Bakso Kang Lembur

61 19 4
                                    

Ini adalah hari pertama dari sepuluh hari terakhir Adhi untuk mendekati Anna agar ia juga dapat memiliki rasa yang sama kepadanya.

Adhi telah sampai di rumah Anna dengan motor yang diberi nama Si Merah Pemberani, entah apa filosofinya ia menamakan motornya itu.

Tak perlu menunggu lama, Anna pun keluar dari rumahnya dengan mengenakan baju berwarna biru laut, rok hitam yang panjang, untuk kali ini rambutnya tak dikuncir membuat dia terlihat tambah cantik, kacamata yang selalu menempel diwajahnya itu kini tak lagi terlihat.

Anna menghampiri Adhi dengan menenteng buku yang sama persis ia bawa ketika pertama kali bertemu Adhi.

“Hai.” Sapa manis Anna.

“Hai juga, kenapa gak pake kacamata ?” Tanya Adhi keheranan.

“Sudah gue duga lu pasti nanyain soal kacamata, kata dokter gue harus lebih sering-sering gak pake kacamata, biar gak bertergantungan terus sama kacamata.”

“Padahal cantik kalau pake kacamata.” Ucap pelan Adhi.

“Apanya yang cantik ?” Ternyata Anna dapat mendengar apa yang Adhi ucapkan barusan.

“Nggak, kacamata lu cantik, yaudah ayo naik, pakai helm nya bisa kan ?” Adhi mencoba berbohong untuk menyembunyikan maksud dari apa yang ia ucapkan tadi.

Kali ini Anna dapat memakai helm nya sendiri, tapi disitu Anna keheranan apa yang Adhi pandang dari kacamatanya, padahal kacamata nya biasa saja, sama seperti yang orang-orang pakai.

“Makanan favorit lu apa ?” Secara tiba-tiba Adhi menanyakan hal itu di tengah perjalanan.

“Jujur sih, gue lebih suka makanan yang di pinggir jalan, kayak bakso, ketoprak, siomay.” Ternyata Anna sama dengan Adhi, dia suka kesederhanaan, itu bisa jadi nilai plus bagi Adhi.

“Yaudah nanti pulang, gue bakal telaktir lu makan bakso yang di depan kampus itu, sekalian nanti gue anterin lu pulang.”

“Oh ya ? Terima kasih, gue gak akan nolak kok.”

Sampai lah mereka di parkiran kampus, yang cukup luas, selalu banyak mahasiswa yang berebut untuk menempati parkiran yang di pinggirnya ada pohon, alasannya agar motor nya tak kepanasan.

Mereka berdua berjalan menuju kelasnya masing, bila dilihat-lihat kertika berjalan mereka seperti pasangan yang baru resmi pacaran, mereka sesekali saling tatap, bila diibaratkan, mereka seperti pasangan idaman, keduanya memiliki parasnya yang oke, dan sikap yang hampir mirip.

Anna yang anggun dan Adhi yang gagah mencuri pandangan mahasiswa lain.

“Gue duluan ke atas ya.” Ini saatnya mereka berjalan sesuai jalurnya, Adhi yang harus naik tangga sampai ke lantai dua, dan Anna yang harus berbelok ke kiri lalu berjalan cukup jauh.

“Yoi lihat muka temen gue yang lagi kasmaran, berjalan berdua, asyik.” Adhi disambut oleh gurauan David, yang sebenarnya telah melihat Adhi berjalan bersama Anna dari lantai dua.

“Bisa ae lu, eh lu tumben gak kesiangan berangkatnya ?” Tanya Adhi keheranan, sembari berjalan menuju kursi nya.

“Perintah mamih Friska, Dhi.” Jawab gurau David.

“Apa lu manggil gue mamih ?” Celetuk Friska yang mulai marah.

“Kagak, kagak apa-apa.” David memasang wajah sedikit ketakutan.

“Maksud David, lu kan nanti bakal jadi mamih Friska, dan David bakal jadi Papih David, ngerti kan ?” Sherly menyela perdebatan kecil mereka, dengan sedikit guruan.

Adhitama Nugraha [TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang