BAB 2

238 48 12
                                    

"Jika pertemuan kita adalah sebuah kesalahan ... maka, akan kukatakan pada semesta kalau kamu adalah kesalahan terindah yang pernah aku miliki." ~ Arka

🏈

Euforia demo ekskul siang itu begitu semarak. Raja siang yang menyengat tampaknya tidak memudarkan antusiasme para peserta MPLS. GOR SMA Tetra Nusa kini dijejali ratusan murid baru serta beberapa panitia. Kontan saja, seluruh mata tertuju dengan sorot tidak sabar.

"Halo, semuanya! Masih pada semangat, kan?"

Tepuk tangan peserta MPLS bergaung mengudara. Sahutan demi sahutan menyoraki tim ekstrakulikuler yang akan unjuk penampilan.

Malfay menatap kakak OSIS yang menjadi MC itu dengan tatapan kagum. Cantik. Satu decakan takjub lolos dari bibirnya. Gadis tersebut tampaknya melupakan insiden dengan salah satu senior SEKBID Ketertiban dan Keamanan.

"Kayaknya masih pada semangat, nih. Oke, tanpa berlama-lama lagi, mari kita sambut penampilan selanjutnya dari tim ekstrakulikuler The Red Bulls!"

Kedua mata Malfay terbeliak, gadis itu membekap mulutnya sendiri ketika panggilan The Red Bulls menyapa indra pendengarannya.

Helda, yang menjadi teman segugus Malfay merangkap teman satu SMP, memandangnya dengan dahi berkedut.
"Ngapa, sih, lo?" Helda menyeggol sikunya penuh rasa ingin tahu.

Riuh menyesaki lapangan utama SMA Tetra Nusantara. Kali ini, dengan siulan usil saat tim The Red Bulls mengenakan jersey biru-putih memasuki lapangan sambil berlari-lari kecil.

Alih-alih menjawab pertanyaan Helda, Malfay  justru bergeming. Atensi gadis itu tertumpuk pada pemimpin tim The Red Bulls yang berada di barisan terdepan.

Senior cowok tadi!

Senior cowok yang terjerembab bersamanya!

Persendian Malfay seketika menegang. Ia meneguk ludahnya, kelu. Tanpa disangka, senior tersebut justru balas menatapnya dengan seringai jahil yang sangat menyebalkan. Melalui kilatan  usil di matanya, ia seolah mengatakan, jangan-lupa-gabung-The-Red-Bulls.

"We are?" teriak kapeten The Red Bulls di tengah auditorium. Tangan kanannya terangkat di udara, sementara suaranya berapi-api dengan semangat berkobar.

"Red Bulls! Red Bulls! Red Bulls!" balas semua anggotanya tak kalah kencang.

Untuk kesekian kali, tepuk tangan memenuhi seisi deretan tribun.

"Perkenalkan semua! Kami dari klub The Red Bulls, ekstrakulikuler flag football SMA Tetra Nusa."

Helda menyenggol sikunya, lagi. "Ganteng, ya, yang bawa mikrofon."

Malfay mencibir, "Dih, gantengan juga Cameron Dallas." Jika saja insiden terjerembab bersama itu tak pernah terjadi, bisa dipastikan, Malfay akan ikut memuji ketampanan pimpinan The Red Bulls tersebut.

"Ah, elo mah gitu! Suka malu-malu ngakuin dia ganteng."

Gadis berkepang dua dengan pita merah muda tersebut memutar bola mata gusar. Jika mengingat insiden di lapangan basket, ia sebenarnya juga dongkol saat dipaksa mendaftar ke klub yang ia tidak tahu sama sekali. Malfay pikir, klub The Red Bulls termasuk klub ekstrakulikuler basket atau futsal. Kalau kedua olahraga itu ia juga tahu.

Sedangkan ini? Apa katanya tadi? Klub flag football? Ia baru mendengar ada olahraga flag football. Salahkan Malfay atas kemampuannnya yang nol besar di bidang olahraga.

"Pasti asing, ya, denger kata flag football? Flag football sendiri merupakan olahraga serapan dari american football. Jika american flag football menjatuhkan musuhnya untuk mendapatkan poin, flag football hanya perlu mendapatkan flag atau sabuk dari tim lawan. Jadi, tidak perlu menjatuhkan. Tekniknya pun tidak sekeras american football yang sangat berisiko tinggi untuk cedera, di sini enggak. Asal mainnya bener. Di american football sendiri, ada tiga kemampuan dasar, yakni melempar, menangkap dan menghadang. Menghadang pun boleh menjatuhkan lawan. Bahkan, kalo orang awam ngeliat olahraga america football tuh kayak orang tawuran. Di flag football enggak seperti itu. Ini versi lebih soft," jelas sang ketua panjang lebar. Semua yang ada di sana manggut-manggut tampak paham.

Tap ... Tap ... Trap!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang