5. Asperger Syndrom, Beda Dari Autisme?

19 4 2
                                    

Memang benar, saat kita membahas Asperger Syndrom atau Sindrom Asperger akan selalu berkaitan dengan autisme. Namun, ternyata kedua sindrom ini memiliki spesifikasi yang berbeda. Terutama dampak bagi penyandangnya. 

Seorang psikiater anak bernama Leo Kanner mendefenisikan autisme sebagai orang yang memiliki kehidupan di dunianya sendiri. Hal ini mengacu pada kegiatan sehari-hari mereka yang dalam kaca mata umumnya sulit untuk diajak berinteraksi. Mereka terkadang bisa tertawa, bernyanyi, bicara, atau bahkan menangis tanpa sebab. 

Autisme sendiri sudah ada sejak lama, tapi dengan belum berkembang pesatnya ilmu kedokteran, mereka yang menyandang autisme sering dikaitkan dengan hal-hal gaib. Ada sebuah cerita yang datang pada masa awal perang dunia kedua. Seorang Yahudi bernama Bruno Bettelhem dari Wina melarikan diri dari kejaran Hitler ke Amerika. Di sana, ia mengaku sebagai seorang ahli pendidikan dan psikolog lulusan dari universitas di Wina. Dia juga mengaku murid dari Siegmund Freud yang saat itu sangat dikagumi oleh orang-orang Amerika. Maka saat itu, ia pun dipercayai untuk mengurus asrama yang dihuni oleh orang-orang dengan berbagai gangguan prilaku termasuk autisme. 

Bruno kemudian membuat sebuah teori yang mengatakan bahwa autisme terjadi karena kesalahan dari pola asuh sang ibu. Namun, teori ini akhirnya dibantah dengan berbagai macam penelitian. Ditambah saat Bruno memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, terkuak fakta jika dia ternyata bukanlah seorang ahli pendidikan maupun psikolog. 

Gejala autisme sudah dapat terdeteksi sejak anak usia dua tahun, tapi ada pula yang sudah terlihat sejak umur satu tahun. Autisme lebih banyak dialami oleh laki-laki dengan perbandingan 4 :1. Ciri-ciri yang sering terlihat dari autisme adalah sulit berkomunikasi, sensitif terhadap rangsangan seperti tidak suka dipeluk atau menutup telinga saat mendengar bunyi, suka melakukan gerangan secara berulang-ulang, lebih senang menyendiri, menghindari kontak mata, dan sulit berekspresi. 

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti timbulnya autisme. Namun, beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor genetik, kelahiran prematur, kembar, usia saat memiliki anak, dan mengkonsumsi minuman beralkohol atau obat-obatan dapat menyumbang autisme.

Nah, ternyata setelah dilakukan banyak penelitian yang lebih mendalam, autisme ini memiliki jenis yang berbeda-beda. Hal ini tentu saja mempengaruhi pula pada perbedaan penanganannya.  

1. Autistic Disorder, intinya orang dengan penyandang ini tidak dapat memahami lingkungan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena tidak mampunya mereka menerjemahkan emosi yang ada. 

2. Childhood Disintegrative Disorder, pada umumnya orang yang mengalami spektrum ini tumbuh dengan normal sampai usia dua tahun. Namun, setelah berusia dua tahun, pertumbuhan motorik, bahasa, dan sosialnya terhenti, lalu mengalami kemunduran. Para ahli menyatakan kalau hal ini disebabkan oleh ketidaksinkronan kerja saraf dalam otak. 

3. Pervasive Developmental Disorder (Not Otherwise Specified), pada spektrum ini biasa gejalanya lebih kompleks dibanding tiga spektrum yang lain. Seperti tidak dapat menanggapi prilaku orang lain baik secara lisan maupun non lisan, sangat kaku terhadap rutinitas, dan sulit mengingat sesuatu .

4. Asperger Syndrome, orang dengan spektrum ini justru tidak mengalami keterlambatan bahasa, tetapi sulit mengungkapkan. Mereka dapat memahami sebuah peristiwa yang terjadi dan juga memiliki empati, tetapi tidak dapat menunjukkan respon seperti orang-orang pada umumnya. 

Penyandang Sindrom Asperger juga tidak memiliki kesulitan dalam pembelajaran. Mereka mampu menerima informasi yang diberikan dengan baik. Bahkan untuk beberapa kasus, orang penyandang sindrom ini memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata. Hanya saja pada sindrom ini, penyandangnya akan terlihat canggung saat diajak berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain atau bahkan keluarga mereka sendiri. Namun sama seperti penyandang autis, sindrom asperger juga membuat penyandangnya melakukan gerakan repetitif (berulang-ulang), obsesif pada sesuatu, dan kurang menyukai perubahan. 

Meski tampak lebih baik dari spektrum autis, penyandang sindrom asperger juga memliki kesulitan pada bagian motorik dibanding dengan orang-orang pada umumnya. Contohnya seperti sulit memegang bola, memanjat pohon, atau mengendarai sepeda. Selain itu, keadaan fisik penyandang sindrom asperger juga tidak kokoh artau lemah. 

Untuk beberapa kasus, penyandang Sindrom Asperger juga mengalami komplikasi seperti cemas, mudah marah, agresif, terlalu sensitif dengan lingkungan sekitar, misalnya suara bising, depresi, dan kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri.

Sama seperti Autisme, penyebab pasti Sindrom Asperger juga belum diketahui. Namun, para ahli tetap percaya bahwa faktor genetik, infeksi saat hamil, dan terpapar faktor lain yang mempengaruhi janin masih jadi salah satu pemicu Sindrom Asperger ataupun Autisme. 

Obat untuk Syndrom Asperger juga belum ditemui. Namun, saat dapat terdeteksi dan ditangani sejak dini, penyandang sindrom ini bisa tumbuh secara mandiri di kemudian hari. Begitu pula untuk kasus autisme. Mereka dapat diarahkan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dengan diberikan berbagi terapi, di antaranya terapi bahasa, bicara, sosialisasi, fisik, okupasi, dan prilaku kognitif. 

 Untuk penanganan anak-anak berkebutuhan khusus dengan berbagai jenis seperti autisme dan sindrom asperger ini, pada umumnya setiap wilayah sudah memiliki autis center sendiri dengan biaya yang digratiskan bagi keluarga tak mampu. 

Meskipun begitu, hal menyedihkan yang biasa didapat oleh anak-anak berkebutuhan khusus ini adalah diskriminasi dari orang sekitar. Tak jarang para penyandang dikatakan orang tidak waras atau mencemooh pola asuh orang tua yang dianggap tak benar. Padahal jelas dikatakan di atas, autisme dan kebutuhan khusus lainnya sama sekali tak berkaitan dengan pola asuh tersebut. 

Dari seminar tentang Autisme yang pernah aku ikuti tahun 2019 lalu, pembicaranya mengatakan gila, penyakit, dan penderita bukanlah kata yang tepat untuk disematkan kepada mereka yang mengalami gangguan tersebut. Pembicara tersebut justru mengajak masyarakat untuk mulai menggunakan kata penyandang yang pada dasarnya memang tepat. Selain itu, masyarakat harusnya sudah mulai peduli dan tidak lagi melakukan diskriminasi kepada para penyandang karena mereka juga memiliki kesempatan yang sama. Hal inilah yang biasanya tujuan utama dari setiap perayaan Hari Peduli Autisme Sedunia (World Autism Awareness Day) yang diperingati tanggal 2 April setiap tahunnya.

●●●●●

https://www.alodokter.com/sindrom-asperger

https://www.halodoc.com/4-jenis-autis-yang-perlu-diketahui

ttps://www.halodoc.com/sindrom-asperger-beda-dengan-autisme-

file:///D:/User/Downloads/11944-23346-1-SM.pdf

Kumpulan RisetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang