2. Sang Kesatria, "Pedang Allah yang Terhunus"

14 5 3
                                    

Tahu siapa yang dapat gelar kehormatan seperti ini?

Betuuul. Beliau adalah Khalid Bin Walid. Memiliki nama lengkap Khalid ibn al-Walid ibn al-Mughira al-Makhzumi.

Khalid bin Walid berasal dari suku Banu Makzhum, salah satu klan yang menetap di kota Mekkah. Ayahnya sendiri, Walid bin Mughirah, adalah pemimpin suku tersebut. Selain itu, Khalid bin Walid juga memiliki hubungan kekeluargaan yang cukup dekat dengan Nabi Muhammad. Hal ini dikarenakan Maimunah, bibi Khalid bin Walid adalah istri Rasulullah. Begitu pula dengan Umar, Khalid bin Walid memiliki hubungan kekeluargaan berupa saudara sepupu.

Mengikuti tradisi Quraisy pada masa itu, setelah kelahirannya, Khalid bin Walid dikirim untuk dirawat oleh ibu angkatnya yang merupakan suku Badui. Setelah berusia sekita 5-6 tahun, barulah Khalid bin Walid dikembalikan ke orang tua kandungnya. Pada masa kecilnya, Khalid bin Walid dikabarkan pernah mengalami penyakit berupa cacar ringan yang meninggalkan bekas luka di pipi sebelah kiri.

Dari kecil, Khalid bin Walid sudah menunjukkan ketertarikannya pada sesuatu yang berhubungan dengan perang. Beliau sangat menyukai olahraga bela diri. Karena berasal dari keturunan terpandang dengan sang Ayah memiliki kebun buah yang terbentang dari kota Mekkah hingga Taif, Khalid bin Walid bisa terbebas dari kewajibannya, seperti tak perlu bekerja guna membantu pemasukan keluarga. Hal ini pun dijadikan kesempatan oleh Khalid bin Walid untuk semakin mendalami hobinya.

Faktor lain yang menjadi dorongan Khalid bin Walid begitu mencintai seni peperangan dikarenakan saat itu orang-orang yang bekerja dalam peperangan dianggap kesatria. Beliau ingin memiliki kedudukan terhormat seperti ayah dan paman-pamannya. Berkuda, memainkan pedang, dan memanah adalah tambahan ilmu yang dipelajari oleh Khalid bin Walid. Bahkan saat itu, konsentrasi Khalid bi  Walid benar-benar terfokus untuk memimpin angkatan perang.

Karena kegigihannya belajar ditambah bakat-bakat bawannya berupa taktik perang, Khalid bin Walid akhirnya benar-benar tumbuh menjadi seseorang yang sangat dikagumi. Bisa dikatakan bahwa saat itu beliau dijadikan harapan besar sebagai militer peperangan.

Setelah mampu merebut hati rakyat, Khalid bin Walid terus menaikkan karirnya hingga menjadi salah satu pemimpin Quraisy. Saat itu suku Quraisy sangat membenci Islam. Keberadaan kaum muslim dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat yang begitu mereka cintai. Hal ini memicu mereka untuk memerangi kaum muslim agar tak berkembang.

Khalid bin Walid yang mempunyai keinginan besar agar dianggap sebagai pahlawan bagi kaum Quraisy pun berdiri di barisan paling depan. Lewat peperangan antar kaumnya dan kaum muslim, Khalid bin Walid ingin memperlihatkan kualitasnya.

Sebelumnya, kaum Quraisy sudah merasakan kekalahan di perang Badar yang dianggap sebagai penghinaan terbesar bagi mereka. Oleh karena itu, di perang Uhud, kaum Quraisy benar-benar melakukan persiapan yang matang. Termasuk pula Khalid bin Walid. Jiwa perang di dadanya menggelora.  Bahkan Khalid dan pasukannya bergerak ke Uhud dengan membawa tekad menang atau mati.

Pada awal-awal pertempuran, Khalid bin Walid beserta pasukannya hampir saja kalah. Tetapi saat itu, Khalid bin Walid tak mau menyerah begitu saja. Beliau memutar otak untuk mendapatkan celah kelemahan dari kaum muslim. Maka begitu beliau dapatkan, keadaan jadi berbalik. Khalid bin Walid yang gantian memukul mundur kamu muslim dan menggempur pusat pertahanan mereka. Bahkan prajurit-prajurit Quraisy yang tadinya sudah akan lari dari medan perang kembali berperang di belakang Khalid bin Walid.

Khalid bin Walid Masuk Islam

Penuh pergolakan batin, begitulah perumpaan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana kondisi Khalid bin Walid dalam menerima Islam. Berawal dari perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah dan kaum Quraisy yang menyepakati masa damai selama sepuluh tahun. Dari kesepakatan inilah alhirnya kaum muslim boleh melakukan ibadah haji ke Mekkah dengan aman. Dari masa kekalahan di perang Uhud itu pun, kaum muslim tidak berkecil hati. Mereka terus melanjutkan hidup di Madinah. Dari waktu ke waktu jumlah kaum muslim pun kian mengalami peningkatan.

Hal ini tidak lepas dari pengamatan Khalid bin Walid. Tak bisa dipungkiri, beliau merasa takjub melihat perkembangan tersebut. Terlebih saat kaum muslim melaksakan ibadah haji ke Mekkah. Rombongan kaum muslim melakukan perjalanan yang begitu panjang hanya untuk beribadah. Khalid bin Walid merasa bahwa apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah adalah sebuah kebenaran, sesuatu yang sangat luhur. Bukan sesuatu yang hanya bersifat harta benda dan sorak-sorai penghormatan.

Maka setelah bergelut dengan batin, Khalid bin Walid pun akhirnya memutuskan untuk menemui Rasulullah. Sebelumnya, keinginan ini begitu ditentang oleh Abu Sufyan, seorang tokoh Quraisy. Namun,  Khalid bin Walid tak patang arah. Beliau tetap menemui Rasulullah dan mengucapkan kalimat syahahat di sana. Rasulullah pun begitu bahagia begitu tahu bahwa penglima tangguh itu akhirnya menerima cahaya Islam.

Sejak saat itu, Khalid bin Walid terus membersamai setiap peperangan kaum muslim. Perang pertamanya sebagai pempimpin perang Islam adalah perang Mu'tah. Dalam catatan sejarahnya, tidak ada satu pun peperangan yang dikomandoi oleh beliau menjadi kalah.

●●●●●

https://republika.co.id/berita/p5igt4313/islamnya-sang-panglima-quraisy

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Khalid_bin_Walid

Kumpulan RisetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang