6 • Insane

1.6K 416 412
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku cukup terpukau dengan permainannya yang benar-benar seperti seorang pianis kelas dunia, namun versi ketika gilanya maksudku.

Tapi aku serius, gadis ini cukup memukau, dengan segala emosi yang dapat kurasakan melalui permainan pianonya. Kemarahan, kesedihan, keputusasaan, kesengsaraan, dan kehampaan. Dan dari semua itu, yang paling mendominasi ialah amarahnya.

Tak ada sedikitpun nada menyenangkan apalagi menenangkan yang terdengar, bahkan setelah sekian menit berlalu. Permainannya cepat, penuh emosi yang menggebu-gebu. Seolah tak ada celah sedikitpun untuknya bernafas.

Bahkan dapat kulihat gerakan tubuhnya yang seolah tengah menggila, terutama pada nada-nada puncak, gadis itu semakin menggila. Ia sampai berdiri dari duduknya, kedua lengannya terus menghentak-hentak diatas tuts piano hitam-putih.

Apa setiap kali ia memperlakukan Cierra cantikku dengan kasar begini? Tak bisakah ia sedikit lembut? Ya, walaupun gaya permainan yang ia lakukan saat ini juga merupakan sebuah seni. Tapi 'kan kasihan Cierra-ku jika dikasari begitu!

Kalau tak ingat saat ini aku tengah mengamatinya secara diam-diam, sedari tadi aku akan melabraknya dan memarahinya karena telah berlaku kasar pada Cierra-ku.

Hingga akhirnya gadis itu mengakhiri permainan pianonya dengan kasar, menghasilkan bunyi yang memekakkan telinga. Aish, benar-benar! Bagaimana kalau Cierra-ku kesakitan atas perlakuannya?

Kulihat kedua bahunya naik-turun begitu cepat, selaras dengan hembusan nafasnya yang kasar dan tak beraturan. Mungkin dalam permainannya barusan, ia benar-benar menggunakan seluruh emosinya hingga menyedot habis seluruh tenaga serta nafasnya.

Sekian menit berlalu, telapak tangannya bergerak menutup pelapis tuts hingga tuts hitam-putih tersebut tak lagi terlihat. Kepalanya yang tertunduk itu kembali tegak, dan tiba-tiba saja ia menoleh ke arahku. Membuat kedua mata sipitku membola kaget.

"I know that you're here," ujarnya dingin.

Tentu saja kekagetanku bertambah dua kali lipat. Sejak kapan ia tahu aku ada disini?

"Before I play the piano." Ia kembali berujar seolah-olah ia tahu apa yang tengah kupertanyakan dalam benakku.

"I'm—"

"You won't apologize to me?" Sungguh, gadis ini benar-benar mengesalkan. Tidak tahu kah ia aku baru saja ingin meminta maaf padanya?

Lihat saja itu tingkahnya yang begitu angkuh, seolah-olah dia yang paling berkuasa di sini. Apa-apaan itu gayanya yang lagi-lagi bersidekap, tubuhnya ia sandarkan pada piano yang ada di belakang tubuhnya.

Tak mau berdebat akhirnya aku memilih mengalah. "Mianhae, Agassi." Dan responnya membuat kepalaku hampir mendidih.

Kalau bukan perempuan yang berdiri di hadapanku saat ini, kupastikan tinjuku telah melayang dan membuat sebelah pipinya lebam.

"Are you sincere? Seems like you want to punch me right now."

Gila! Apa dia benar-benar bisa membaca pikiranku? []

Me, Piano and Her ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang