Kematian selalu menjadi misteri paling menakutkan bagi sebagian orang. Tak ada yang tahu kapan garis kehidupan akan berakhir. Tidak juga bagi keluarga kerajaan.
Sudah setahun terakhir anggota kerajaan memanggil tabib-tabib tersohor untuk berusaha menyembuhkan Raja Rudrach dari sakitnya.
Bahkan karena terlalu fokus pada kesehatan Raja, kerajaan tidak lagi memerhatikan rakyat. Pejabat-pejabat yang biasa diawasi ketat, kini mulai tergoda harta dan berubah korup.
Sayangnya semua usaha meyembuhkan Raja Rudrach tak membuahkan hasil.
Pagi itu, tampak sama seperti pagi biasanya. Hanya satu yang membuat semuanya berubah. Raja Rudrach tak kunjung membuka mata dari tidur lelapnya. Seketika istana menjadi riuh dengan segala spekulasi apa yang akan terjadi sesudah ini.
Tangis Ratu Ailyar tak bisa dibendung. Bahkan kehadiran ketiga anaknya tak mampu mengusir duka yang menggelayut. Rakyat kerajaan Rudrach pun merasakan hal yang sama. Raja yang selama ini terkenal begitu berwibawa, baik hati, dan adil, kini telah tiada.
Pertanyaan berikutnya, siapa yang akan menjadi pewaris tahta?
Tiga hari setelah kematian Raja Rudrach, orang-orang penting di kerajaan dan keluarganya berkumpul di pelataran istana. Nyaris sepuluh ribu orang berduyun menyaksikan upacara pemilihan penerus yang baru. Sebuah prosesi yang dilakukan atas wasiat Almarhum jika beliau meninggal.
Riuh rendah suara terdengar memperbincangkan siapa yang kira-kira akan terpilih. Ketiga anak raja telah berdiri di tengah pelataran yang terletak di depan panggung. Masing-masing mengenakan baju kebesaran berwarna keemasan, seolah siap jika salah satunya langsung diangkat menjadi pemimpin kerajaan berikutnya.
Pelataran istana memiliki balkon berbentuk kubah melingkar yang membuat siapa pun bisa melihat apa yang terjadi di tengah. Di sanalah semua tamu duduk dengan baju paling indah yang mereka miliki.
Langit seolah turut merayakan peristiwa itu. Tak ada secuil pun awan yang menutupi mentari menyinari setiap sudut istana.
Sesekali angin lembut bertiup menggerakkan pepohonan yang sengaja ditanam di tepi bawah balkon para tamu. Rerumputan selalu dipotong rapi hingga tak terlihat ada yang panjangnya tak simetris dan mengganggu keindahan.
Ratu Ailyar naik ke atas panggung dengan langkah penuh wibawa. Dia berdiri dengan gaun panjang polos hitam menandakan kedukaan yang sangat. Tudung tule hitam memudarkan warna rambut pirang yang digerai tanpa hiasan apa pun. Wajahnya terlihat kuyu dan sendu. Ada kantong mata menghitam menggelayut kuat.
Di hadapannya ada sebuah peti sangat besar berwarna emas dengan ukiran rumit yang terkesan mewah. Tingginya hampir mencapai pinggang orang dewasa. Butuh enam pengawal untuk bisa mengangkat peti besar itu ke atas panggung.
Mata sewarna langit itu menatap sendu ke arah tiga anaknya. Meski ada rasa cinta, tapi tak terlihat adanya hasrat untuk bahagia. Ailyar telah kehilangan separuh hidupnya. Serpihan hatinya masih terserak, tapi ia harus bangkit. Demi anak-anaknya, juga demi Kerajaan yang dibangun almarhum suaminya dengan susah payah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Penggoda x Hereditary of Legendary Wings
ФэнтезиWARNING : 18+ Bijaklah Memilih Bacaan Agnis, seorang pengembara miskin tak pernah menyangka harus berutang nyawa pada seorang penyihir angin yang cantik luar biasa. Tatyana Reginaventia mengajaknya untuk mencari sayap dalam legenda. Sayap bernama Vl...