak seperti di kota.
Setelah 30 menit jogging, aku, Gina, Leo, dan Yumi memutuskan kembali ke penginapan.
"Ra, kok jalannya kayak kura-kura sih?" ledek Gina.
"Iya nih Hira lama bener", timpal Yumi.
"Tau sendiri kan kaki temen kalian tuh pendek", Leo menambahi.
"IYA IYA CEPAT NIH", teriakku sambil berlari.
Aku berlari untuk mendahului mereka sampai akhirnya kakiku tersandung batu. Tubuhku jadi tidak seimbang.
"Brukk." Aku terjatuh.
Gina, Yumi dan Leo langsung menghampiriku.
"Gak apa-apa, Ra?" tanya Gina.
"Sakit. Kakiku," jawabku berkaca-kaca.
"Mana? Ini?" tanya Yumi memastikan.
"Aduh," ringisku.
"Gimana? Masih bisa jalan gak?" tanya Gina lagi.
Aku menggelengkan kepala.
Tanpa aba-aba Leo langsung menggendongku.
"Eh apaan." Aku kaget.
"Udah diem aja deh biar cepat sampai dan diobati," ucap Leo.
Beberapa menit kemudian kami pun sampai di penginapan.
"Loh kenapa ini?" kak Siska heran.
"Si Hira jatuh tadi kak," jawab Gina.
"Yaudah letak sini dulu deh dia," ujar kak Siska.
Ketika Leo menurunkanku, kulihat Bio memerhatikanku di sudut ruangan dengan ekspresi seperti tidak senang. Aku mencoba memanggilnya sebelum akhirnya dia pergi begitu saja. Aneh. Ada apa ya? Pikirku.
Kegiatan di penginapan satu persatu mulai selesai. Sore ini kami akan kembali ke kampus.
Bus sudah tiba di penginapan. Satu-persatu barang dimasukkan ke bus untuk selanjutnya giliran kami yang masuk.
"Akhirnya selesai ya." Kataku pada Gina.
"Iya nih. Gimana kaki kamu, Ra?" tanyanya.
"Udah mendingan kok," ujarku.
"Aku duduk di tempat kalian ya." Leo tiba-tiba menghampiri kursi kami.
"Bukannya disini Bio? Kan duduknya harus sama kayak waktu pergi," ucapku.
"Dia minta ganti, Ra." Jawab Leo.
"Kenapa?", tanyaku.
"Gak tau tuh." Balas Leo enteng.
Bio menatapku dari kursi yang diduduki oleh Leo sebelumnya. Lalu dia berpaling dengan tatapan yang menjengkelkan.
"Kenapa lagi si aneh ini? Orang lagi sakit bukannya dijenguk, malah pergi. Sekarang juga tiba-tiba malah bersikap dingin gitu pakai duduk terpisah pula." Kesalku.
Sebelumnya Bio tidak pernah bersikap seperti ini. Hari ini kali pertama ia menunjukkan ekspresi tidak suka pada seseorang.
Pertanyaannya adalah ia tidak suka dengan siapa? Denganku? Atau dengan siapa? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku.
Setelah itu hari ku pun berakhir dengan sisa perasaan jengkel karena tak habis pikir dengan sikap aneh Bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaimana Kamu Tahu Itu Aku?
RomanceKamu tidak akan pernah tahu bagaimana semesta berencana. Bagaimana rumitnya sebuah pertemuan, begitu pula perpisahan. Apa yang akan kamu lakukan jika semesta memperkenankan takdir yang rumit itu terjadi? Apakah kamu akan menghindarinya, atau kamu ak...