Chapter 3

612 140 11
                                    

Berbagai pertanyaan dalam benak menjadi tanda tanya besar baginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbagai pertanyaan dalam benak menjadi tanda tanya besar baginya. Cengkramannya pada gagang payung mengerat. Mengingat kembali salju menyelimuti sekitar, serta dua lelaki asing yang tak dikenalinya. Namun kenyataan, ia terbangun dengan rintik hujan membasahi kota.

Mungkin saja ia bermimpi,

Bermimpi panjang.

Payung biru menjadi pelindung baginya saat menyusuri jalan, menerobos hujan. Sebelum akhirnya ia menutup payung itu dan melangkah masuk pada bus yang tengah terhenti.

Hana memilih menduduki kursi menghadap langsung dengan jendela. Menikmati pemandangan hujan pada pagi hari dengan kabut menyelimuti.

Sepanjang bus melaju. Ia menghela napas.

Berat rasanya menghadapi kembali kenyataan bahwa ia akan mendapat hujatan ketika memasuki sekolah.

Ingin rasanya bermimpi indah lagi.

Bukannya Hana mengharapkan genggaman tangan lelaki--bernama Jisung. Oh ayolah, kenapa memikirkannya saja membuat jantungnya berdebar? Sadarlah-- itu hanya mimpi semata.

Ia hanya mengharapkan dapat merasakan suasana tenang tanpa adanya perlakuan buruk padanya.

***


Memasuki kelas seakan menjadi mimpi buruk baginya. Hana selalu tertunduk. pandangannya hanya sebatas memandangi sepasang sepatu melangkah dengan berat.

Hana terlalu takut mendapati berbagai pasang mata menyorotnya. cukup pasang telinganya yang mendengar, karena ia tidak mengetahui cara untuk menghindari pendengarannya menangkap berbagai hujatan samar itu.

Selagi berjalan, bahunya tak sengaja menyenggol seseorang.

Matanya membulat seiring dengan botol minuman manis tergeletak menumpahkan isinya, membasahi lantai.

Sedangkan pemilik botol berdecak kesal. "Sialan."

Matanya melirik ragu, merasa mengenali pemilik suara itu. Dan benar saja, sesuai dugaannya. Gadis yang dikenali selalu menang dalam menghadapi segala sesuatu. Peringkat teratas, cantik, berbakat dalam seni bahkan menang dalam melawan Hana.

"Maaf." ucapnya, merasakan suaranya bergetar.

Jenny memutar bola mata,"Kau pikir dengan berkata maaf akan menyelesaikan segalanya?" tangan gadis itu beralih mencengkram kerah baju Hana, lalu mendorongnya dengan kasar hingga tubuhnya tersungkur di lantai. "Bersihkan itu."

Hana tertunduk. Merasakan seragamnya mengenai cipratan minuman.

"Oh.. Dan satu lagi."

Sedetik kemudian matanya terbelalak. Jenny menumpahkan sisa minuman dari botol itu hingga membasahi kepalanya. Ujung rambutnya terlihat meneteskan minuman berwarna orange itu.

THE MIRROR [HAN JISUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang