Nusa Tenggara Timur memiliki banyak suku di setiap pulau‐pulaunya. Suku‐suku di NTT ini juga memiliki adat tradisi yang berbeda‐beda. Tradisi yang menarik perhatian saya untuk diulas adalah tradisi lamaran, pernikahan dan kematian. Dua tradisi itu jelas memberi dampak yang luar biasa bagi setiap penduduknya.
PERKAWINAN
Perkawinan antar suku di Sumba dilakukan melalu berbagai tahapan yaitu Ngidi Pamam, Weri Kawedo dan Dutu Mawinne.
Ngidi Pamama merupakan acara lamaran dimana pihak laki‐laki datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa sirih pinang dan satu ekor kuda oleh calon mempelai pria. Calon pengantin perempuan tidak diperbolehkan menampakkan diri di depan calon pengantin pria.
Jika diterima, maka pihak perempuan akan memberikan balasan disebut Mbotik yang berupa sirih, pinang, kapur, tembakau, kain tenun dan seekor babi yang disembelih saat itu juga.
Tahap selanjutnya, yaitu Weri Kawedo, dimana pihak laki‐laki membawa 5 ekor kerbau dan 1 ekor kuda jantan untuk membahas jumlah belis yang harus dibayarkan.Jika seorang perempuan dan laki‐laki akan menikah, maka sejumlah syarat harus bisa dipenuhi.
Seorang perempuan harus bisa:
Matang secara biologis
Harus memiliki keterampilan khusus seperti :
‐ Menenuh kain/sarung
‐ Pandai membuat tempat siri pinang
‐ Pandai menari
‐ Kerja kebun
‐ Sopan dan harus berbakti pada orang tuaSedangkan seorang laki‐laki harus bisa :
Matang secara biologis
Harus memiliki keterampilan khusus seperti :
‐ Pandai menari
‐ Tangkas menunggang kuda
‐ Menggembala ternaknorang tuanya
‐ Pandai bekerja di sawah
‐ Taat dan berbakti pada orang tuanyaDutu Mawinne adalah prosesi yang mengiring perempuan untuk berpindah ke kediaman suaminya. Biasanya beberapa minggu setelah belis dibayarkan. Pihak perempuan membalas dengan babi dan kain tenun (jumlahnya disesuaikan dengan pemberian pihak laki‐laki). Mamoli emas diserahkan langsung dari ibu mempelai pria kepada ibu mempelai wanita sebagai penghargaan terhadap usaha keras ibu yang sudah membesarkan anak perempuannya. Sang ayah memberikan sepasang kaint tenun kepada pengantin laki‐laki sebagai simbol bahwa dia telah diterima sebagai menantu. Dan sang menantu membalasnya dengan memberikan satu batang tombak. Kain tenun pemberian mertua itu diletakkan di atas batu kubur sebagai maksud pemberitahuan kepada marapu pendiri rumah bahwa sang istri telah menjadi bagian dari rumah adat.
Perkawinan dalam masyarakat Kodi, banyak melibatkan kabisu (klan) yang berasal dari satu keturunan atau Marapu yang terikat oleh satu garis keturunan leluhur.
Salah satu acara dalam adat perkawinan Sumba adalah lado, katedehong mbinya, latama kareyoo.
Ketika seorang pria ingin menikahi seorang perempuan, maka ia harus menyiapkan Belis yang
merupakan tradisi pemberian mahar dari orang tua laki‐laki kepada orang tua perempuan.Bentuk Belis ini bisa berupa :
‐ Hewan ternak (kuda yang menjadi hewan penting di Sumba dan kerbau)
‐ Di Sumba, Mamoli (perhiasan emas yang memiliki simbol gambaran reproduksi wanita/rahim). Biasanya wanita membalas pemberian itu dengan member ternak berupa babi, sarung atau kain khas Sumba. Jika pihak wanita berasal dari keturunan bangsawan memberikan hada/perhiasan maka belis dari pihak laki‐laki juga harus besar.
‐ Di Alor, Moko, sejenis perunggu.
‐ Di Maumere, gading gajah.
‐ Kain Sumba
KAMU SEDANG MEMBACA
Author's Suitcases
Non-Fiction"Fiksi dari hasil riset akan terasa nyata dan kuat." Maka, saya mengumpulkan hasil riset yang mendukung fiksi novel nanti ke dalam platform ini. Saya belajar menjalani riset ini dari program dari RAWS Batch 2. #AuthorNote : If you reading this stor...