Bab 3. Jangan Remehkan Penyakit Hewan

27 7 14
                                    

Setelah tahu tentang profesi-profesi yang udah aku riset, Sekarang aku mau membahas penyakit hewan yang menular dan bisa menyebabkan kematian. Di NTT, karena banyaknya hewan ternak, maka rawan sekali hewan-hewan itu terkena penyakit. Apalagi penyakit dari hewan bisa juga menular ke manusia atau dikenal dengan zoonosis. Penyakit yang aku riset yang biasa terjadi di NTT.

1. Penyakit Surra

Penyakit ini menular pada hewan sapi dan kerbau. Ditularkan melalui gigitan lalat penghisap dara, parasit Trypanosoma evansi masuk ke dalam tubuh sapi, kerbau maupun hewan lainnya. Penyebaran penyakit ini juga disebabkan oleh perpindahan ternak antar pulau hingga menyebar ke seluruh Indonesia. Penyakit ini termasuk endemik. Bahayanya Manusia juga akan tertular penyakit Surra jika memakan daging yang terkena penyakit ini.

Tahun 2015, banyak ternak kerbau yang mati karena Surra. Vaksinasi dilakukan agar tidak ada wabah Surra. Warga bisa melapor kepada Dinas Peternakan.

Ciri-ciri sapi yang terkena Surra adalah lendir di hidung, kurus meski kuat makan minum, jalannya sempoyongan. Aku belum menemukan berita tentang manusia yang terkena penyakit Surra.

2. Penyakit Anthrax

Penyakit ini diakibatkan oleh bakteri antraks atau Bacillus anthracis.

Ciri-ciri hewan yang terkena antraks (radang limpa) adalah demam tinggi, mengalami sesak nafas, pembengkakan (pada lambung, leher dan dada), dan keluar darah dari lubang manapun.

Jika ditemukan hewan dengan kondisi tersebut, maka harus dikubur dalam lubang sedalam 2 meter kemudian diberi desinfektan (dengan formalin 10%) dan ditimbun tanah. Hewan yang memakan tanaman atau meminum air yang terdapat bakteri ini maka akan terkena penyakit antraks. Biasanya penyakit ini muncul pada musim penghujan. Saat musim perayaan Idul adha, Departemen Kesehatan melakukan antisipasi terhadap munculnya penyakit ini.

Penularan penyakit ini bisa melalui pencernaan, pernafasan maupun luka di kulit. Antraks bisa menular dari hewan ke manusia, tapi jarang yang menular dari manusia ke manusia. Manusia yang tertular antraks biasanya tidak mengalami situasi membahayakan Jarang sekali yang menyebabkan kematian, atau kira-kira bisa 1 %. Manusia yang meninggal biasanya spora antraks sudah menyerang saluran pernafasan. Manusia bisa terinfeksi bakteri ini jika terpapar 10.000 spora dalam satu kali kejadian. Pengobatan antraks pada manusia bisa menggunakan obat antibiotic.

Namun, di NTT sendiri pernah terjadi wabah antraks dimana sekitar 761 warga NTT teridentifikasi antraks, dimana 7 orang meninggal dunia. Hal tersebut membuat tiga desa di Kab. Ende dan Sikka diisolasi. Mereka memakan bangkai kerbau yang terinfeksi antraks. Petugas medis sampai membangun posko untuk memantau perkembangan penyakit antraks dan pengobatan bagi korban. Pemerintah juga mengirimkan 40ribu dosis ke tiga desa untuk mengatasi penyakit tersebut. Petugas juga melakukan vaksinasi ke seluruh desa.

Warga yang mengalami gejala langsung ditangani hingga penyakit tidak menjadi parah. Warga yang terinfeksi spora antraks, setelah masa inkubasi 2-7 hari, akan mengalami demam tinggi, sakit kepala, dan kulit borok hingga bernanah. Tingkat kematiannya 20% jika spora menginfeksi kulit.

Jika spora menginfeksi saluran pencernaan melalui daging yang terkontaminasi dimakan, warga akan mengalami demam tinggi, diare berdarah, sakit perut, rongga perut terisi cairan berlebih (asites) hingga perut membesar, dan toksemia (mirip preeklampsia). Tingkat kematian warga yang terserang antraks pada saluran pencernaan yaitu sebesar 25-60%.

Jika spora menginfeksi bagian saluran pernafasan, maka warga akan mengalami demam tinggi dan nyeri dalam dada. Tingkat kematiannya 86% dalam waktu 24 jam.

Sedangkan spora yang menyerang meningitis, warga akan mengalami demam tinggi, sakit kepala, sakit otot, batuk dan susah bernafas. Atau lanjutan dari ketiga bentuk di atas. Jenis antraks yang terakhir ini jarang sekali ditemukan di Indonesia.

Author's SuitcasesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang