Rumah Peristirahatan Paman Paul

1.7K 73 0
                                    

Langit pagi ini terlihat bersih dengan sedikit kabut khas daerah pegunungan.

Aku tidak akan menyia-nyiakan pagi yang cerah ini dengan hanya bergelung dalam selimut tebal menunggu matahari meninggi.

Turun ke lantai 1, aku menoleh ke kanan kiri memastikan paman Paul tidak sedang membaca koran di tempat biasa. Orang tua itu bilang akan ada tamu penting datang ke rumah.

Sejak tadi kulihat para pelayan hilir mudik menyiapkan hidangan sambutan juga para penjaga yang sebagian besar meninggalkan rumah untuk memastikan keamanan tamu tersebut.

Aku yang memang tidak terlalu peduli dengan sekitar pun hanya acuh tak acuh tentang siapa yang akan datang, toh juga tidak akan ada hubungannya denganku.

Lagi pula aku berkunjung ke sini hanya untuk berlibur, bukan khusus untuk bertemu teman atau kenalan siapapun itu seperti yang biasa dilakukan oleh Ayah dan Paman Paul.

Di tengah kesibukan yang berlangsung, ini adalah kesempatan emas bagiku untuk dapat memuaskan hasrat berkudaku.

Setelah acara kucing-kucingan barusan akhirnya sampai juga aku di peternakan kuda milik Paman Paul.

Ya, asal kalian tahu saja jika sampai orang tua itu tahu aku bermain-main dengan salah satu kudanya bisa dipastikan telingaku berdengung karena harus mendengar omelan nya seharian penuh.

Meskipun tidak sekeras Ayah, tapi hukuman yang diberikan Paman Paul tidak bisa dianggap remeh.

Pernah sekali aku menunggangi kuda miliknya. Dan malangnya pelana di kuda tersebut tidak stabil, sehingga menyebabkan aku terjatuh dari kuda yang tengah berlari kencang.

Sejak kejadian itu aku tidak diizinkan untuk mendekati kandang kuda lagi. Bahkan satu minggu aku tidak dibiarkan menginjakkan kaki ke luar kamar dengan alasan agar aku tidak lepas dari pengawasan.

Oh ayolah, di mana lagi aku bisa menyalurkan hobi berkuda ku tanpa pengawasan ketat dari Ayah dan kakak-kakakku yang kelewat over protektif itu.

Aku harus inilah harus itulah tidak boleh inilah tidak boleh itulah. Huh, aku juga ingin bebas bermain tanpa ada yang mengekang dan mengatur pergerakanku.

Ya meskipun aku akui catatan pelanggaran yang kubuat dibuku dosa Ayah sudah tidak terampuni lagi hehehe. Tapi masa muda bukankah tidak boleh disia-siakan?😌

Aku mencuri-curi kesempatan saat para penjaga kuda sedang lengah dan Yes! aku berhasil mendapat 1 kuda tunggangan yang cukup bagus untuk aku ajak bermain.

Segera saja kubawa kuda tersebut menuju lapangan yang tidak terlalu jauh dari kandang kuda. Rumput di sini sudah terpangkas rapi memberikan akses untukku memuaskan hasrat berkuda yang sudah 6 bulan ini terpendam.

Aku memulai dengan melakukan beberapa manuver kecil untuk pemanasan. Setelah dirasa cukup,  kuarahkan kuda ke bagian lapangan dengan beberapa rintangan khusus yang memang disediakan untuk latihan berkuda.

Satu jam sudah aku bermain-main di sini. Sudah berulang kali pula penjaga kuda meminta ku untuk segera mengembalikan kuda ke kandang. Aku sendiri hanya masa bodoh melanjutkan kegiatan.

"Hei anak nakal, turun dari kuda itu sekarang!" teriak Paman Paul dari pinggir lapangan. Aku hanya menoleh sekilas dan kembali beraksi. Seolah-olah teriakan Paman tidak ada apa-apanya bagiku.
"Dasar keponakan tidak tahu sopan santun" .  Aku terkekeh.

Paman Paul sepertinya sudah berada di ambang batas kesabarannya menghadapi keponakan susah diaturnya ini. Tongkat kayu yang biasa ia bawa kemana-mana sudah remuk pangkalnya hasil cengkraman yang tidak main-main. Padahal tongkat itu terbuat dari kayu jati dengan kualitas terbaik. Sepertinya Paman Paul harus memesan tongkat baru.

Jika kalian bertanya bagaimana reaksiku, tentu saja aku tidak peduli dan malah asyik melintasi beberapa rintangan kecil,  memacu kudaku agar lebih cepat berlari dan  Hap! lompatan sempurna. Aku tersenyum penuh kemenangan.

Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena kuda yang kutunggangi tiba-tiba berbalik arah tak lagi mengikuti instruksiku setelah mendengar siulan paman.

Aku berhenti tepat di depan Paman Paul yang sudah berkacak pinggang dan jangan lupakan raut wajah tak bersahabatnya.

Aku patah-patah turun dari kuda dan menggaruk tengkukku yang tidak gatal sembari menyengir polos. "Selamat pagi Paman" sapaku mencoba mencairkan suasana.

"Masih ingat aku ini pamanmu anak nakal?"marahnya sembari memukul-mukulkan tongkatnya ke paha dan perut ku.

Aku hanya bisa meringis menahan ngilu. Meskipun tidak benar-benar berniat memukul, tapi tetap saja rasanya sakit.

"Kamu beruntung hari ini ada tamu penting datang jadi kamu bisa lolos dari hukuman. Tapi jika sekali lagi Paman lihat kamu masih bermain-main dengan kuda piaraanku lagi ku pastikan kamu tidak bisa keluar dari kamarmu selama satu bulan,  kau mengerti, Rian?" Aku malas-malasan mengangguk sambil merutuk dalam hati.

Sebelumnya perkenalkan namaku Adrian Alexander Gilbert kalian bisa memanggilku Rian atau Alex.

Aku adalah putra bungsu dari Jonathan Gilbert pemilik Gilbert Company salah satu perusahaan terbesar di negara ini.

Aku memiliki dua orang kakak laki-laki bernama Andrea Gilbert dan Thomas Gilbert. Mereka kini tengah berada di luar negeri untuk mengurusi pekerjaannya di dunia bawah. Yah, keluargaku adalah mafia terbesar.

Dan Paman Paul adalah adik dari ayah. Ia dulu juga seorang mafia akan tetapi sekarang memilih pensiun dan mendirikan peternakan di daerah pegunungan untuk menghabiskan masa tuanya. Sungguh orang tua yang membosankan 🥱.

Jika kalian bertanya dimana ibuku. Ia meninggal setelah melahirkan kak Thomas. Kalian bingung?

Jadi sebenarnya aku bukanlah anak kandung dari Ayah dan Ibu. Aku diadopsi atau lebih tepatnya dipaksa menjadi anak angkat ayah saat berusia 15 tahun.

Meskipun mereka bukanlah keluarga kandungku, tapi mereka sangat menyayangiku layaknya keluarga sendiri.

Oke, back to topic.

"Sekarang bersihkan badanmu karena sebentar lagi mereka akan sampai" aku mengerutkan kening. "Mereka siapa paman? Seingatku aku tidak punya janji bertemu siapa-siapa di sini," tanyaku heran.

Aku memang sudah membereskan semua tugas kuliahku untuk mengambil cuti libur selama 2 minggu sebelum pergi kesini karena memang aku ingin berlibur tanpa memikirkan tanggungan kuliah lagi dan tanpa ada siapapun yang mengganggu.

Ayah juga baru akan menjemputku Minggu depan.

"Calon istri dan mertua mu," Aku kaget bukan main, dan belum sempat aku protes Paman Paul sudah melanjutkan, "Bersiap-siaplah. Jika sampai 30 menit lagi kamu belum turun, maka jangan harap kamu bisa turun dari tempat tidur karena Paman tidak akan segan-segan merantaimu"  aku melongo tak percaya.

Ayolah, usiaku bahkan belum genap 20 tahun dan apa tadi? Calon istri? Sekarang bukan lagi zamannya perjodohan.

Aku bahkan bukan anaknya kenapa Paman Paul repot-repot mencarikanku istri.

Ayah, anakmu tertekan disini:(
'Cepat jemput aku huhu' Batinku berteriak.

Adrian [Terbang Kembali]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang