Tring.... Tring....
Suara lonceng dipintu masuk berbunyi, sebagai tanda pintu terbuka.Aku dan Bio sedang berada di toko buku untuk membeli beberapa keperluan festival.
Saat ini toko bukunya tidak terlalu ramai dengan pengunjung. Jadi kami akan lebih leluasa berkeliling. Satu demi satu rak dan keranjang yang tertata rapi kami jelajahi.
Hingga tiba dibeberapa tumpukan barang. Kami pun memilah barang mana yang sesuai dan akan kami beli.
"Kertas origaminya motifnya imut ya. Apa beli yang ini aja?", tanyaku pada Bio.
"Boleh. Bagus kok. Tapi di mix aja warnanya, Ra. Biar lebih bagus", jawabnya.
"Oke deh kita pilih yang ini ya", kataku.
"Oh iya bola-bola kecilnya jangan lupa untuk hiasan kan", ingat Bio.
"Oh iya juga ya hampir aja lupa. Untung kamu ingatin, Bi", ucapku mengiyakan.
Kami pun segera berpencar untuk mencari barang-barang yang lain. Supaya barang yang dicari juga lebih cepat ketemu.
Aku berjalan mendekati rak yang berisi novel-novel. Karena aku suka membaca novel, jadi aku baca saja beberapa sinopsis novel yang ada disitu.
Satu persatu novel tersebut aku ambil dari rak. Aku larut dalam bacaanku hingga lupa mencari kembali barang yang lain.
Ketika aku ingin mengambil satu buku lagi untuk dibaca, kudapati seseorang sedang menatapku dari celah rak buku.
Seseorang yang berdiri tepat didepanku, namun dihalangi oleh rak buku. Bio menatapku dengan serius. Tanpa bicara sepatah kata.
Diam adalah reaksi spontanku.
Kami sama-sama diam dalam beberapa detik. Hingga akhirnya aku tersadar kembali lalu menjadi salah tingkah dan pergi dari rak tersebut.
Aku berjalan ke arah kasir. Bio menyusulku dari belakang.
"Hira nih disuruh nyari barang malah baca buku", katanya.
"Sorry ya, Bi. Abis aku udah jarang ke toko buku, jadi pas ngeliat rak novel jadi ngerasa tertarik gitu. Hehe", jawabku kaku.
"Haha. Iya gak apa-apa kok, Ra. Aku udah dapatin semua yang dicari kok. Tinggal bayar aja", ucap Bio.
"Makasih ya, Bi", ucapku sambil tersenyum.
Setelah itu, kami pun pergi ke ruang sekretariat himpunan jurusan untuk meletakkan barang-barang yang kami beli.
Kami duduk sejenak di depan ruangan tersebut.
Kala itu hari sudah sore. Langit sudah berwarna orange dan angin berhembus dengan lembut khas suasana senja.
Kami hanyut dalam lamunan masing-masing. Hening. Sampai akhirnya pembicaraan dimulai kembali ketika Bio bilang akan mengantarku pulang.
Senja belum usai. Aku pulang dengan diantar Bio menggunakan motor matic kesayangannya.
Kata orang, senja itu identik dengan hal-hal yang romantis dan manis. Mungkin kali ini aku akan menyetujuinya.
"Menikmati senja diatas motor, romantis bukan?", pikirku saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaimana Kamu Tahu Itu Aku?
RomanceKamu tidak akan pernah tahu bagaimana semesta berencana. Bagaimana rumitnya sebuah pertemuan, begitu pula perpisahan. Apa yang akan kamu lakukan jika semesta memperkenankan takdir yang rumit itu terjadi? Apakah kamu akan menghindarinya, atau kamu ak...