Sekali Lagi(Hendra/Ahsan)

2K 141 54
                                    

Lonceng khas toko roti Mora Bakery terdengar ke segala penjuru toko. Pia yang baru saja meletakkan cheese cake segera berdiri. Ia menemukan sosok sahabat kakaknya berdiri di sana dengan sebuket bunga matahari. Masih sama dengan pagi-pagi yang lain semenjak empat hari lalu.

Pia menyapanya dengan senyuman. "Pagi amat, si kapten Hendra."

Hendra Setiawan terkekeh. Ia meletakan bunganya di salah satu meja lalu menghampiri rak display. Dahinya mengerut tanda ia berpikir-atau bagi Pia sedang terlalu keras berpikir.

"Aku ada jenis kue baru, Ndra, enak, ga manis amat, Ahsan pasti suka."

"Yang mana? Ga ada di sini ya?" tanya Hendra dengan menunjuk rak display.

Pia menggeleng lalu dengan riang ia masuk ke dalam dapur tokonya. Hendra tersenyum, kendati kepalanya sedikit pusing ketika ia berdiri. Sepertinya ia memang membutuhkan kopi.

Ada kopi gratis yang akhir-akhir sering di sajikan Mora Baking di bawah jam delapan pagi. Hendra mengambilnya, merasakan sensasi candunya ketika cairan hangat itu mengalir di tenggorokannya. Memang tak senikmat kopi kesayangannya yang berlogo hijau, tapi cukup enak dinikmati.

Gelas keduanya baru akan terisi ketika Pia datang dengan sebuah kue berukuran kecil-yang hanya bisa dimakan dua atau tiga orang- yang berwarna kehijauan.

"Tadaaaa..." sorak Pia dengan bangga.

Ia meletakkan kuenya di atas meja, lalu dengan tangannya yang panjang meraih kardus kue. Dengan cekatan ia mulai membungkus kuenya.

"Ini tuh kuenya ga manis-manis amat, cenderung pahit matcha, ada whip cream yang aku kasih cream cheese jadi rasanya manis-manis pahit gurih, terus ada lelehan dark chocolate juga, enak, Ahsan pasti suka."

Hendra mengangguk-angguk lalu kembali menyesap kopinya. Dari balik gelas kertas itu, Hendra tahu jika Pia turut mengawasinya.

"Lo tahu, Ndra? Istirahatlah sesekali, butuh banget lo itu."

"Saya ga bisa, biar bagaimanapun, Kevin masih membutuhkan saya."

Pia menghela napasnya. Ia menyisir ikatan pita di kardus kuenya. "Kevin di sini juga gapapa, aku ga keberatan, uda Kido sama Bona juga nyaranin gitu, jangan nyusahin kamu sendiri."

"Tapi saya tidak merasa susah, saya menyayangi Kevin, lagipula Taufik dan Dan juga ada, saya baik-baik saja, terima kasih."

Pia tersenyum sedih. Ia menyodorkan kardus kuenya pada Hendra. "Yaudah iya, tapi kalau butuh bantuan bilang ya, Ndra, aku juga temennya Ahsan loh."

Dengan penuh rasa terima kasih Hendra menerima kuenya. Ia mengerti perasaan Pia yang hanya ingin membantunya. Tetapi selama ia masih sanggup, ia ingin melalui ini seorang diri. Adalah tugasnya menjaga keluarganya. Dan sepedih apapun keadaannya saat ini, Hendra hanya berusaha tegar untuk suami dan putranya. Karena biar bagaimanapun keadaan ini juga, ialah yang patut dipersalahkan.

Dengan pelan ia mengucap terima kasih pada Pia dan berjanji menyampaikan salamnya pada Ahsan. Ia mengambil kuenya dan buket bunga matahari yang tadi di taruhnya. Hari ini, ia akan kembali, kembali pada Ahsan dan kembali mengingatkan Ahsan.

Ketika Hendra mematikan mesin mobil di tempat parkir rumah sakit, Bona mengiriminya pesan teks. Hari ini, ia mendapat tugas dadakan menggantikan rekannya yang berhalangan untuk terbang. Jadi mungkin ia tak akan bisa menemani Ahsan hingga minggu depan. Hendra tidak mengeluh, ia tidak berani meminta banyak pada Bona, kendati ia akui bahwa lelaki itu membuat keadaan ia dan Ahsan sedikit lebih baik.

Hendra jadi tak berani melangkahkan kaki. Ketakutan membuat kakinya seolah membeku begitu saja. Tanpa Bona, ia takut kejadian tiga hari lalu terulang kembali.

ClusterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang