[35] End for Us ?

8.8K 758 85
                                    


Apakah akan berakhir seperti ini ?



Semua yang terjadi seolah mimpi. Ingin rasanya Renjun memiliki kemampuan untuk mengontrol mimpi sesuai kehendaknya. Minimal, dia dapat mengatur kapan dirinya harus terbangun atau tetap tinggal.

Tetapi, sayang yang Renjun anggap sebagai mimpi buruk ini adalah kenyataan. Yang tidak dapat dia kendalikan semaunya.

Saat ini, Renjun kembali mengalami mimpi buruknya. Kembali kehilangan salah satu orang terkasihnya. Na Jaemin, sahabat yang amat disayaginya. Orang yang selalu berada di balik layar atas kebahagiaan yang dicapainya. Seseorang yang mencintainya.

Renjun mengepalkan telapak tangan sembari menggigit bibir.

Kembali perasaan sesak menyiksa diri. Molekul karbondioksida seakan memenuhi ruang alveolusnya. Tidak berniat mengijinkan oksigen untuk masuk dan menggantikan tempatnya. Perasaan nyeri juga dominan menyiksanya. Serasa ada ribuan jarum yang menyergap bagian dadanya. Renjun amat tidak menyukainya. Renjun tidak menyukai perasaan semacam itu.

Yang paling melukai diri Renjun adalah alasan di balik kehilangan itu sendiri. Semua karena dirinya. Siapapun yang menghilang dari kehidupannya erasal dari satu faktor, ingin melindungi Renjun.

Dulu, sang Ibunda tercinta meninggal karena menyelamatkannya. Tidak jauh beda, Jaemin pun demikian. Dia kehilangan nyawa karena menyelamatkan Renjun.

Jadi, wajar jika Renjun menyalahkan diri hingga saat ini, bukan ?


"Renjun?"


Renjun tidak bergerak sekedar untuk menengok. Gadis itu diam dan tetap memandang ke depan. Ke arah gundukan yang baru saja menimbun tubuh kaku Jaemin. Duka mendalam terasa di sekitarnya.

Ada kedua orang orang tua Jeno, selaku paman dan bibi dari Jaemin. Ada pula sang kakek yang sebelumnya tidak peduli kini sedikit berubah. Renjun mampu melihat rona kesedihan terpancar dari lelaki tua itu. Mungkin menyesal karena tidak pernah memperlakukan Jaemin dengan layak. Dan menyesal karena cucunya itu harus kehilangan nyawa karena ulah cucunya yang lain.


"Renjun?" suara itu kembali terdengar. "Ayo pulang."


Renjun merasakan ada yang menggenggam telapak tangannya. Hangat. Rasanya menenangkan hati. Tetapi, Renjun juga merasakan hal yang lain. Sakit. Aneh bukan? Mengapa harus perasaan itu datang bersamaan?

"Donghyuck, kau pulang duluan saja," Renjun akhirnya bersuara. Gadis itu menarik napas dalam sebelum kembali berkata, "Aku ingin di sini lebih lama lagi."

Donghyuck menghela napas pasrah. Dia mengerti sekali perasaan Renjun saat ini. Kehilangan Jaemin secara tiba-tiba pasti menyiksa batinnya. Apalagi, Renjun pernah mengalami kasus yang serupa sebelum ini. Saat ibunya meninggal. Keduanya sama-sama meninggal karena menyelamatkan Renjun. Tetapi, menurut Donghyuck, tidak baik juga jika harus menyalahkan diri terus menerus.

"Kalau begitu, aku akan tetap disini menemanimu," Donghyuck tersenyum ke arah Renjun. Senyuman lembut yang biasanya menjadi energi tersendiri bagi diri Renjun. Tetapi, kali ini tidak berfungsi. Senyum itu tidak membuat Renjun semakin lebih baik. Justru rasa bersalahnya semakin parah.

Tidak mungkin dia berbahagia di atas penderitaan orang lain.

Jaemin. Juga Jeno.


Ah, Jeno. Renjun nyaris melupakan lelaki itu. Lelaki yang pernah mengisi ruang hatinya itu juga telah berubah banyak. Renjun sedikit merasa kehilangan sosok Jeno yang dia kagumi sejak dulu. Jeno yang baik hati sudah tidak lagi ada. Berubah menjadi Jeno yang penuh ambisi. Dan menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang diinginkannya.

• Give me your love || Hyuckren •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang