Modus!

35 17 4
                                    

Hari ini hari pertama di semester kedua, Adhi tampak sudah siap untuk berangkat kuliah.

Dengan menggunakan baju berwarna merah hati yang diselimuti oleh jaket, dan celana jeans yang nampak nya masih baru. Adhi pergi kuliah menggunakan motor klasik kesayangannya.

Sepanjang jalan ia tak memikirkan apa-apa, ia hanya mencoba menahan emosi nya agar tidak keluar saat itu, karena jalanan pagi itu sangat macet.

***

Nampak parkiran lebih ramai tak seperti biasanya, kabarnya mahasiswa baru sekarang jauh lebih banyak dari mahasiswa tahun kemarin.

Adhi berjalan menuju kelasnya, tak ada senyum yang menemaninya, hanya ada ekspresi datar yang menghantarnya, earphone yang terpasang di telinga nya menandakan ia sedang tidak ingin mendengar apapun.

Tiba-tiba seorang mahasiswi baru menghadang Adhi dengan merenggangkan tanganya. Adhi berhenti dihadapannya, melepas earphone nya dan memandang mahasiswi yang tinggi nya setara dengan bahu nya dengan tatapan dingin.

“Hai kak? Inget aku nggak?” tanya mahasiswi itu.

Adhi hanya menggelengkan kepalanya, ia sama sekali tak ingat dia.

“Medyna kak!” Medyna Gianna, dia lah orang nya.

Adhi tidak membalas apapun ia hanya mengangguk, lalu memasang kembali earphone nya dan langsung melewatinya, Medyna nampak kesal karena Adhi sama sekali tidak memberi satu kata apapun.

Medyna kembali menghadangnya, sekarang nampak Adhi yang mulai kesal, ia lalu dengan cepat melepas earphone nya, “apa lagi sih?” tanya Adhi kesal.

“Medyna lupa nama kakak, nama kakak siapa?”

Adhi menghela napas panjang mencoba untuk menahan emosi nya, “lu tau gue dan lu gak tau nama gue? Modusnya kelihatan!” cetus Adhi menatap kejam Medyna.

Adhi lagi-lagi meninggalkan Medyna, namun kali ini Medyna tidak mengejarnya lagi, ia ketakutan dengan tatapan Adhi tadi, sungguh menyeramkan.

Sejak kejadian itu Adhi sekarang bersikap jauh lebih dingin dari sebelumnya, ia benar-benar menjaga atau lebih tepatnya mengurangi komunikasi dan interaksi dengan orang lain, ia tak ingin bila orang-orang mendapatkan imbas dari amarah nya.

Adhi duduk di kursinya ia sibuk mendengarkan musik sembari tertunduk, baik Randi, Friska, dan Sherly tidak berani untuk menganggu Adhi yang tampak sedang tidak baik-baik saja.

Adhi tidak lagi menunduk, ia sesekali melihat sahabatnya, “kenapa pada diem? Biasanya ngoceh,” tanya Adhi.

Mereka saling menunjuk untuk menjawab pertanyaan Adhi, dan akhirnya Randi mengalah, “gak, kita gak mau menambah merusak suasana lu yang rusak, kalau boleh tau lu kenapa?” dengan hati-hati Randi menjawab dan memberikan pertanyaan balik.

Adhi menatap datar Randi, “tanya David!” jawab Adhi singkat, ia tak ingin menceritakannya karena ia takut menangis lagi, dan itu bisa menurunkan harga dirinya. Katanya.

Randi hanya mengangguk, dan kembali bermain ponsel.

Kini Adhi menatap datar Friska dan Sherly, “kalian juga sama kayak Randi?”

Baik Friska dan Sherly hanya mengangguk perlahan.

“Gak usah takut atau canggung, gue gak akan marah ke kalian kok, gue juga masih bisa bercanda dengan kalian,” Adhi kembali tersenyum walau kelihatannya ia terpaksa melakukannya.

Tak lama, mahasiswa yang langgangan telat pun datang, David Mahendra. Randi, Friska, dan Sherly langsung mengintrogasi David tentang apa yang terjadi pada Adhi.

Adhitama Nugraha [TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang