20. Berakhir

5.5K 762 31
                                    

"Lo harus janji, kalau suatu hari nanti gue lepas kontrol sampai bisa menyakiti lo, lo harus teriak sekencang mungkin, minta tolong sama orang lain."

Perkataan Arvin saat di taman terngiang-ngiang di telinga Lova. Dia sudah meminta tolong, tetapi entah pada siapa. Dia sudah berusaha berteriak, memberi tahu pada siapa saja bahwa Lova membutuhkan bantuan, tetapi tidak tahu adakah orang yang akan datang menyelamatkannya. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini, selain mereka berdua. Apakah mungkin Lova akan selamat?

"Gue tahu, kadang gue enggak bisa membedakan antara kenyataan dan delusi. Tapi, satu yang perlu lo tahu, rasa sayang gue ke lo bukan cuma delusi. Dia nyata hadir di hati gue."

Apakah saat ini Arvin sedang tidak mencintainya? Dia hanya melakukan apa yang dia mau. Membalas sesuatu yang tidak diinginkan Lova dengan kejadian yang lebih kejam. Laki-laki yang saat ini berkuasa bukan Arvin yang biasa membahagiakan Lova, yang biasa tersenyum hangat, atau yang selalu melakukan hal kecil yang membuat Lova merasa dicintai. Dia adalah iblis, yang tenggelam dalam delusi.

"Aku benci Kak Arvin."

Seluruh tubuh Arvin langsung kaku saat mendengar bisikan kecil itu. Sangat lemah, hampir saja Arvin tidak bisa mendengarnya karena kalah oleh angin malam. Arvin sama sekali tidak bergerak. Cengkramannya di leher Lova perlahan mengendur. Deru napas penuh amarahnya perlahan melambat. Kali ini, Lova yang meyakini bahwa mereka sedang saling berpandangan. Seakan tidak ada habisnya, air mata Lova terus turun tak tertahankan.

"A-apa?" Suara Arvin bergetar. Tidak lagi menyeramkan seperti beberapa saat yang lalu, justru terdengar begitu menyedihkan. "Apa lo bilang, Lov?"

"Aku benci Kak Arvin," ulang Lova di sisa tenaganya. Siapa yang tidak benci diperlakukan sangat keji seperti ini? Binatang sekali pun akan marah, apalagi Lova yang jelas-jelas manusia berakal. Meskipun dia sangat menyukai Arvin, bukan berarti dia akan rela disiksa olehnya. "Kenapa gak sekalian aja bunuh aku, Kak? Biar puas sekalian kalau aku gak ada."

Dengan sekali hentakan, Arvin menyingkir. Meskipun gelap, dia bisa berjalan dengan begitu mudah. Dan sekarang, Lova bisa merasakan bahwa Arvin sedang mondar-mandir di depannya. Entahlah apa yang ada di kepala laki-laki itu, Lova hanya berharap ini adalah awal yang baik untuk kebebasannya. Namun, jika itu adalah hal buruk, Lova siap untuk mati di kamar ini, sekarang juga.

"Enggak, Lov. Lo enggak boleh benci gue! Lo cuma boleh punya satu perasaan sama gue, yaitu cinta!" Lagi, untuk kesekian kalinya, Arvin berteriak. Kali ini, dia seperti orang frustasi. Berulang kali dia membuang napas panjang. "Lo cinta sama gue. Lo enggak benci sama gue, 'kan? Gue mohon, tarik kata-kata lo!"

"Kakak pikir, setelah apa yang Kakak lakukan sekarang, masih ada perasaan aku buat Kak Arvin?! Enggak ada! Dan aku enggak akan pernah menarik kata-kataku. Aku benci Kak Arvin!" Lova membalas berteriak. Dia muak dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya, dia muak dengan kegelapan ini, dia muak dengan semua kegilaan Arvin. "Aku selalu ikuti semua kemauan Kakak. Menemani Kak Arvin terapi, hampir tidak melakukan interaksi dengan lawan jenis, aku ikuti semua peraturan Kak Arvin dari pagi sampai malam. Tapi, kenapa Kak Arvin enggak bisa kasih apa yang aku mau? Aku cuma mau kepercayaan, dan Kakak enggak pernah kasih itu."

Kursi berderit, tubuh Lova tersentak karena Arvin kembali menariknya mendekat. Dia beringsut mundur saat tangan dingin itu kembali menyentuh pipinya. "Gue percaya sama lo. Mulai sekarang, gue enggak akan mengekang lo, gue akan turuti semua kemauan lo. Tapi, gue mohon, jangan benci gue." Kemudian, Arvin bergeran melepaskan ikatan tubuh Lova dengan terburu-buru. "Lo mau gue lepasin lo, 'kan? Lo mau pulang? Lihat, gue turuti kemauan lo. Gue bakal antar lo pulang."

Erotomania [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang