Malam itu, hujan mengguyur bumi dengan begitu derasnya. Bagi sebagian orang, suara rintiknya mungkin seperti lulabi. Bagi sebagian lagi, terdengar seperti lagu rindu untuk seseorang yang belum berhasil mereka capai. Namun, bagi Arvin, ini seperti cambukan untuk kesalahannya di masa lalu. Kesalahan yang terus Arvin bawa ke mana pun dia pergi selama 4 tahun ini. Saat sembuh, Arvin semakin menyadari bahwa dia adalah laki-laki paling brengsek. Dan sekarang, setelah melihat kondisi Lova, perasaan bersalah itu semakin berkecamuk.
“Jadi, selama ini bundanya Lova enggak tahu tentang kejadian malam itu?” Arvin bersuara, meminta penjelasan dari Julian yang sedang menyesap kopi. Mereka sama-sama memperhatikan area parkir rumah sakit yang basah sempurna. “Gue merasa perlu terus terang tentang ini, Jul. Gue udah salah banget sama Lova.”
“Kalau lo ngelakuin itu, lo akan semakin menyakiti Lova. Lo akan bikin semua perjuangan Lova untuk bangkit hanya sekedar sia-sia. Semua usahanya untuk melupakan kejadian itu gagal total.” Julian menyimpan cangkir kopinya kembali ke atas meja. “Bahkan, sampai hari ini, Lova enggak pernah sekali pun membicarakan apa yang udah lo lakukan malam itu. Tapi gue yakin, kelakuan lo benar-benar fatal, sampai bikin Lova trauma.”
Arvin kaget bukan main saat Bu Arumi bersikap hangat padanya tadi. Beliau menanyakan kabar Arvin, mengusap kepala Arvin, bahkan berterima kasih karena sudah membantu membawa Lova ke rumah sakit. Beliau tidak tahu saja jika Lova seperti itu karena Arvin. Dan ternyata, semua sikap Bu Arumi itu karena Lova tidak pernah mengadu apa-apa pada orang tuanya. Bahkan, pada Julian juga, orang yang—mungkin—paling dekat dengan Lova sekarang. Mengapa Lova bisa begitu baik? Kebaikannya ini membuat Arvin semakin merasa bersalah.
Julian melirik Arvin. “Lo enggak ....” Jeda, Julian tidak sanggup meneruskan kalimatnya. “Lo tahu yang gue maksud, 'kan?”
Melakukan hal yang sama, Arvin juga melirik Julian. Meskipun berat, Arvin harus mengakui kesalahannya. “Hampir, Jul.” Arvin bisa melihat dengan jelas bahwa rahang Julian mengeras. “Waktu itu, gue benar-benar marah setelah lihat lo sentuh Lova di kolam renang. Gue enggak suka apa yang udah jadi milik gue diganggu sama orang lain. Apalagi ini Lova, pusat semua kegilaan gue.”
“Penyakit lo bisa bikin lo jadi cowok paling goblok juga ternyata.” Julian tersenyum sinis. Dia tahu, itu semua karena kondisi Arvin yang tidak baik-baik saja. Namun, Julian tidak bisa memaklumi ulahnya. Pantas saja Lova sampai trauma, dia hampir saja kehilangan sesuatu yang paling berharga. “Terus, sekarang gimana kondisi lo? Kalau lo masih sakit, mending lo pergi sekarang juga. Gue enggak mau Lova kenapa-napa lagi.”
“Lo sesayang itu sama Lova, ya?”
Sunyi. Julian tampak tidak mampu menjawab pertanyaan Arvin. Namun, hatinya menjerit mengatakan 'iya' dengan sangat lantang. Julian hanya marah saat melihat Lova sedih, tidak rela Lova terluka, mau melakukan apa saja yang bisa membuat Lova tersenyum, tertawa, dan bahagia. Meskipun itu Arvin, sahabatnya dan masa lalu Lova, Julian tidak akan tinggal diam jika kehadirannya hanya membuat Lova terluka. Ya, sesayang itu Julian pada Lova. Tidak tahu sayang sebagai apa, yang jelas sangat besar dan tulus.
“Lo enggak usah khawatir gue bakal lepas kendali lagi. Gue udah dinyatakan sembuh setahun yang lalu.” Daripada bertanya-tanya tentang kebisuan Julian, Arvin lebih memilih kembali bersuara menjawab pertanyaan Julian sebelumnya. Di sisi lain, dia senang karena selama ini ada yang selalu menjaga Lova saat dia tidak mampu. Di sisi lain juga, Arvin merasa iri.
Ponsel Julian bergetar. Dia langsung membuka pesan yang baru saja diterima. Dari Bu Arumi. Beliau memberi kabar Lova batu saja sadar dan meminta untuk bicara dengannya, dengan Arvin juga. Tanpa sadar, Julian meremas kuat benda pipih di tangannya. “Lova udah sadar. Dia juga pengen ngomong sama kita. Mungkin, lebih tepatnya sama lo. Gue dibutuhkan buat memastikan keselamatannya aja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Erotomania [Tamat]
Novela JuvenilPernah dengar erotomania? Atau sindroma de Clerambault? Istilah sederhananya adalah delusi jatuh cinta. Salah satu gangguan delusi di mana si penderita merasa yakin bahwa dia sedang dicintai seseorang. Kondisi paling parahnya, saat si penderita berp...