Musim gugur telah tiba, hari-hari bisa sangat suram sebab selalu gerimis. Untungnya, ada banyak pepohonan yang membiarkan sinar matahari masuk dengan membungkus dirinya dengan warna kuning musim gugur yang cemerlang. Bahkan tempat gelap sekalipun akan menyala dengan cara ini.
Daun-daun yang berjatuhan berserakan di jalanan semakin mempercantik kota The Lost City yang terletak di pesisir timur di negara Alexandria.
The Lost City memiliki banyak taman-taman yang indah dan punya bangunan-bangunan corak arsitektur abad ke-19. Kota ini terbagi dua zona, yaitu zona kota lama dan zona kota baru—menyatukan antara kehidupan tradisional dan modern.
Di sekitar sini kita bisa menemukan kediaman kastel kerajaan di atas batu sejak masa pemerintahan abad ke-11. Ada juga beberapa kastel bersejarah lainnya yang telah ada sejak zaman besi. Saat ini berubah menjadi objek wisata bersejarah karena sekarang negara ini memakai sistem republik.
Berbeda dari area sebelumnya, tak jauh dari sini kita seperti memasuki dunia yang berbeda. Banyak gedung-gedung pencakar langit, ramai sekali orang berpakaian modis yang sedang berlalu-lalang, menyeberang jalan, keluar masuk gedung kantor.
Seanz Hills—area perkumpulan para manusia elite berada. Tempat di mana semua orang menghamburkan uang, sekaligus menjadi tempat bergengsi. Lihat saja, di tubuh mereka dari kepala hingga ujung kaki mengenakan merek kelas atas. Belum lagi mobil-mobil mewah terparkir di sepanjang jalan, seperti sedang mengadakan pameran.
"Kenapa mereka melihatku begitu, ya?" tanyanya bergumam sendiri sembari mengamati dirinya dari pantulan elevator yang akan membawanya ke lantai 67. Hari ini adalah hari ke tiga ia bekerja. Apa yang salah? Rambutnya tersisir rapi, bajunya bersih, rok span yang dikenakan juga tidak terlalu pendek. Jadi, apa yang salah? Sebab dari awal dirinya masuk ke gedung tersebut semua pegawai melontarkan tatapan jijik seolah dirinya sebuah kotoran. Setelah diteliti ternyata karena ia tidak memakai brand bermerek satu pun di tubuhnya sedangkan pegawai di sini setidaknya mengenakan satu brand mahal.
Tidak peduli dengan tatapan jijik mereka, gadis itu tetap berjalan dengan santai menikmati wewangian yang khas saat menyusuri koridor kantor sambil memeluk berkas-berkas yang cukup tebal, dan harus diserahkan kepada Vincent Lorenzo—Presdir Utama The Phoenix Group.
Langkahnya terhenti tepat di depan pintu. Memastikan sekali lagi dengan membaca ulang tulisan posisi jabatan ruangan tersebut, sebelum akhirnya dia mengetuk pintu tiga kali lalu membukanya.
Mata nya membelalak, "Astaga!" teriaknya terkaget-kaget sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Sontak berkas-berkas yang ia peluk sedari tadi itu pun berhamburan sampai akhirnya berceceran di ruangan tersebut.
Sepertinya, kariernya akan tamat setelah ini.
Pasalnya ia telah melakukan kesalahan fatal—menangkap basah seorang presdir sedang berdiri bersandar di pinggiran meja dengan seorang wanita yang sedang berlutut di kedua kakinya. Sedang blow job.
Alih-alih lekas meninggalkan ruangan, entah kenapa tubuhnya seperti tak mau digerakkan dan matanya terpaku pada sang presdir yang bak titisan dewa.
Ternyata benar rumor yang dikatakan orang-orang bahwa Presdir Phoenix Grup memiliki paras rupawan—seperti pahatan seni, rahangnya yang tajam, hidungnya bangir terlihat dari samping wajahnya. Yang terakhir paling epik, ia melihat seluruh tubuh pria itu tanpa sehelai benang pun. Mulai dari dada bidangnya yang terukir beberapa tato kecil di kulitnya, ditambah lagi tubuhnya yang bercucuran keringat membuat pria itu terlihat seksi, terlebih lengan dan paha-nya cukup berotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Demon Husband
RomanceSaling bertukar liur, memberikan sensasi berbeda yang memuaskan. Ciuman yang semakin intens membuat kepala kedua insan itu bergerak berlawanan ke kanan dan kiri untuk memperdalam ciuman. Di dalam bibir kenyal dan merah ini tersimpan nafas panas yang...