Silang Ganda(The Daddies)

1.7K 88 21
                                    

Warning: BoysLove, less dialogue, pair: the daddies!

XX

Ketika kepalanya beralas paha lembut milik Ahsan dan mata sipitnya memandang sang pujaan, ada gambaran dirinya yang tertawa di antara barisan bangsawan dengan bau anggur yang disimpan ratusan tahun untuk berbau nikmat. Ia jelas masih mengingat betapa manis dan menawannya sosok pembawa baki scone dan eclair. Berambut hitam rapi dengan senyum lebar mengundang pasang mata. Dalam tegukan wine-nya, matanya tak pernah lepas dari eclair yang lembut, baki coklat dari kayu mahogani, dan terpaksa merayap ke atas dari tangannya yang kuat dan cekatan lalu pada dadanya yang bidang mengundang hasrat.

"Berpikir sesuatu?"

Hendra tersenyum ketika dahinya yang berkerut diusap lembut oleh sang terkasih.

"Berhentilah berpikir, aku tidak tahu berapa usiamu, stress dapat meningkatkan resiko kematian pada lansia."

Tawa tak bisa Hendra cegah. "Terlalu banyak membaca dapat meningkatkan kecemasan berlebihan."

Sang lelaki bermata besar itu hanya menyungging seringai culas. "Argumen ditolak karena tak memiliki landasan yang tepat."

"Berlandaskan cinta dan kepedulian apa tidak valid?"

Ahsan tertawa renyah. Tawa yang mengingatkannya pada guguran helai daun musim gugur di London ketika anak-anak pra sekolah menginjakkan kakinya tanpa bersalah. Terasa hangat, nyaman, dan familiar. Hendra tak tahu sejak kapan ia begitu melankolis begini. Mungkin setahun lalu ketika ia menaikkan alisnya saat kembali bertemu Ahsan yang berpakaian casual dengan kunci persis di tangan kirinya.

Tangannya yang penuh dosa, Hendra ulurkan untuk meraih tengkuk sang teman serumah. Dikecupnya bibir yang selalu tertawa jahanam atas kegagalannya namun bersabda manis di hadapan lelaki lainnya. Ahsan membalasnya namun hanya mengecup dan melebarkan jarak keduanya.

Sialan.

"Siapa yang mengganti topik, eh?" tantang Ahsan dengan senyum penuh keusilan yang kentara.

Hendra kadang mengaku kalah untuk yang lebih muda. Entah karena umur keduanya yang terpaut, atau karena latar belakang pelatihan, ataukah mungkin karena perasaan menyenangkan di hatinya setiap kali Ahsan nampak tersenyum sombong seolah berhasil mengalahkannya.

"Saya hanya mengingat bagaimana pertama kita bertemu."

Ahsan menaikkan alisnya. "Seingatku, kau menahanku di pintu toilet lalu menelanjangi dan menggerayangi tubuhku."

Pipinya memerah ia yakin. Memang begitu bagaimana pertemuan mereka setelah Hendra berhenti menilai di balik gelas wine-nya. Namun ketika Ahsan mengatakannya, itu terdengar begitu kotor dan bajingan.

Meski Hendra tahu, keduanya telah-dan akan- melakukan banyak hal yang lebih bajingan lagi dari ini.

Nyatanya ia hanya bertarung tangan kosong dengan Ahsan yang kuat dan cerdiknya bukan main-main. Tangannya mampir di seluruh tubuh Ahsan, memaksa punggung lelaki itu membentur dinding toilet keras dan tangannya bekerja di setiap lekuk untuk mencari secarik kertas sebagai alasannya di antara perjamuan bangsawan.

Semua itu adalah awal dari mereka kini ada di posisi saat ini.

Mana ia tahu agensinya sendiri mencurigainya, mengirimkan anak ingusan tikus agensi untuk memastikannya tak berulah dan merugikan negara.

Nyatanya, yang mereka kirimkan adalah ular berbisa yang sama sekali bukan seekor tikus.

Apapun sebuah awal itu, segalanya sedikit banyak benar. Pada akhirnya, yang agensi takutkan benar terjadi, ia berulah dan mengkhianati. Menyembunyikan sang ular dalam kejaran para elang dan belatung-belatung yang siap menggerogoti jika ular mati.

ClusterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang