15. Penyihir

5K 810 45
                                    

Jangan tanya berapa kali Julian bersumpah serapah hari ini. Bukan, bukan hanya hari ini dia bersumpah serapah. Sudah sekitar seminggu Julian sering bicara sendiri, mengucapkan kata-kata kasar pada udara. Dan mungkin, hari inilah puncak dari 7 hari menyebalkan untuknya. Dia ingin marah, tetapi tidak tahu harus marah pada siapa. Jadilah dia hanya bisa berteriak kencang pada langit sampai beberapa orang di sekitarnya melirik Julian, lalu berbisik-bisik. Pasti mereka berpikir Julian ini orang gila baru.

Bayangkan saja, Julian selalu sial selama seminggu ini. Untuk hari ini saja, sudah begitu banyak kesialan menimpa dirinya. Pertama, dia bangun kesiangan. Hampir saja Julian tidak bisa masuk sekolah kalau tidak menyogok satpam yang berjaga hari ini. Kedua, dia lupa membawa buku tugas matematika. Jadi, Julian harus rela nilai tugasnya kosong. Ketiga, gelang pemberian almarhum ibunya hilang entah di mana. Julian sudah mencarinya seperti orang kesetanan, tapi tak kunjung ketemu. Dia akan melanjutkan pencarian besok. Dan sekarang, Julian harus mendorong-dorong motornya yang mogok di bawah teriknya sinar matahari.

Julian hanya bertanya, ini semua tidak disebabkan oleh ucapan Lova seminggu yang lalu, bukan?

“Argh! Kenapa gue bisa sial kayak gini, sih?!” Julian berhenti sejenak untuk kembali berteriak. Menanyakan hal yang sama pada siapa sana yang mendengarnya. “Awas aja itu cewek. Gue kasih pelajaran kalau ketemu!” Julian menatap motornya malas. Kalau papanya tidak akan marah jika Julian meninggalkannya di tepi jalan, Julian sudah pulang menggunakan jasa ojek. Namun, dia tidak mau berdebat dengan papanya yang otoriter. Julian tidak akan pernah menang.

Saat kembali mendorong motornya—yang sangat menguras tenaga—Julian merasa beban motor itu meringan. Saat dia melihat ke belakang, ternyata ada orang lain yang dengan bodohnya membantu Julian. Dia langsung menarik rem sehingga motor mogok itu benar-benar berhenti. Dengan malas, Julian menatap orang itu. Ini bukan waktu yang tepat untuk bertemu dengannya.

“Lo ngapain?” tanya Julian dengan nada yang masih bisa terdengar angkuh. Di saat seperti ini, Julian masih memiliki tenaga untuk bersikap sombong. “Mau sok jadi pahlawan? Lo mau gue anggap lo cewek baik? Atau mau bikin gue merasa bersalah karena selama ini suka ngomong jahat sama lo?”

Orang itu menegakkan tubuhnya, menarik tangannya yang memegang bagian belakang motor Julian. “Ternyata Kak Julian sadar udah bertindak jahat sama aku? Heran, udah tahu jahat, masih aja dilakukan. Kena azab, baru tahu rasa.”

“Gak usah sok enggak tahu, deh! Gue yakin, kesialan yang selama ini menimpa gue juga sumbernya dari lo!” Julian memposisikan motornya supaya bisa berdiri. Dia berkacak pinggang. Lihatlah wajah lugu itu, benar-benar memancing emosi Julian. “Lo itu penyihir, ya? Pertama, lo bikin Arvin tergila-gila sama lo. Sekarang, lo bikin gue sial mulu gara-gara omongan lo di kantin seminggu yang lalu. Terus nanti apa? Lo mau gue disambar petir?”

JEDER!

“Anjir!” Julian terlonjak. Matahari sedang bersinar dengan terik, tetapi tiba-tiba ada petir yang menggelegar. “Tuh, 'kan?! Lo itu penyihir!” Julian menunjuk Lova dengan telunjuknya. Matanya sudah setengah keluar.

Lova-lah yang sudah memiliki niat untuk membantu Julian. Apa yang dia terima sekarang? Bentakan, pelototan, dan juga sebuah fitnah yang menyebut dia penyihir. Lova tahu, mustahil Julian akan berterima kasih akan tindakan kecilnya ini. Namun, Lova tidak tahu kalau Julian justru akan bertindak tidak menyenangkan seperti ini. Sia-sia saja Lova mengenyampingkan kekesalannya pada Julian hanya untuk menonjolkan kemanusiaannya. Dia rela turun dari angkot untuk mendorong motor mogok orang jahat seperti Julian.

Erotomania [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang